Rabu, 29 Juli 2009

Mendidik Anak Angkat

Tanya:
Saya karyawan di kantor swasta, sudah 10 tahun menikah tetapi belum punya anak. Tiga tahun lalu, saya dan suami sepakat untuk mengangkat T sebagai anak. Dia masih kemenakan suami. Tahun ini, T mulai masuk di SMP. Sebenarnya T anak yang baik, tetapi jika kecewa karena ada permintaannya tidak dituruti, dia akan merajuk dan menuduh kami tidak menyayanginya karena bukan anak kandung.

Hal itu menyebabkan suami selalu menuruti permintaannya. Saya selalu mengingatkan agar suami jangan memanjakan anak seperti itu. Tetapi suami tidak bisa menerima perkataan saya, bahkan sering marah-marah. Suami paling tidak suka kalau ada orang yang menyebut T sebagai anak angkat. Bagaimana menurut ajaran Islam, apakah dibolehkan anak angkat diakui sebagai anak kandung?
(Ny Eny )

Jawab:
Ibu Eny, karena usia T sewaktu diangkat sebagai anak sekitar 10 tahun, maka ia sudah tahu siapa orang tua kandungnya. Maka ia suka merajuk dan ingin kembali ke orang tuanya apabila mengalami kekecewaan. Karena itu, suami Ibu selalu memanjakannya agar T merasa disayang dan diperhatikan.

Tapi, di sisi lain, memanjakan anak secara berlebihan akan berakibat kurang baik terhadap perkembangannya, terutama kemampuan untuk mandiri. Dalam perkembangan kepribadian, kemandirian anak merupakan hal penting untuk menuju kedewasaan berpikir serta berperilaku.

Agar sikap suami yang memanjakan T tidak berakibat negatif, sebaiknya Ibu perlu bicara dari hati ke hati dengan suami tentang cara  yang perlu dilakukan agar sikap suami yang ingin memanjakan T tidak berakibat buruk bagi perkembangan anak.

Mengenai adopsi anak, tak ada larangan menurut Islam. Yang penting tujuannya untuk kebaikan dan masa depan anak, bukan untuk  tujuan yang merugikan atau menyengsarakan anak. Yang perlu diperhatikan Ibu dan suami adalah tuntunan Islam yang tidak membolehkan orang tua angkat menutupi identitas orang tua kandung anak angkat. Karena anak mempunyai kewajiban moral untuk mendoakan dan berbakti pada orang tua kandungnya. Demikian sebaliknya, orang tua berkewajiban mendoakan agar anaknya dapat menjadi anak yang salih/salihah.

Karena itu, orang tua angkat tidak diperbolehkan memutuskan hubungan antara anak angkat dan orang tua kandungnya, apabila usia anak sudah memungkinkan diajak bicara tentang orang tua kandungnya. Merekalah yang melahirkan dan merawat T, sehingga tidak boleh melupakan mereka.

Sedangkan Ibu Eny dan suami  adalah orang yang membesarkan dan mendidiknya. Jadi, anak mempunyai  dua keluarga yang sama-sama menyayanginya. Dengan demikian, diharapkan T juga dapat menyayangi orang tua kandung maupun orang tua angkat. Jangan lupa memohon kepada Allah agar anak angkat Ibu bisa menjadi anak salih dan bermanfaat. (32)

(Suara Merdeka 29 Juli 2009)

Rabu, 22 Juli 2009

Menolong Anak Tetangga

Tanya: 

Saya seorang ibu rumah tangga, tinggal di kampung K. Ada tetangga dekat bernama L yang mempunyai empat orang anak, namun semuanya tidak disekolahkan. Setiap hari anak-anak itu disuruh mengamen atau meminta-minta di jalan. Kami sekeluarga merasa kasihan dengan mereka. Pada saat teman sebayanya sudah pandai baca tulis, mereka belum bisa.

Pernah ada tetangga yang menegur L tentang keadaan anak-anaknya yang tidak pernah disekolahkan, malah diterjunkan di jalan. Menanggapai teguran itu , L marah-marah dan meminta tetangga jangan ikut campur urusan keluarganya. Inilah yang membuat saya dan suami ragu-ragu untuk menolong anak-anaknya.

Kami ingin menyekolahkan mereka atau memasukkannya ke pondok pesantren  Apa yang bisa kami  lakukan agar dapat menolong anak-anak itu tanpa harus bermusuhan dengan orangtuanya?
(Ny Widya)

Jawab:

Ibu Widya, keluarga Ibu termasuk peduli dengan tetangga. Anak-anak yang setiap hari turun ke jalan menyebabkan mereka dapat terpengaruh kehidupan di jalanan yang serbabebas. Apalagi diantaranya ada anak perempuan. Selain rawan terhadap bahaya di jalan, mereka juga rawan terhadap kekerasan fisik dan kekerasan seksual.

