Rabu, 28 Desember 2011

Saudaraku Iri Hati*

Tanya:
Saya seorang ibu rumah tangga, mempunyai lima saudara kandung dan dua saudara seayah, yaitu K dan D. Ayah menikah dengan ibu R setelah ibu meninggal. Perkawinan yang kedua ini melahirkan K dan D. Saudara kami yang seayah-ibu selalu rukun, sedangkan saudara seayah, D, sering bertengkar dengan kami karena salah paham ataupun iri hati. Karena kami telah tahu sifatnya, maka kami banyak mengalah dengannya agar tidak terjadi perselisihan.
Beberapa bulan yang lalu, G (adik kandung kami) mendapat hadiah sepeda motor dari Bank tempat ia menabung. Mengetahui G naik sepeda motor baru, maka D meminta ayah untuk membelikan sepeda motor seperti punya G. Ayah sudah menjelaskan kalau sepeda motor itu hadiah, bukan ayah yang membelikan. Tetapi ia tidak percaya dan menuduh ayah tidak adil. Setelah itu, D memusuhi ayah dan G. Ia tidak mau bertegur sapa dengan kami dan juga ayah.
Sekarang ini ayah sakit karena memikirkan D yang hampir setiap hari menuntut ayah untuk membelikan sepeda motor. Padahal ayah hanya pensiunan pegawai kecil, jadi tidak mungkin bisa membelikannya.
Bagaimana cara mengingatkan D agar tidak membuat ayah sedih dan bisa bergaul baik dengan saudara-saudara. (Ruly)

Jawab:
Ibu Ruly, berbahagialah karena mempunyai saudara banyak. Keberadaan saudara kandung ataupun seayah akan menambah semaraknya keluarga. Sewaktu keluarga ada kerepotan, tentu banyak saudara yang terpanggil untuk membantu. Apalagi saudara Bu Ruly sebagian besar selalu menjaga kerukunan. Meskipun saudara sekandung, terkadang banyak yang berbeda bahkan bertentangan satu sama lain.
Sesungguhnya berbeda atau bertentangan pendapat itu merupakan hal yang wajar, karena setiap orang mempunyai perbedaan sudut padang yang menghasilkan perbedaan pemikiran. Manakala perbedaan itu diterima sebagai suatu yang manusiawi, maka tidak akan memunculkan pertengkaran. Karena pihak-pihak yang berbeda pendapat, akan mencari titik temu yang bisa dipahami dan diterima oleh mereka.
Mengenai D, saudara seayah Bu Ruly, agar ia percaya pada penjelasan ayah ataupun G tentang asal sepeda motor itu dari hadiah tabungan, maka G perlu menunjukkan surat-surat dari Bank yang dapat memperkuat penjelasan tersebut. Selain itu, Bu Ruly dapat menjelaskan bahwa ayah tidak membelikan sepeda motor itu, karena uangnya memang belum cukup. Tidak ada orang tua yang tidak ingin menuruti keinginan anak, oleh karena itu, D perlu meminta maaf pada ayah dan tidak boleh membuatnya sedih.
Di samping itu, kalau memungkinkan, Bu Ruly bisa membuat acara keluarga yang bisa mempertemukan D dengan anggota keluarga lainnya. Dalam acara itu, dapat digunakan untuk mempererat tali persaudaraan serta menjembatani adanya perbedaan antarsaudara yang bisa memecah-belah keluarga. Islam mengajarkan agar pemeluknya menjaga persaudaraan serta ada yang menjadi juru damai bagi yang sedang bertikai, sebagaimana firman Allah yang artinya, ”Sungguh, orang-orang mukmin adalah bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudaramu, dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat (Alquran, Surat Al-Hujurat :10). Semoga dapat membantu. (24) (Suara Merdeka 28 Desember 2011 h. 7)

Rabu, 21 Desember 2011

Belajar Mengaji sebelum Menikah*

Tanya:
Saya seorang karyawati sebuah kantor swasta, belum menikah. Saat ini sedang menjalin hubungan serius dengan teman laki-laki bernama M. Ia salah satu pimpinan kantor cabang dari perusahaan tempat saya bekerja.
Orang tua kami masing-masing sudah mengetahui hubungan kami. Keluargaku tidak ada yang keberatan apabila aku menikah dengan M. Namun dari keluarga M ada permintaan agar aku belajar mengaji sampai bisa membaca dengan lancar.
Kalau memang jodoh, maka pada waktu menikah kelak, pengantin yang akan membaca Alquran sebelum acara akad nikah. Maka saya harus bisa membaca Alquran.
Sampai saat ini, saya memang belum bisa mengaji. Saya berasal dari keluarga muslim, tetapi tidak bisa membaca Alquran. Ayah dan ibuku juga tidak bisa membaca Alquran. Maka menghadapi permintaan calon mertua itu, saya cukup bingung. Ketika hal itu saya sampaikan kepada orang tuaku, mereka menyerahkan kepadaku.
Sebaiknya belajar membaca Alquran itu cukup dengan bisa membaca hurufnya saja, ataukah harus dengan terjemahannya.(Ratih)

