Rabu, 01 Desember 2010

Gali Lubang Tutup Lubang

Tanya:
Saya karyawati kantor swasta, beranak tiga
yang sekolah di SMA, SMP, dan SD. Suami
karyawan tidak tetap di sebuah kantor. Karena
gaji kami pas-pasan, untuk memenuhi kebutuhan
hidup saya sering pinjam uang di koperasi
kantor. Biasanya tak ada masalah karena masih
bisa diatasi. Meski gaji dipotong, masih cukup
untuk menutup keperluan sehari-hari.
Namun dua bulan lalu anak bungsu kami
masuk RS sehingga saya terpaksa pinjam di
koperasi kampung. Bulan kemarin, potongan
gaji bertambah. Makin sedikit pula uang untuk
keperluan harian.
Selama ini saya tak pernah bilang punya pinjaman
di beberapa tempat pada suami. Saya
takut dimarahi suami, juga takut dikejar-kejar
utang.
Beberapa hari ini saya tak bisa tidur. Pikiran
saya tak tenang. Bagaimana cara memberi tahu
suami saya sehingga dia mau membantu mengatasi
kesulitan saya? (Ny Narti)

Jawab:
Ibu Narti yang resah, standar gaji di Indonesia
memang rendah dibandingkan negara lain.
Karena itu, butuh kecermatan dalam penggunaan.
Misalnya, buat daftar pengeluaran rutin
dan tak rutin. Agar anggaran aman dari peruntukan
yang tak sesuai, bisa Ibu bagi untuk setiap
kebutuhan dan masukkan dalam amplop masing-
masing.
Selain pengaturan sesuai dengan jumlah dan
kemampuan, kerja sama suami-istri perlu dijalin
sejak perencanaan sampai penggunaan
anggaran. Jadi bukan satu pihak yang menanggung
dampak dari kekurangan anggaran karena
pembengkakan pengeluaran yang tak terduga
dan untuk keperluan keluarga.
Karena itu, Ibu sebaiknya bicara terus terang
pada suami soal pengeluaran uang yang
bertambah karena anak sakit. Ibu perlu menjelaskan
soal pinjaman dan penggunaannya pada
suami. Jadi suami tahu kesulitan Ibu selama ini.
Lewat keterbukaan itu, semoga suami mau
membantu melunasi pinjaman.
Kebersamaan suami-isteri dalam mengatasi
kesulitan rumah tangga membuat beban Ibu jadi
ringan. Dan, ketenangan pikiran dan ketenteraman
rumah tangga pun tercipta. Jangan lupa
mohon pertolongan Allah agar dipermudah
memperoleh rezeki dan bisa mengembalikan
utang. (51)

(Suara Merdeka 1 Desember 2010 h. 19)

Rabu, 24 November 2010

Ingin Bantu Ortu

Tanya:
Saya pelajar kelas II SMA. Punya adik tiga. Ayah sudah lama sakit, sehingga Ibu harus mencari nafkah sendirian sebagai pekerja serabutan. Terkadang mencuci dan menyeterika di rumah tetangga, terkadang membantu  tetangga yang punya warung makan.

Sebagai anak sulung, saya tak tega melihat Ibu setiap hari membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan kami. Saya berniat keluar sekolah dan cari pekerjaan untuk membantu Ibu. Namun mencari pekerjaan ternyata tak mudah. Sampai berhari-hari, saya tak menemu lowongan.

Akhirnya saya mendapat pekerjaan bersih-bersih rumah seorang nenek yang tinggal bersama cucu. Ketika cucu itu tahu saya terpaksa meninggalkan sekolah karena ingin membantu orang tua, dia menyuruh saya tetap sekolah. Saya bisa melakukan pekerjaan setelah pulang sekolah.

Yang jadi masalah, kini cucu dan nenek yang baik itu pindah ke S. Saya menganggur lagi, tetapi sadar tak boleh meninggalkan sekolah. Namun bagaimana saya bisa membantu orang tua (ortu), tanpa meninggalkan sekolah? (Bagas)

Jawab:
Ananda  Bagas, meski baru kelas II SMA, pikiran dan perilaku Anda sudah dewasa. Berbahagialah ibu yang punya anak seperti Bagas, yang tulus menolong orang tua. Perbuatan itu bukti kecintaan dan bakti anak pada  orang tua.

Selain berbakti pada orang tua, Bagas juga wajib menuntut ilmu. Dengan bekal ilmu pengetahuan, Bagas akan dapat meraih masa depan lebih cerah.

Dalam  ajaran Islam, menuntut ilmu merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap muslim atau muslimah.

Dan, menuntut ilmu tak ada batasan. Bahkan digambarkan sejak dalam ayunan (masih kecil) sampai liang lahat (tua).

Karena itu Bagas tak boleh meninggalkan jam pelajaran sekolah, apalagi keluar dari sekolah. Jika ingin membantu orang tua, carilah pekerjaan yang bisa dilakukan sepulang sekolah. Misalnya, memberi les/membantu belajar matemaika atau bahasa Inggris/pelajaran lain bagi anak SMP atau SD.

Bagas juga perlu mengatur waktu agar tetap bisa  belajar sehingga tak ketinggalan pelajaran. Jangan lupa, selalu mohon petunjuk dan bimbingan Allah agar orang tua Bagas mudah memperoleh rezeki dan cita-cita Bagas tercapai. (51)

(Suara Merdeka 24 November 2010)

Rabu, 10 November 2010

Ibu Tak Merestui

Tanya:
Saya duda dengan dua anak yang masih sekolah
di SLTA. Dulu, Ibu tak setuju saya dan istri
bercerai. Memang M, istri saya, dekat dengan Ibu.
Jika kami bertengkar dan Ibu tahu, pasti beliau
membela istri saya. Menurut pendapat Ibu, M istri
yang baik dan pandai mendidik anak.
Kini, saya berkenalan dengan L, yang bekerja di
tempat hiburan malam. Dia janda cerai, tanpa anak.
Setelah saling kenal, kami sepakat hendak
menikah.
Lebaran lalu, saya minta restu Ibu untuk
menikahi L. Namun Ibu tak mau merestui. Beliau
bahkan menyuruh saya rujuk dengan M.
Sampai di rumah, saya merasa sedih, bahkan
sampai meneteskan air mata. Beberapa hari pikiran
saya tak tenang. Suatu hari saya kembali mengunjungi
Ibu untuk menjelaskan kebaikan L.
Namun Ibu baru tidur dan sampai saya pulang
belum bangun.
Mungkin Ibu tak mau menemui saya, yang beliau
nilai telah berani membantah perintah orang tua.
Apakah sebaiknya saya membatalkan pernikahan
dengan L? Dan, rujuk lagi dengan M sesuai dengan
keinginan Ibu? (Nano)

Jawab:
Pak Nano, yang tahu persis penyebab perceraian
Anda dan istri adalah Bapak. Jika penyebabnya
emosi sesaat, rujuk merupakan pilihan terbaik.
Sebab, kembalinya M berarti mengutuhkan lagi
keluarga Bapak.
Langkah itu tentu tak sekadar menyenangkan
hati Ibu. Namun anak-anak juga akan memperoleh
kasih sayang utuh dari ayah dan ibu. Itu penting
bagi perkembangan kejiwaan mereka.
Membahagiakan Ibu saat beliau tua adalah perbuatan
terpuji dan merupakan bakti anak pada
orang tua. Alasan Ibu menginginkan Anda rujuk
dengan M juga berkait dengan kepentingan anakanak.
Cobalah hal itu jadikan bahan pertimbangan
dalam menentukan pilihan antara M dan L.
Menikah saat sudah ada anak, perlu
memikirkan pula dampaknya terhadap anak.
Apakah anak-anak bisa menerima L sebagai ibu
atau tidak? Sebaliknya, apakah Ldapat menjadi ibu
yang baik bagi anak-anak atau tidak?
Rida Allah ada dalam rida orang tua, terutama
ibu. Semoga itu jadi bahan pertimbangan Bapak
untuk memutuskan. Jika Bapak rujuk dengan M
tentu menyenangkan hati Ibu serta membuahkan
kebahagiaan bagi anak-anak. Mereka akan menemukan
kembali kehangatan dan kasih sayang ayah
ibu, yang hilang beberapa saat. Semoga Allah
memberikan kembali kebahagiaan berkeluarga
bagi Bapa. (51)

