Rabu, 28 Juli 2010

Suami Berlaku Kasar



Tanya:
Saya karyawati beranak dua anak. Si sulung
remaja, sedangkan bungsu berumur tiga tahun.
Suami saya lebih tua, tetapi perilakunya acap tak terkendali
dan menuruti kemauan sendiri.
Saya menikah secara terpaksa, atas desakan
kakak. Sejak awal niat saya hanya ingin berbakti pada
kakak, pengganti almarhum ayah. Jadi meski tak
mencintai suami, saya tetap bertugas sebagai istri dan
ibu rumah tangga tanpa banyak tuntutan.
Kami sering bertengkar. Suami tak segan-segan
menampar. Dia juga kerap menggoda cewek melalui
SMS atau bertemu langsung. Saya sakit hati ketika
dia membela cewek yang sering mencarinya.
Padahal, cewek itu datang ke rumah pada malam
hari, tanpa keperluan jelas.
Banyak hal lain jadi pemicu pertengkaran. Selama
ini saya lebih banyak mengalah dan diam. Saya
berusaha mempertahankan rumah tangga demi
anak-anak. Mengapa suami saya keras hati dan
berperilaku kasar? Padahal, dia rajin shalat di mushala
dan pengajian. (Rina)
Jawab:
Ibu Rina, dalam pernikahan karena terpaksa ada
suami-istri yang tak bisa dekat, bahkan saling benci.
Namun ada pula yang rukun dan bahagia.
Semua tak lepas dari niat setiap pasangan dalam
menjalani pernikahan dan usaha untuk mendapat
ketenangan. Misalnya, upaya menciptakan kebersamaan,
kerukunan, dan saling pengertian. Jadi kasih
sayang tumbuh dan kembang.
Selama ini Ibu sudah berusaha memahami dan
sabar menghadapi kekurangan suami. Namun suami
tampaknya tak berusaha mengerti keinginan Ibu
untuk memperoleh perlindungan dan kehormatan terhadap
diri dan keluarga.
Semua tindakan suami justru bisa memperlemah
ikatan pernikahan. Dia masih kerap menggoda
cewek dan keluar malam tanpa tujuan jelas. Yang
memprihatinkan, dia acap berlaku kasar dan menyakiti
Ibu secara fisik dan psikis.
Suami Ibu tampaknya belum dapat menangkap
intisari shalat sehingga masih berbuat yang dilarang
agama, termasuk berlaku kasar pada istri. Padahal,
shalat secara benar akan mendorong orang menjauhkan
diri dari perbuatan keji dan munkar (Surah Al-
Ankabut Ayat 45).
Perbuatan kasar bertentangan dengan ajaran
Islam yang mengutamakan kedamaian dan kasih
sayang. Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga
senantiasa bersikap baik kepada sang istri.
Karena itu, selain dari pengajian, suami Ibu perlu
menambah pengetahuan agama melalui buku soal
keteladanan Rasulullah, termasuk dalam kehidupan
rumah tangga. Ibu bisa membeli dan menaruh buku
itu di meja suami. Jangan lupa, mohon pertolongan
Allah agar suami diberi petunjuk ke jalan yang benar
dan Ibu sekeluarga diberi kebahagiaan. (51)*
(Suara Merdeka 28 Juli 2010 halaman 19)

Rabu, 21 Juli 2010

Utang Puasa

Tanya:
Saya siswa kelas II SMP. Ramadan
tahun lalu, saya sakit sehingga tidak puasa
12 hari. Saya baru mengganti puasa itu
tiga hari. Jadi masih utang puasa masih
sembilan hari.
Misalnya, saya belum bisa membayar
semua, bolehkah saya bayar tahun
depan? Ada teman bilang, jika punya
utang puasa tahun ini dan membayar
tahun depan, harus membayar lipat dua.
Apakah betul? (Novi)
Jawab:
Ananda Novi, setiap pemeluk Islam
wajib melaksanakan puasa Ramadan. Itu
berdasar perintah Allah dalam Surah Al-
Baqarah Ayat 183, “Wahai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”
Suatu kewajiban perlu dilaksanakan
dan berdosa bagi yang meninggalkan.
Kecuali, dalam keadaan tertentu yang
diizinkan untuk tak berpuasa dan mengganti
pada hari lain. Mereka adalah orang
yang sakit atau dalam perjalanan, lalu
berbuka, maka wajib mengganti pada hari
lain.
Dan bagi yang berat menjalankan
puasa karena sudah tua, boleh membayar
fidyah atau memberi makan orang miskin
(Surah Al- Baqarah Ayat184).
Puasa wajib yang ditinggalkan
sebaiknya segera diganti setelah lebaran.
Mengingat, hidup seseorang tak dapat
diketahui sampai kapan. Jadi tak menyesal
bila sewaktu-waktu dipanggil Allah karena
utang puasa sudah terbayar.
Ananda sudah berusaha membayar
utang puasa tahun lalu, tetapi belum
semua. Segeralah menguatkan niat untuk
membayar sisanya sebelum masuk
Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi.
Dalam Islam, utang puasa yang harus
dibayar sebanyak yang ditinggalkan
(Surah Al-Baqarah Ayat 184). Jadi tak ada
kelipatan jika terlambat membayar utang
puasa.
Puasa banyak bermanfaat bagi manusia,
antara lain untuk mengendalikan amarah
atau menjauhkan diri dari perbuatan
tercela.
Jika kita melaksanakan puasa secara
ikhlas dan sungguh-sungguh akan terbentuklah
jiwa yang bersih dan perilaku luhur
yang berujung ke kebahagiaan hidup.
Selamat berpuasa. Semoga Allah memberikan
kekuatan sehingga Ananda dapat
berpuasa lebih baik daripada Ramadan
tahun lalu. (51)*
(Suara Merdeka 21 Juli 2010 halaman 19)

Rabu, 14 Juli 2010

Makin Jadi Pemarah

Tanya:
Saya karyawati beranak dua. Suami saya sudah pensiun. Usia saya dan suami selisih tujuh tahun. Saya mengenal dia sebagai penyabar dan penuh pengertian. Karena itu, beda usia cukup banyak tak  masalah bagi saya. Mungkin karena sejak kecil saya merindukan figur ayah, yang meninggal sewaktu saya berumur tiga tahun.

M, suami saya, juga bisa memahami saya. Namun semua sifat itu sekarang berubah. Dia jadi pemarah. Dan yang lebih menyakitkan, dia sering menuduhkan beberapa perbuatan yang tak pernah saya lakukan.

Selain jengkel, saya terkadang kasihan kepada dia. Karena, pertambahan usia semestinya membuat dia makin sabar dan berpikiran positif.

Saya pernah mendengar ustad menyebutkan ciri orang yang meninggal secara baik atau khusnul khatimah, yakni makin tua kian sabar dan berperilaku baik kepada istri, anak-anak, dan masyarakat. Apa yang mesti saya perbuat agar suami saya kembali jadi penyabar sehingga kelak bisa khusnul khatimah? (Ifa)

Jawab:
Ibu Ifa, kata ustad itu benar. Karena siapa pun tak tahu kapan kematian tiba, sebaiknya setiap orang mempersiapkan diri dengan selalu berbuat baik seperti diperintahkan agama. Termasuk, bergaul secara baik dan pantas dengan istri.

Suami Ibu semula punya sifat terpuji, seperti sabar dan penuh pengertian. Sekarang dia berubah jadi pemarah dan kerap berprasangka buruk. Bahkan sering menyakiti hati dengan melontarkan kata kasar dan tuduhan tak berdasar.

Sayang sekali. Memasuki usia tua semestinya lebih banyak beribadah dan berperilaku baik. Marah-marah dapat mendorong seseorang menyimpang dari aturan dan norma agama. Karena itu Islam  menuntun agar seseorang dapat mengendalikan amarah. Dengan berpuasa, misalnya, pemeluk Islam dilatih sabar. Karena puasa tak hanya mencegah dari makan dan minum, tetapi juga menghindarkan diri dari sifat tercela, antara lain marah.