Lingkungan keluarga maupun masyarakat berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak. Maka, Ibu Widya berniat memasukkan anak ke pondok pesantren, yang mana di sana juga bisa bersekolah, sehingga dapat mengisi kekosongan pendidikan yang selama ini belum diperolehnya dari orangtua.

Agar L dan istrinya bisa menerima niat baik Ibu Wid, dekatilah mereka, ajaklah berbicara mengenai masa depan anak-anak. Apakah mereka akan membiarkan anak-anak hidup di jalan selamanya? Tidakkah mereka kasihan kepada anak-anaknya yang di zaman sekarang setiap orang dituntut bisa baca-tulis, sementara anak-anak mereka tidak bisa.

Orang yang tidak bisa baca-tulis mudah dijadikan sasaran penipuan atau penindasan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.  Kemukakan pula manfaat anak-anak jika mendapat  pendidikan di sekolah atau pesantren.

Jika L sudah bisa menerima pemikiran  Ibu, maka proses selanjutnya perlu dikawal agar jangan berhenti di tengah  jalan. Ajaklah orangtuanya mengantarkan anak-anak  ke pesantren, agar mereka tahu tempat dan suasana tempat belajar itu.

Seandainya gagal dalam menyekolahkan anak-anak ke pesantren, Ibu dapat menyekolahkan mereka ke sekolah terdekat. Berilah mereka pendidikan keterampilan yang dapat menghasilkan uang. Terkadang ada orangtua  yang anaknya tidak boleh sekolah, agar mereka dapat membantu mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Jika semula mereka mencari uang di jalan, sekarang perlu dialihkan ke pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah, seperti membuat makanan ringan atau sejenisnya. Melatih anak agar mempunyai ketrampilan sejak dini juga diajarkan Rasulullah. Sabda beliau, ’’Ajarkanlah kepada anak-anakmu berenang dan memanah serta merenda bagi anak-anak perempuan (HR Al  Baihaqi).

 Dorongan dari Rasulullah itu perlu diwujudkan dalam masyarakat sekarang, agar tidak ada generasi muda yang menganggur dan  tak ada lagi yang terpaksa menjadi peminta-minta atau hidup di jalanan yang berpengaruh negatif terhadap masa depan anak. (32)

(Suara Merdeka 22 Juli 2009)

Rabu, 15 Juli 2009

Terperangkap Duda

Tanya:
Saya sudah berumah tangga selama 25 tahun, dikaruniai seorang anak gadis yang kini berusia 14 tahun. Karena tempat kerja di luar kota, maka sebulan sekali saya baru bisa pulang ke rumah. Di Kota K tempat saya bekerja, ada tetangga bernama M. Ia duda, punya toko kelontong. Saya sering belanja keperluan sehari hari di toko tersebut.

Dari sekadar berteman, M kemudian mengaku tertarik kepada saya. Suatu ketika, saya pernah sakit di Kota K. Sedih sekali karena jauh dari suami dan anak. Tiba-tiba M dan pembantunya datang menolong dan mengantar saya ke rumah sakit. Dia juga menyuruh pembantunya mengurus segala keperluan saya selama sakit. Sekarang saya bingung, karena M menyatakan cintanya dan ingin menikahi saya. Padahal saya sudah mengatakan sudah memiliki suami dan anak. Bu, bagaimana cara menolak M agar ia tidak merasa sakit hati.
(Ny Titin)

Jawab:
Ibu Titin yang sedang bingung, pernikahan merupakan ikatan kasih sayang antara suami dan istri yang amat kokoh, karena didukung oleh ikrar yang diucapkan saat akad nikah. Dikuatkan pula oleh hukum agama dan hukum negara, serta disaksikan oleh Allah maupun sanak saudara. Karena itu, suami-istri mempunyai kewajiban untuk menjaga agar keluarga yang dibangunnya dapat mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Niat untuk menolak permintaan M, yang ingin menikahi Ibu, sangat baik karena untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Tetapi, niat itu harus disertai dengan keteguhan hati, karena Ibu telah mempunyai suami yang setia dan anak gadis yang menginjak remaja. Mereka menyayangi Ibu, demikian pula sebaliknya. Itu merupakan salah satu tanda kebahagiaan dalam rumah tangga.

Perjalanan rumah tangga yang sudah dibina sekian lama itu tentu tidak lepas dari suka-duka. Ibu dan suami berhasil melewati segala rintangan dengan baik, sehingga rumah tangga masih utuh sampai sekarang. Maka perlu dipertahankan, dan jangan sampai goyah hanya karena Ibu ingin membalas budi baik M.