(Suara Merdeka 11 November 2010 h. 19)

Rabu, 03 November 2010

Gantikan Tugas Suami

Tanya:
Setahun lalu suami saya di-PHK. Setelah itu dia
sakit sehingga tak dapat bekerja. Saya yang semula
hanya mengurus anak, kemudian bekerja di kantor
swasta. Karena cuma berijazah SMA, gaji saya tak
mencukupi untuk beli obat suami dan kebutuhan
sehari-hari. Akhirnya saya cari tambahan, membantu
tetangga mencuci dan menggosok pakaian.
Sejak bujangan suami saya sering diberi tanggung
jawab mengurus keluarga. Meski bukan anak
tertua, dia diserahi banyak urusan oleh orang tuanya.
Setelah dia menikahi saya, saudaranya sering minta
bantuan.
Karena kini suami saya sakit, mereka curhat pada
saya. Saya pun sering membantu keluarga suami
tanpa sepengetahuannya. Saya khawatir jika dia
tahu justru menambah beban pikiran dan memperparah
penyakitnya.
Bolehkah saya menyembunyikan persoalan itu di
hadapan suami? Samakah itu dengan berbohong?
Adakah keharusan memberitahukan segala urusan
rumah tangga pada suami? (Ny Titin)

Jawab:
Ibu Titin merahasiakan persoalan saudarasuadara
pada suami karena bermaksud baik. Ibu tak
ingin membebani pikiran suami yang sakit. Itu tak
sama dengan berbohong untuk merugikan pihak lain.
Ibu juga telah bertugas sebagai istri sekaligus
pencari nafkah. Bahkan Ibu bertanggung jawab atas
saudara suami. Semua itu untuk meringankan beban
suami.
Pembagian tugas suami-istri adalah hasil kesepakatan
kedua pihak. Ketika suami sakit dan tak dapat
menjalankan kewajiban sebagai kepala keluarga,
istri dapat menggantikan.
Pada dasarnya istri penolong suami dan suami
penolong istri. Karena itu Allah menyuruh para suami
memperlakukan istri secara baik (Surah An-Nur:19).
Begitu pula sebaliknya.
Jadi tak ada istilah îberebut kedudukan sebagai
kepala keluargaî, karena peran itu tak menyebabkan
seseorang lebih tinggi dari pasangannya. Kini,
banyak perempuan jadi ibu sekaligus kepala keluarga,
ketika suami tak dapat bertugas karena berbagai
sebab.
Langkah Ibu tak melaporkan setiap urusan keluarga
ke suami sudah tepat. Jika berita itu menggembirakan,
tak apa-apa disampaikan agar menambah
semangat segera sembuh. Bersabarlah. Jangan
lupa mohon pertolongan Allah agar suami segera
sembuh dan Ibu mendapat kembali kebahagiaan
berkeluarga. (51)
(Suara Merdeka 3 November 2010 h. 19)

Rabu, 27 Oktober 2010

Suami Tidak Peduli

Tanya:
Saya karyawati beranak dua. Si kecil dua tahun. Suami saya di-PHK dan kini dia yang mengasuh anak. Keputusan itu hasil musyawarah kami.

Beberapa waktu lalu, anak saya kena DB dan diopname di RS. Karena masih kecil, dia tak mau ditinggal. Saya kecewa karena suami jarang menengok anak kami yang sakit. Dia mengaku capek setelah seharian mencari pekerjaan, kemudian melayani kebutuhan ibu mertua yang sudah tak bisa jalan.

Saya memahami kondisi suami saya. Namun anak kami juga sering menanyakan sang ayah. Ketika itu saya sampaikan, suami saya diam saja. Sikap itu membuat saya sering merasa  sendirian karena tak ada lagi yang mau meringankan beban saya.