Jawab:
Ananda Ratih, berbahagialah karena sudah menemukan tambatan hati. Meskipun belum sampai lamaran, tampaknya orang tua dan calon mertua sudah menyetujui hubungan Ratih dengan M.
Sebagai orang tua yang ingin anaknya bisa hidup bahagia dalam rumah tangganya, maka calon mertua ingin agar Ratih bisa membaca Alquran.
Hal itu untuk mempersiapkan diri menghadapi acara pernikahan yang diawali dengan pembacaan Alquran oleh kedua mempelai.
Pembacaan Alquran di awal acara itu sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah yang telah mempertemukan kedua mempelai dalam ikatan pernikahan. Di samping itu, sebagai muslim/muslimah, membaca dan mengetahui isi Alquran itu merupakan keharusan.
Karena Alquran itu berisi petunjuk dari Allah bagi manusia agar dapat menjadi muttaqin (orang yang bertakwa). Petunjuk Allah dalam Alquran itu perlu diketahui oleh setiap muslim, agar hidupnya berada di jalan yang lurus untuk mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena itu, orang Islam harus bisa membaca hurufnya dan mengetahui arti/maksudnya.
Bagi yang ingin rumah tangganya harmonis, Allah memberikan petunjuk-Nya dalam Alquran. Misalnya Allah
memerintahkan agar suami bergaul secara patut dengan istrinya (Alquran, Surat An Nisa: 19).
Rasulullah mempertegas bahwa orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik perilakunya. Dan sebaik-baik manusia adalah yang memperlakukan istrinya dengan baik (hadits riwayat At-Turmudzi).
Masih banyak tuntunan dalam Alquran yang bisa dijadikan bekal dalam membina rumah tangga agar tercipta
kebahagiaan. Karena itu, calon mertua Ratih menginginkan agar sebelum menikah, Ratih belajar membaca Alquran agar lancar bacaannya serta mengetahui isinya. Membaca Alquran, tidak terbatas pada waktu mau menikah saja, tetapi untuk selamanya. Karena banyak petunjuk yang akan membimbing pemeluk Islam memperoleh kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat kelak. (24) (Suara Merdeka 21 Desember 2011 h. 7)

Rabu, 14 Desember 2011

Sepupu Memutus Tali Persaudaraan*

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, punya tiga anak yang sudah bekerja semua. Suami saya sudah meninggal lima tahun yang lalu. Anak saya yang besar, L, ramah dan pandai bergaul, termasuk dengan orang-orang tua.
Karena itu, banyak yang ingin mengambil sebagai menantu termasuk, sepupu saya T. Sepupu dari suami ini, punya dua anak, perempuan dan laki-laki. Yang perempuan, K, usianya terpaut dua tahun lebih tua dibanding anak saya L.
Anak saya tampaknya sudah punya pilihan sendiri, kebetulan teman kerja K. Namun sepupu dan anaknya tidak mengetahui kalau anak saya naksir pada teman K. Anak saya memang selalu bersikap baik kepada semua temannya, dan sering diminta mengantar atau menemani K ke kantornya atau jalan-jalan.
Karena itu, sepupu menganggap anak saya menanggapi cinta anaknya. Beberapa waktu lalu, sepupu berkunjung ke rumahku dan membicarakan hubungan anak saya dengan anaknya. Belum selesai kami bicara, tiba-tiba datang anak saya bersama dengan pacarnya, dan ia memperkenalkan pula kepada saudara sepupu. Alangkah terkejutnya dia, mendengar bahwa L sudah punya pilihan. Tanpa pamit, ia langsung keluar dari rumah saya. Dan sorenya ia marah-marah lewat telepon, dan mengancam tidak mau bersaudara lagi dengan kami, kalau L tidak mau menikah dengan anaknya.
Bagaimana cara mempertahankan persaudaraan kami agar tidak putus. (Ny. Artini)

Jawab:
Ibu Artini, berbahagialah ibu mempunyai putra yang pandai bergaul dan suka membantu sehingga disukai teman ataupun saudara. Hubungan dengan teman maupun kerabat memang perlu dijalin agar kehidupan ini berjalan dengan harmonis dan menyenangkan.
Untuk menjaga keharmonisan itu, ada tata krama yang perlu diperhatikan. Antara lain saling menghormati dan menjaga batas-batas pergaulan agar tidak terjadi salah penafsiran yang berujung pada pertikaian.
Selama ini, bagaimana sikap putra ibu kepada K. Apakah sebatas bersaudara ataukah hubungan yang lebih khusus, sehingga sepupu ataupun anaknya punya anggapan bahwa L mencintai K.
Mungkin karena L, anak ibu, mau mengantar K ke kantor ataupun jalan-jalan, itu ditafsirkan sebagai salah satu tanda adanya perhatian dan rasa cinta.
Agar tidak salah duga, sebaiknya bu Artini menanyakan kepada L mengenai hal tersebut. Kalau memang tidak ada perasaan selain persaudaraan, maka mintalah L menjelaskannya kepada K dan ibunya. Berikanlah dukungan agar L mau meminta maaf kalau sikapnya suka membantu itu menimbulkan salah pengertian.
Bu Artini bisa ikut menjelaskan bahwa jodoh sudah merupakan anugerah Allah, sehingga ibu beserta keluarga juga tidak bisa memaksa L untuk menikah dengan K. Sampaikan pula doa ibu bagi K agar diberikan jodoh yang lebih baik dari L.
Ajaklah L dan putra ibu lainnya untuk terus menjaga tali persaudaraan dengan sepupu ibu dan keluarganya. Pereratlah kekerabatan itu dengan silaturahmi, mengirim makanan/hadiah atau lainnya yang bisa menumbuhkan kembali keakraban dan saling menyayangi antarkeluarga. Menjaga tali persaudaraan itu melapangkan jalan menuju kebaikan, namun membutuhkan kesabaran.
Karena itu, Allah akan melapangkan rezeki orang yang suka memelihara silaturahmi (hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim) Sementara orang yang memutus tali persaudaraan termasuk dalam golongan orang yang terancam tidak masuk surga (hadits riwayat Ibnu Hibban). (24) (Suara Merdeka 14 Desember 2011 h. 7)