Kebaikan M memang tak boleh dilupakan. Kalau bisa, Ibu perlu membalasnya dengan kebaikan pula, tapi tak harus dengan menerima cintanya yang berarti mengorbankan keutuhan rumah tangga. Sebaiknya berterus terang kepada M, bahwa Ibu mempunyai keluarga yang bahagia. Karena itu, hubungan dengan M sebatas teman saja. Meski kejujuran itu mungkin menyebabkan M patah hati, itu lebih baik baginya agar tidak berharap terlalu jauh.

Selanjutnya, Ibu perlu menjaga jarak dengan M agar ia tak salah menafsirkan sikap ibu yang selama ini terkesan begitu dekat. Untuk menghindari godaan M, ajaklah suami dan anak berkenalan dengannya. Jadi, M bisa melihat sendiri keharmonisan keluarga Ibu, dan dengan demikian diharapkan ia akan mengurungkan niat untuk menikahi Ibu Titin. Jangan lupa selalu mohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjaga diri dari godaan yang dapat menghancurkan kebahagiaan rumah tangga Ibu. (32)

(Suara Merdeka 15 Juli 2009)

Rabu, 08 Juli 2009

Menghentikan Kemaksiatan

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, sudah menikah selama 30 tahun, mempunyai dua anak dan tiga cucu. Suami bekerja sebagai salesman dan saya buka warung makan di rumah. Meskipun usaha kami kecil, tetapi cukup untuk menutup kebutuhan sehari -hari.

Tapi yang kami (saya dan anak) prihatinkan adalah perilaku suami yang sering berjudi dan mabuk-mabukan. Awalnya dia terpengaruh temannya. Ketika kami ingatkan, dia mengatakan hanya sekadar untuk pergaulan. Padahal suami saya itu rajin salat, tetapi mengapa sulit meninggalkan perbuatan yang dilarang agama.
Anak-anak sering mengeluhkan perilaku bapaknya. Bagaimana cara mengajak suami untuk meninggalkan kemaksiatan itu, karena dia sering marah kalau disinggung tentang kegemarannya berjudi dan mabuk.
(Ny Tini)

Jawab:
Ibu Tini tahu bahwa judi dan minum minuman keras dilarang agama. Judi dan minum khamr terbukti menimbulkan kerusakan ekonomi, kesehatan, maupun pergaulan. Betapa banyak uang yang dihamburkan tanpa manfaat yang jelas.
Setiap penjudi tentu menginginkan selalu bisa memenangi permainan, bisa meraup uang sebanyak-banyaknya. Dalam kenyataannya, tidak ada yang menang terus.

Sebaliknya, banyak yang kalah dan hartanya habis. Selain menyengsarakan keluarga, akibat lebih jauh dapat menimbulkan permusuhan antarpenjudi atau antara penjudi dan keluarganya. Suami Ibu pun marah jika disinggung hobinya itu.

Minum minuman keras juga menghamburkan uang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, bahkan dapat menimbulkan kerusakan sistem pencernaan dan saraf otak. Masih banyak kerusakan yang ditimbulkan oleh perjudian dan minuman keras. Karena itu Allah melarang  manusia berjudi dan mabuk-mabukan (QS Al Baqarah: 219).

Selama ini suami Ibu rajin salat, tetapi masih melakukan perbuatan maksiat itu. Mungkin suami belum tahu dasar larangan itu ada di Alquran, bahkan menganggapnya sebagai cara mempererat persahabatan. Ibu Tini bisa menunjukkan larangan tersebut, dan ajaklah suami untuk meninggalkan kemaksiatan itu.

Sesungguhnya dalam setiap salat, seorang muslim selalu mohon kepada Allah agar ditunjukkan jalan yang lurus (jalannya orang yang mendapat kenikmatan dunia dan akhirat). Petunjuk Allah antara lain terdapat di Alquran, seperti perintah menjauhi judi dan minuman keras.

Ibu Tini, jangan berputus asa mengajak suami ke jalan yang benar. Ajaklah anak-anak ikut mengingatkan bapaknya. Karena judi dan mabuk bukanlah contoh yang baik bagi anak dan cucu, sehingga wajib bagi suami untuk menghentikan perbuatan itu. Cobalah melalui berbagai cara, bisa sewaktu  bersama anak-anak atau ketika Ibu berduaan dengan suami.

Sampaikan ajakan itu dengan  lemah lembut, dan jangan lupa mendoakan suami agar diberikan petunjuk dan kekuatan untuk menjauhi segala yang dilarang Allah. (32)

(Suara Merdeka 08 Juli 2009)