Jadi, lebih baik suami Ibu mau berpuasa sunah untuk mendekatkan diri pada Allah dan membina kesabaran. Jika mau mengingatkan tentang keutamaan dan manfaat puasa bagi pengendalian diri, Ibu bisa membeli buku yang berkait dengan masalah itu.

Letakkan buku itu di tempat suami sering  duduk. Secara tak langsung dia akan melihat buku itu dan semoga tertarik membaca. Jangan lupa  berdoa pada Allah dan mohon petunjuk agar suami Ibu memperoleh kesabaran pada hari tua. (51)
(Suara Merdeka 14 Juli 2010)

Rabu, 07 Juli 2010

Ragu untuk Menikah

Tanya:
Saya janda, belum punya anak. Suami meninggal tiga tahun lalu. Untuk mengusir kesedihan, saya mencari pekerjaan dan diterima di kantor swasta. Di kantor itu, saya bertemu M. Teman lama itu bekerja di bidang yang sama.

Kami sering bekerja sama menyelesaikan pekerjaan kantor. Tanpa terduga, dia menyatakan mencintai saya. Dia ingin berumah tangga dengan saya.

Dia menuturkan pernah menikah, tetapi bercerai setelah punya anak dua. Mendengar cerita itu, saya berpikir jauh untuk menerima  menikah. Saya tak mau tertipu oleh cerita itu, sebelum mendengar dari mantan istrinya. Namun sampai kini saya belum bertemu L, mantan istrinya.

M mendesak saya memutuskan mau menikah atau tidak. Dalam hati, saya memang simpati pada M. Namun saya ragu menikah dengan dia.
Bagaimana jika kami menikah siri dulu, sembari saya mengenal kehidupan M dan anak-anaknya? Setelah cocok, baru kami lanjutkan dengan menikah di KUA. (Lala)

Jawab:
Mbak Lala, simpati dapat berkembang menjadi cinta. Kehati-hatian menerima pinangan M sudah tepat. Keputusan untuk menikah bukan perkara kecil karena pernikahan itu untuk seumur hidup.

Pernikahan, menurut tuntunan agama, untuk mencari ketenangan  hidup dan saling menyayangi (Surah Ar-Rum Ayat 21). Jika dapat membina rumah tangga yang tenang dan bahagia, suami-istri bisa mengerjakan banyak urusan duniawi dan ukhrawi bersama-sama dan saling dukung.

Karena itu proses menuju ke pernikahan dan sesudahnya untuk membina cinta kasih dan ketenteraman berkeluarga selama-lamanya. Pernikahan, menurut tuntunan Rasulullah, perlu diumumkan melalui walimahan agar diketahui banyak orang sehingga tak menimbulkan fitnah.

Pernikahan siri menimbulkan banyak penderitaan bagi perempuan. Karena tak tercatat di KUA sebagai lembaga resmi yang menangani dan mencatat pernikahan bagi pemeluk Islam, perempuan tak memperoleh perlindungan hukum dari negara berkait dengan hak sebagai istri.

Misalnya M lari dari tanggung jawab sebagai suami dan ayah, Anda tak dapat menuntut lewat pengadilan. Anak yang lahir dari pernikahan itu pun tak mendapat hak sebagai anak M. Sebab, secara hukum adalah anak sang ibu dan hanya memiliki hubungan nasab/keturunan dengan ibu dan keluarganya (Kompilasi Hukum Islam Pasal 100).

Karena itu, bicaralah dengan M tentang kelangsungan pernikahan. Kalau bisa, binalah hubungan yang baik dengan mantan istri M dan mintalah maaf atas kesalahan Anda dan M. Sambil memilih jalan terbaik, dekatkan diri pada Allah. Mohonlah ampun atas segala dosa Anda dan M. (51)
(Suara Merdeka 7 Juli 2010)