Rabu, 07 Desember 2011

Ayahku Suka Dugem*

Tanya:
Saya mahasiswa sebuah perguruan tinggi, punya adik tiga orang. Satu cowok dan dua cewek, dua di antaranya sekolah di SMA dan yang bungsu masih di SMP.
Ibu dan ayah kami sibuk, masing-masing punya pekerjaan di kantor dan sering pulang sampai malam. Untung di rumah ada nenek, yang selalu menyayangi dan memperhatikan kami, sehingga kami tidak merasa kesepian
karena ditinggal ayah dan ibu dari pagi sampai malam.
Setahun yang lalu, nenek meninggal dunia. Sepeninggal nenek, saya merasa sangat kehilangan, dan merasakan kesepian sewaktu adik-adik belum pulang, karena kegiatan di sekolah masing-masing.
Suatu malam, setelah mengerjakan tugas bersama teman- teman, saya diajak G ke suatu tempat, katanya untuk menghilangkan kejenuhan. Ternyata di sebuah klub malam tempat dugem.
Saya hanya duduk sebentar dan pulang duluan. Tetapi sebelum saya pulang, saya melihat ayah saya lagi menari dengan seorang perempuan.
Semenjak itu, pikiran saya risau karena ternyata ayah pulang malam bukan karena kesibukan di tempat kerjanya, melainkan di tempat dugem.
Kalau bertanya langsung, saya tidak berani. Mau bicara dengan ibu, juga takut menyebabkan pertengkaran antarmereka. Tetapi kalau dipendam saja, pikiran saya tidak tenang dan mempengaruhi belajar saya.
Bagaimana sebaiknya Bu? (Sony).

Jawab:
Ananda Sony, kerisauan itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak diharapkan. Antara lain perilaku ayah yang suka dugem dan itu tidak terbayangkan sebelumnya. Ayah dan ibu dalam pandangan anak-anaknya adalah pribadi yang baik dan bisa dijadikan idola. Sony serta adik-adik selama ini melihat bapak dan ibu adalah pekerja keras dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Sony juga punya nenek yang bisa menjadi teladan dan disayangi oleh cucu-cucunya. Setelah nenek meninggal, terjadi kekosongan figur yang bisa memberikan kehangatan, nasihat dan contoh yang diharapkan oleh Sony dan adik-adik, karena ayah ternyata tidak seperti yang dibayangkan selama ini.
Masa remaja, merupakan waktu pencarian jati diri. Maka Sony merasakan kegelisahan sewaktu ayah yang selama ini menjadi idola ternyata membuat kecewa. Namun semua itu masih sebatas prasangka, karena itu sebaiknya Sony menanyakan mengenai hal-hal yang terkait dengan peristiwa yang Sony lihat di tempat dugem itu kepada ayah. Kalau tidak berani berhadapan dengan ayah, maka bisa melalui surat. Kalau jawabannya memang sesuai prasangka Sony, maka mohonlah ayah untuk menghentikan kebiasaan itu. Karena ayah adalah contoh bagi anak-anaknya, bagaimana jadinya apabila Sony dan adik-adik juga mengikuti kebiasaan ayah itu? Apakah ayah rela, apabila anak-anak yang seharusnya tekun belajar untuk mempersiapkan masa depan, justru terlena untuk menghabiskan waktunya untuk hura-hura.
Kalau ayah bisa memperbaiki diri dan meninggalkan kebiasaan dugemnya itu, maka Sony bisa menyimpan peristiwa itu agar tidak menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Namun kalau tidak berhenti, maka perlu bicara dengan ibu agar dicari jalan keluar untuk menyelamatkan keluarga dari dampak yang merusak masa depan anak-anak. Jangan lupa, selalu berdoa kepada Allah memohonkan ampun atas kesalahan orang tua, dan mohonkan petunjuk serta bimbingan-Nya ke jalan menuju kebahagiaan di dunia sampai akhirat kelak. (24) (Suara Merdeka 7 Desember 2011 h. 7)