Terkadang timbul pikiran untuk bercerai karena suami tak sayang pada anak lagi. Namun bagaimana jika anak saya tak mau berpisah dari sang ayah? (Ny Ratri)

Jawab:
Ibu Ratri, suami Ibu kini bingung karena di-PHK. Jadi Ibu perlu sabar menghadapinya. Tampaknya suami Ibu termasuk bisa ngemong orang tua. Dia mau mendampingi orang tuanya yang sakit. Jika kemudian jadi kurang perhatian terhadap anak, mungkin dia tak bisa membagi waktu.

Mungkin jarak rumah dan RS jauh sehingga tak bisa menjangkau kedua orang yang sakit, yakni anak dan ibu.

Karena bekerja, Ibu perlu mencari waktu longgar untuk bicara dari hati ke hati tentang kepedulian suami pada anak. Dalam kondisi suami belum dapat pekerjaan, Ibu perlu mempertimbangkan beberapa hal untuk membuat keputusan. Mungkin suami merasa sudah berbagi tugas dengan Ibu.

Agar suami mengerti kesulitan Ibu selama mendampingi anak di RS, sebaiknya Ibu kemukakan pada suami. Jadi dia dapat mengerti harapan Ibu untuk meringankan beban pikiran dan perasaan. Mungkin suami Ibu juga merasakan beban berat karena belum mendapat pekerjaan. Itu ditambah ibu dan anaknya sakit.

Karena itu Ibu perlu mendengarkan keluhan suami sehingga tercipta saling memahami dan saling bantu untuk mengatasi kesulitan. Jadi Ibu tak perlu bercerai karena perceraian justru menambah masalah dan berakibat buruk terhadap perkembangan anak.

Ibu dapat membantu suami menciptakan lapangan kerja, misalnya membuka bengkel atau  usaha lain yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar diberi kemudahan memperoleh rezeki dan kebahagiaan rumah tangga. (51)

(Suara Merdeka 27 Oktober 2010)

Rabu, 20 Oktober 2010

Dicurigai Selingkuh

Tanya:
Saya karyawati beranak dua. Suami bekerja di
kantor swasta. Karena anak-anak sudah besar, saya
ikut kursus guru senam. Pelatihnya cowok, teman
sahabatku bernama R. Selesai senam, kami bertiga
sering pergi bersama. Terkadang kami belanja keperluan
sehari-hari di toko swalayan.
Suatu hari, ketika jalan-jalan di toko, kami bertemu
H, teman suami saya. H melaporkan kejadian di
toko itu ke suami saya. Suami saya marah dan setelah
itu selalu memata-matai saya.
Selain membuka kursus senam, saya ikut
kegiatan sosial yang terkadang menyita waktu.
Karena di lembaga sosial itu banyak teman lelaki dan
sering kontak lewat SMS, suami curiga dan menuduh
saya selingkuh. Jika marah, dia menuntut saya minta
maaf dan mengakui perbuatan yang dituduhkan.
Semua itu membuat hati saya sakit karena saya tak
pernah selingkuh.
Sekarang hubungan kami tak harmonis. Karena
tak bersalah, saya tak mau minta maaf. Namun
suami saya tetap pada pendiriannya. Terkadang timbul
dalam pikiran saya untuk bercerai. Namun anakanak
mencegah. Mereka ingin kami rukun kembali.
Bagamana cara meyakinkan suami bahwa saya
tak selingkuh? Saya juga tidak suka dituduh selingkuh.
(Ny Ratna)

Jawab:
Usaha Ibu Ratna mencari kesibukan dengan kursus
senam dan membuka kursus adalah baik.
Karena itu sebaiknya tempuh melalui cara yang baik
dan menghindarkan kecurigaan suami. Misalnya, tak
bepergian bersama cowok, meski tak melakukan hal
tercela. Sebagai istri, Ibu tentu sudah mengenal sifat
suami. Tuduhan selingkuh sesungguhnya merupakan
bentuk perhatian suami. Dia tak rela sang istri
jadi bahan gunjingan karena sering jalan bersama
guru senam yang cowok.
Untuk meyakinkan suami bahwa Ibu tak selingkuh,
ajaklah suami dalam kegiatan Ibu dan perkenalkan
pada teman-teman Ibu. Ibu bisa mempersilakan
suami memantau kegiatan Ibu di luar rumah.
Meski Ibu risi, jika cara itu membuat suami percaya,
biarkan saja.
Jika suami sudah yakin Ibu tak selingkuh, kepercayaan
suami akan pulih. Ibu perlu bersabar menghadapi
suami karena reaksi suami untuk mengawasi
tindakan Ibu muncul karena Ibu jalan bersama cowok
guru senam itu.
Ibu dan suami perlu saling memaafkan agar
keharmonisan rumah tangga tercipta kembali, sebagaimana
diinginkan anak-anak Ibu. Mohonlah petunjuk
dan bimbingan Allah agar Ibu dan suami rukun
kembali dan mendapat kebahagiaan dalam berkeluarga.
(51)

