Rabu, 07 Desember 2011

Ayahku Suka Dugem*

Tanya:
Saya mahasiswa sebuah perguruan tinggi, punya adik tiga orang. Satu cowok dan dua cewek, dua di antaranya sekolah di SMA dan yang bungsu masih di SMP.
Ibu dan ayah kami sibuk, masing-masing punya pekerjaan di kantor dan sering pulang sampai malam. Untung di rumah ada nenek, yang selalu menyayangi dan memperhatikan kami, sehingga kami tidak merasa kesepian
karena ditinggal ayah dan ibu dari pagi sampai malam.
Setahun yang lalu, nenek meninggal dunia. Sepeninggal nenek, saya merasa sangat kehilangan, dan merasakan kesepian sewaktu adik-adik belum pulang, karena kegiatan di sekolah masing-masing.
Suatu malam, setelah mengerjakan tugas bersama teman- teman, saya diajak G ke suatu tempat, katanya untuk menghilangkan kejenuhan. Ternyata di sebuah klub malam tempat dugem.
Saya hanya duduk sebentar dan pulang duluan. Tetapi sebelum saya pulang, saya melihat ayah saya lagi menari dengan seorang perempuan.
Semenjak itu, pikiran saya risau karena ternyata ayah pulang malam bukan karena kesibukan di tempat kerjanya, melainkan di tempat dugem.
Kalau bertanya langsung, saya tidak berani. Mau bicara dengan ibu, juga takut menyebabkan pertengkaran antarmereka. Tetapi kalau dipendam saja, pikiran saya tidak tenang dan mempengaruhi belajar saya.
Bagaimana sebaiknya Bu? (Sony).

Jawab:
Ananda Sony, kerisauan itu menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak diharapkan. Antara lain perilaku ayah yang suka dugem dan itu tidak terbayangkan sebelumnya. Ayah dan ibu dalam pandangan anak-anaknya adalah pribadi yang baik dan bisa dijadikan idola. Sony serta adik-adik selama ini melihat bapak dan ibu adalah pekerja keras dan bertanggung jawab terhadap keluarga. Sony juga punya nenek yang bisa menjadi teladan dan disayangi oleh cucu-cucunya. Setelah nenek meninggal, terjadi kekosongan figur yang bisa memberikan kehangatan, nasihat dan contoh yang diharapkan oleh Sony dan adik-adik, karena ayah ternyata tidak seperti yang dibayangkan selama ini.
Masa remaja, merupakan waktu pencarian jati diri. Maka Sony merasakan kegelisahan sewaktu ayah yang selama ini menjadi idola ternyata membuat kecewa. Namun semua itu masih sebatas prasangka, karena itu sebaiknya Sony menanyakan mengenai hal-hal yang terkait dengan peristiwa yang Sony lihat di tempat dugem itu kepada ayah. Kalau tidak berani berhadapan dengan ayah, maka bisa melalui surat. Kalau jawabannya memang sesuai prasangka Sony, maka mohonlah ayah untuk menghentikan kebiasaan itu. Karena ayah adalah contoh bagi anak-anaknya, bagaimana jadinya apabila Sony dan adik-adik juga mengikuti kebiasaan ayah itu? Apakah ayah rela, apabila anak-anak yang seharusnya tekun belajar untuk mempersiapkan masa depan, justru terlena untuk menghabiskan waktunya untuk hura-hura.
Kalau ayah bisa memperbaiki diri dan meninggalkan kebiasaan dugemnya itu, maka Sony bisa menyimpan peristiwa itu agar tidak menimbulkan konflik dalam rumah tangga. Namun kalau tidak berhenti, maka perlu bicara dengan ibu agar dicari jalan keluar untuk menyelamatkan keluarga dari dampak yang merusak masa depan anak-anak. Jangan lupa, selalu berdoa kepada Allah memohonkan ampun atas kesalahan orang tua, dan mohonkan petunjuk serta bimbingan-Nya ke jalan menuju kebahagiaan di dunia sampai akhirat kelak. (24) (Suara Merdeka 7 Desember 2011 h. 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar