Rabu, 09 Maret 2011

Tetangga Saya Korban KDRT*

Tanya:
Saya bertetangga dengan keluarga H. Suami-istri itu sudah menikah 10 tahun dan punya dua anak balita. N, sang istri, bekerja di pabrik, sedangkan H, sang suami, satpam sebuah kantor swasta.
Sebulan lalu, kemenakan N yang mengasuh anak-anak pulang kampung. Sejak itu setiap pagi dan sore H dan N selalu bertengkar. Mereka saling tuduh dan menyalahkan jadi penyebab kepergian kemenakan sehingga tak ada yang mengasuh anak-anak.
H meminta istrinya keluar dari pekerjaan dan mengurus anak-anak di rumah. Namun N tak mau karena gaji H tak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Setiap kali bertengkar, H menampar N. H juga acap membanting perabotan. Sebagai tetangga dekat, saya tak tahan melihat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu. Ketika saya hendak mendamaikan, H dan N mengancam dan melarang saya ikut campur persoalan rumah tangga mereka. Apakah saya harus diam saja atau melaporkan ke polisi?
Saya terkadang bingung. Setelah mereka bertengkar, muka sang istri lebam-lebam. Namun sebentar kemudian mereka rukun kembali. Jika saya ikut campur justru akan mereka musuhi. (Ny Tatik)

Jawab:
Ibu Tatik, persoalan rumah tangga terkadang aneh bagi orang luar. N yang jadi korban kekerasan sang suami ternyata tak senang ketika Ibu bermaksud mendamaikan.
Kadang istri yang melihat kebaikan suami, selain tindakannya yang kasar, mudah melupakan sakit hatinya. Bahkan siap menutupi kesalahan sang suami di hadapan orang lain. Mungkin karena itu N melarang Ibu ikut campur tangan.
Sementara waktu, Ibu bisa mengamati situasi rumah tangga mereka. Jika kekerasan tak berhenti, meski N tak mengeluh pada Ibu, Ibu wajib melaporkan KDRT itu ke polisi. Sebab, dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 24 disebutkan, setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui KDRT wajib berupaya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Misalnya, mencegah keberlangsungan tindak pidana, melindungi korban, memberikan pertolongan darurat, serta membantu proses pengajuan permohonan perlindungan ke polisi.
KDRT berkait dengan pelanggaran hak kemanusiaan. Jadi Ibu tak perlu ragu melindungi korban, meski bakal dimusuhi pelaku dan korban. Jika mereka menolak campur tangan Ibu, Anda dapat memberitahukan kasus kekerasan itu ke ketua RT/RW agar dicarikan solusi. Jangan tunggu sampai berakibat parah dan menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi korban. Rasulullah melarang suami membenci istri, apalagi melakukan kekerasan. Bila tak menyukai sang istri karena sesuatu hal, suami bisa menyukai perangai yang lain (hadits riwayat Imam Muslim). (51)
(Suara Merdeka 9 Maret 2011 h. 19)

Rabu, 02 Maret 2011

Memperbaiki Hubungan dengan Calon Mertua*

Tanya:
Saya guru sekolah swasta, punya calon istri bernama
T. Dia dari pulau seberang yang pernah bertugas di
sekolah saya. Perkenalan di sekolah berlanjut dengan
persahabatan dan akhirnya kami saling jatuh cinta.
Namun orang tua T sudah punya calon suami bagi
anaknya. Karena menolak calon itu, T diusir dari rumah.
Dia bercerita ibu tirinya yang mendorong sang
ayah mengusir karena ingin menguasai harta ayah T.
T datang ke sekolah tempat saya bekerja dan diterima
jadi guru. Orang tua saya menyetujui hubungan
kami. Mereka menentukan waktu pernikahan tahun
ini. Ibu menyarankan kami minta doa restu orang tua T.
Apa yang perlu kami lakukan untuk memperbaiki
hubungan T dan orang tuanya? Bagaimana jika mereka
tak mau menerima saya sebagai menantu? (Roni)

Jawab:
Mas Roni, pernikahan yang direstui orang tua
memberikan ketenangan dalam rumah tangga. Jadi
Mas Roni dan T perlu memperbaiki hubungan dengan
orang tua T. Karena orang tua T kelak menjadi
mertua Anda, sebaiknya Anda mengajak T melupakan
kekesalan atau sakit hati pada orang tuanya.
Semua orang tua pada dasarnya menyayangi
anaknya. Begitu pula ayah T. Tentu dia menyesal telah
mengusir anaknya. Meski ibu tiri T adalah penyebab
semua itu, sebaiknya T tak perlu memperpanjang
kekecewaan. Bagaimanapun buruk perlakuan ibu tiri,
dia istri sang ayah yang akan menjaga dan merawat
ayah T bila sakit. Jadi Mas Roni dan T perlu menghormati
ayah dan ibu tiri T. Beritahukan rencana pernikahan
Anda berdua dan mohonlah restu mereka.
Jika mereka tak mau menerima Mas Roni sebagai
calon menantu, jangan putus asa untuk mendekati
mereka melalui berbagai media. Karena jarak tempat
tinggal jauh, tentu tak bisa selalu mengunjungi mereka.
Namun itu dapat Anda jalin melalui telpon, surat,
atau email.
Sekeras apa pun hati orang tua tentu akan cair jika
melihat anak dan calon menantu selalu bersikap
santun dan memperhatikan. Bicaralah dari hati ke
hati. Hindari ucapan kasar atau menyinggung perasaan.
Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar
diberi kemudahan untuk membangun keluarga bahagia
dan direstui orang tua dan calon mertua. (51)
(Suara Merdeka 2 Maret 2011 h. 19)