Rabu, 28 Januari 2009

Membatalkan Pernikahan

Tanya: 
Saya seorang ibu rumah tangga. Umur pernikahan 30 tahun. Anak saya dua. Yang satu sudah menikah dan punya anak  dua, sedangkan yang lainnya masih lajang dan tinggal bersama saya di Kota Z. Sejak suami pindah tugas di kota X, saya harus bolak-balik dari kota Z  ke kota X. Anak saya masih perlu bimbingan dan di sisi lain sebagai seorang istri saya juga perlu mendampingi suami. 

Meskipun saya tetap melakukan tugas sebagai istri, ternyata secara diam-diam setelah tiga tahun bertugas dikota X, suami menikah lagi tanpa sepengetahuan saya. Ketika saya tanyakan, ia mengakui telah menikah sejak tahun 20006 dan sudah punya seorang anak. Pernikahan itu menurut pengakuannya dilakukan secara resmi di hadapan petugas KUA karena ia mempunyai KTP di kota S. Tetapi ia tidak mau menunjukkan tempat penyelenggaraan pernikahan itu. Akhirnya saya dapat menemukan alamat wanita yang dinikahi suami saya. Dapatkah saya menuntut pembatalan pernikahan itu? Di mana saya harus mengurus masalah  ini dan apakah anak yang lahir dari pernikahan itu memeroleh hak waris? (Ny A)

Jawab: 
Ibu A yang sedang gelisah. Kami dapat memahami perasaan Ibu yang kecewa terhadap suami yang tega mengkhianati kesetiaan Ibu. Suami telah beristri lebih dari satu, tetapi tidak mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Antara lain tidak minta persetujuan Ibu sebagai istri pertama. Padahal izin dari isteri pertama menjadi syarat untuk memeroleh izin dari pengadilan Agama. Bagi suami yang akan poligami, perkawinan yang dilakukan dengan istri kedua atau ketiga maupun keempat tanpa izin dari pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan hukum (Kompilasi Hukum Islam pasal 56). Dengan demikian anak yang dilahirkan dari perkawinan itu tidak punya hak waris dari ayah biologisnya (suami Ibu). Anak ini hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya. 

Perkawinan suami Ibu dengan wanita lain itu menurut pengakuan suami Ibu dilakukan di depan petugas KUA dengan KTP baru dari Kota X. KTP baru itu memungkinkan ganti status perkawinan dengan pengakuan lajang sehingga dapat melakukan pernikahan tanpa diminta surat izin dari istri pertama. 

Perlu dipastikan bagaimana prosedur pernikahan suami itu bisa terjadi tanpa surat izin dari istri pertama. Ibu dapat melacak di KUA yang menikahkannya. Mungkin di wilayah tempat tinggal wanita yang dinikahi suami. Kalau syarat untuk mendapatkan izin poligami dari Pengadilan agama tidak terpenuhi (antara lain tidak ada izin dari istri pertama) maka pernikahan itu dapat dibatalkan (Kompilasi Hukum Islam pasal 71). Ibu dapat mengajukan permohonan  pembatalan perkawinan dan akibat hukum yang ditimbulkan dari perkawinan itu kepada Pengadilan Agama yang membawahkan wilayah tempat tinggal istri atau suami atau di tempat perkawinan dilangsungkan. 

Agar memeroleh kekuatan lahir dan batin dalam menghadapi persoalan ini, mohonlah pertolongan Allah dengan cara shalat tahajud. Semoga ibu mendapatkan kemudahan menyelesaikan masalah ini dan mendapatkan kembali kebahagiaan berkeluarga. (80)
(Suara Merdeka 28 Januari 2009)

Rabu, 21 Januari 2009

Digoda Bos

Tanya: 
Saya seorang karyawati punya seorang anak balita. Sewaktu masih duduk di SMA saya punya pacar bernama M. Setelah lulus, kami mencari pekerjaan dan ia mendapat kerja di kota K dan saya tetap di kota P. 

Setelah berpisah tempat, semula hubungan kami tetap berjalan baik, tetapi akhirnya kami putus karena ia tergoda perempuan lain. Setelah saya kenal dengan R akhirnya saya dapat melupakan M karena ada kecocokan dengan R. Saya akhirnya menikah dengannya. 

Setahun yang lalu, suami pindah kerja di kota K. Agar kami tetap bisa bersama, akhirnya saya ikut pindah dan dapat pekerjaan di kota itu. Tanpa saya duga, ternyata kepala bagianku adalah M, mantan pacar saya. 

Sekarang ini dia selalu berusaha menggoda saya dan pernah mengajak nikah. Ia bersedia menceraikan isterinya. Bagaimana cara menjauhi M agar ia tidak tersinggung sehingga dapat membahayakan posisi saya di tempat kerja. Bagaimana tuntunan Islam membina rumah tangga sehingga saya tidak tergoda M (Triani) 

Jawab: 
Ibu Tri yang sedang risau. Kami dapat memahami kegelisahan Ibu menghadapi mantan pacar yang berusaha menggoda. Lelaki semacam M adalah tipe tidak setia. Dulu ia pernah meninggalkan Bu Tri dan menikah dengan  orang lain yang sekarang hendak dikhianati pula. 

Pengalaman pahit masa lalu itu perlu dijadikan pijakan untuk bersikap hati-hati terhadap M. Jangan sampai Ibu menjadi korban kedua kali. Sikap Ibu menolak ajakan untuk menikah dengannya sudah tepat. Hal itu untuk menunjukkan bahwa Ibu tidak ingin berhubungan lagi dengannya. 

Melihat perbuatan M masih berusaha mengganggu ibu, sebaiknya Ibu perlu berterus-terang kepadanya bahwa Ibu ingin mempertahankan kebahagiaan rumah tangga bersama R, suami ibu. 

Dan ibu juga tidak ingin merusak hubungan M dengan istrinya. Agar ia tidak tersinggung, maka bisa disampaikan dari hati ke hati. Ajaklah ia bertukar pikiran untuk menuntaskan persoalan itu. 

Pilihlah suasana yang santai untuk menyampaikan penolakan itu tanpa harus pergi ke suatu tempat yang justru menimbulkan kenangan masa pacaran dulu. Hal ini juga bertujuan untuk menjaga perasaan ibu agar tidak larut dalam kenangan masa lalu yang dapat menggoyahkan keteguhan hati ibu untuk menolak godaannya. 

Ibu Tri telah memeroleh kebahagiaan hidup berumah tangga dengan R. Karena itu  perlu dipertahankan. Islam mengajarkan prinsip membangun rumah tangga bahagia. Di antara dengan membina pergaulan suami-istri dengan cara yang ma’ruf/ baik dan pantas (QS An-Nisa’: 19). 

Di antara bentuk pergaulan yang ma’ruf itu adalah saling menyayangi (mawaddah). Artinya tidak sekadar cinta,  tetapi siap menerima segala kelebihan dan kekurangannya. 

Juga ada rahmah (simpati dan saling menghormat) dan sakinah, yakni masing-masing mengupayakan terciptanya kejujuran, keterbukaan, dan keharmonisan. Jangan lupa selalu mohon perlindungan Allah agar Ibu dan keluarga dijauhkan dari godaan yang dapat merusak kebahagiaan berumah tangga yang telah dibangun selama ini. (80)
(Suara Merdeka 21 Januari 2009)

Rabu, 14 Januari 2009

Ibu Tidak Merestui

Tanya: 
Saya seorang gadis yang telah ditinggal oleh ayah. Semenjak ayah meninggal, sikap  ibu sering membuat bingung. Apa yang saya lakukan untuk memenuhi permintaannya selalu disalahkan. Bahkan ibu sering mencemooh saya di depan adik-adik. Beberapa waktu yang lalu, saya baru mengerti bahwa S yang saya kira ibu kandung ternyata ibu tiri. Karena bosan di rumah, saya pergi ke tempat paman di luar kota. Di tempat itu, saya kenal dengan keluarga yang baru beberapa bulan tinggal di kota itu. Setelah saya perkenalkan kepada paman, ternyata M yang menjadi ibu teman baruku (berinisial L) adalah ibu kandungku. 
Saya tidak menceritakan pertemuan dengan ibu kandungku itu kepada S. Saya khawatir ia akan marah. Meskipun saya tahu bahwa S bukan ibu kandungku, tetapi karena ia yang membesarkan saya, maka saya tetap menganggapku sebagai ibu sendiri. Suatu waktu saya pernah diusir dari rumah karena ia tidakmenyukai Y, pacarku,. Setelah pergi dari rumah, saya tinggal di rumah M, ibu kandungku, dan dengan doa restunya saya telah menikah dengan Y. 
Tetapi saya tidak memberitahukan kepada S tentang pernikahan itu karena ia tidak menyukai Y. Apakah sikap saya itu salah dan bagaimana sebaiknya saya bersikap kepada S yang sudah mengusir dari rumah peninggalan ayahku (Yuyun) 

Jawab: 
Ananda Yuyun. Sebagai seorang anak yang sudah dibesarkan oleh ibu S, sudah tepat kiranya kalau Yuyun tetap berbuat baik kepadanya. Setelah ayah Yuyun meninggal, kemungkinan perasaannya  galau sehingga banyak marah. Kesepian karena ditinggal orang yang dicintai dan banyaknya persoalan yang harus diselesaikan sendiri bisa mengubah sikap Bu S yang semula sabar menjadi pemarah. 

Karena itu, Yuyun sebaiknya bisa memaaafkan kekhilafannya yang sempat membuat Yuyun sakit hati. Meskipun Ibu S adalah ibu tiri, tetapi ia sudah melakukan tugas seperti ibu kandung dengan merawat dan membesarkan Yuyun. 

Kalau ia tidak merestui hubungan Yuyun dengan Y, mungkin ada alasannya. Sebagai ibu yang telah membesarkan Yuyun, ia tentu menginginkan Yuyun dapat pendamping hidup yang bisa membahagiakan di dunia sampai akhirat. 
Karena itu, untuk menghilangkan persangkaan buruk terhadap Ibu S, sebaiknya tanyakanlah alasannya. Kalau terkait dengan kekurangan Y, itu dapat digunakan sebagai bahan introspeksi agar pribadinya semakin baik. Pernikahan Yuyun dengan Y sebaiknya diberitahukan kepada S sekaligus mohon doa restunya. 
Dengan demikian, Ibu S akan merasa dihargai sebagai ibu yang telah membesarkan Yuyun dan akan ikut berdoa bagi kebahagiaan Yuyun. Jangan lupa mohonlah maaf kepada Ibu S. 

Mungkin selama Yuyun berada di bawah asuhannya sering membuat kesalahan. Andaikata S masih menyimpan kemarahan kepada Y, bersabarlah dan jangan membalasnya dengan perkataan atau perilaku kasar. Karena Allah melarang seorang anak berkata kasar kepada orang tuanya (QS Al-Isra: 23). (80)
(Suara Merdeka 14 Januari 2009)

Rabu, 07 Januari 2009

Istri Abaikan Anak

Tanya: 
Saya seorang pekerja di pabrik, punya anak berusia 4 tahun. Istri saya bekerja di Biro Perjalanan. Ia sering pulang malam dan bersikap tak acuh terhadap anak. Karena masih jadi satu dengan orang tuaku, maka yang mengawasi anak sehari-harinya adalah ibuku. 

Dan untuk melayani kebutuhannya maka diserahkan kepada pembantu. Meskipun hari libur, istriku cenderung bermalas-malasan dan tidak memedulikan anak. Karena itu, kami sering bertengkar sebab saya menginginkan dia mencurahkan perhatian kepada anak. 

Situasi rumah tangga yang seperti itu mendorong saya ingin menceraikannya. Setelah saya kemukakan niat itu kepada istri. Ia menyetujui perceraian itu, tetapi anak harus ikut dia. Saya keberatan karena ia tidak pernah mengurusi anaknya. Apakah perkawinan kami masih bisa dipertahankan dan bagaimana memberitahu isteri agar mendidik anaknya menjadi saleh? (Rudy). 

Jawab: 
Pak Rudy, untuk membangun kebahagiaan rumah tangga memang tidak cukup hanya dengan cinta. Masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keharmonisan hubungan, seperti saling pengertian/ tenggang rasa, dan memenuhi kewajibannya sebagai suami/ isteri. 

Selama ini istri bapak kurang perhatian terhadap anak dan tidak berusaha memenuhi kewajiban merawat dan mendidik anak. Meskipun ia bekerja di luar rumah, namun kewajiban mendidik anak tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada ibu mertua atau pembantu. 

Keikutsertaan ibu dan Pak Rudy dalam mengawasi anak merupakan bentuk kepedulian terhadap cucunya, namun tidak dapat dijadikan alasan oleh isteri Pak Rudy untuk menyerahkan tanggung jawab pendidikan anak kepada ibu mertua. 

Rumah tangga Pak Rudy masih bisa dipertahankan asal Pak Rudy dan isteri sepakat untuk memperbaiki kekurangan masing-masing. Maka rencana Pak Rudy menceraikan istri perlu dipertimbangkan kembali. 

Karena akibat perceraian dapat berdampak buruk terhadap perkembangan jiwa anak. Untuk itu, bicarakanlah  dengan istri tentang perlunya menciptakan kembali keharmonisan dalam rumah tangga. 

Apabila istri memunyai kesulitan dalam merawat dan mendidik anak, maka bantulah jalan keluarnya sehingga ia peduli pada anaknya. Secara naluriah, Allah memberikan kepada setiap ibu rasa sayang terhadap anaknya. 

Adanya kecintaan dan rasa sayang itu mendorong seorang ibu untuk selalu dekat dan memerhatikan anaknya. Dan mendidik anak tidak hanya tugas ibu saja, tetapi juga ayah. Maka Pak Rudy perlu membimbing dan membantu istri dalam mengasuh dan membesarkan anak. 

Karena isteri Pak Rudy sudah membantu mencari nafkah, maka sudah seharusnya Bapak ikut membantu tugas istri, termasuk mengasuh dan mendidik anak. 

Agar anak menjadi saleh, Islam telah memberikan tuntunan. Di antara dengan menanamkan akidah (keislaman) sedini mungkin, mengajarkan shalat dan membaca Alquran, memberi teladan dalam berbicara dan berperilaku. 

Menurut tuntunan rasul, sejak anak berusia 7 tahun, perlu dibiasakan melakukan shalat wajb dan pada usia 10 tahun diharapkan kebiasaan itu telah tertanam sehingga kalau ia meninggalkan shalat, perlu diberi peringatan keras (HR Ahmad, Turmudzi, Tabrani, dan Hakim).
(Suara Merdeka 7 Januari 2009)