(Suara Merdeka 20 Oktober 2010 h. 19)

Rabu, 13 Oktober 2010

Putus Tunangan

Tanya:
Saya karyawati berusia 25 tahun. Sejak
lulus SMA saya langsung bekerja di kantor
swasta. Di kantor saya bertemu R. Kami
kemudian berpacaran. Setelah dua tahun,
kami sepakat bertunangan sambil menunggu
kakaknya menikah.
Selama masa menunggu itu, kami terpaksa
pisah tempat kerja. R dipindah ke kota K. Di
kota itu datanglah godaan dari J. Mereka
bertemu di kantor R. Tanpa sepengetahuan
saya, mereka menjalin cinta. Saya baru tahu
mereka berhubungan ketika saya berkunjung
ke kantor R dan mendapat berita dari teman
kantor R.
Pada waktu saya berkunjung itu, R dan J
baru makan siang bersama di luar kantor. Jadi
mereka tidak tahu saya berada di kantornya.
Ketika mereka tiba di kantor dan bertemu
saya, R terkejut dan J lari untuk bersembunyi.
Setelah saya tanyakan pada R tentang
hubungan dengan J, dia semula menolak
disebut pacaran. Namun akhirnya dia mengakui
dan minta maaf.
Akhirnya kami putus hubungan. Pertunangan
pun berakhir. Namun R tak mau.
Katanya, pertunangan itu seperti pernikahan.
Jadi untuk memutuskan hubungan harus ke
KUA.
Apakah hukum pertunangan sama seperti
menikah? Apakah jika kami putus pertunangan,
status saya sama dengan janda?
(Wiwin)

Jawab:
Mbak Wiwin, dalam Islam tak ada ajaran
tentang pertunangan. Jika lelaki dan perempuan
sepakat menikah, langsung melaksanakan
pernikahan tanpa melewati pertunangan.
Banyak orang berpandangan pertunangan
sama dengan pernikahan sehingga mereka
melakukan hal-hal selayaknya suami-istri.
Jika pertunangan putus, muncul sebutan
janda atau duda.
Karena Islam tak mengajarkan pertunangan
dan melarang orang yang belum menikah
hidup bersama, tak ada istilah perceraian
sebelum menikah.
Jadi Mbak Wiwin tak perlu ke KUA untuk
berpisah dari R karena belum pernah menikah
dengan dia.
Status Mbak Wiwin pun bukan janda karena
belum pernah menikah atau bercerai.
Semoga Mbak Wiwin mendapat petunjuk dari
Allah dan menemukan jodoh yang dapat
membimbing ke jalan yang benar. (51)
(Suara Merdeka 13 Oktober 2010 h. 19)

Rabu, 06 Oktober 2010

Tak Mau Memaafkan

Tanya:
Saya ibu rumah tangga beranak tiga. Si sulung mahasiswa,
sedangkan kedua adiknya SMA dan SMP. Sejak
melahirkan anak pertama, saya berhenti kerja karena tak
pengasuh anak. Setelah anak besar, saya membuka toko
kelontong untuk membantu suami mencukupi kebutuhan
keluarga.
Suami adalah sales perabot rumah tangga. Dia
terkadang bertugas ke luar kota dan tak pulang beberapa
hari. Saya tak pernah mempersoalkan jika dia tak pulang
melebihi hari biasa.
Suatu hari, teman saya berkunjung. Dia memberi tahu
pernah bertemu suami saya di kota M bersama seorang
perempuan. Ketika saat itu dia bertanya, suami saya mengakui
perempuan tersebut adalah saudaranya di kota M.
Padahal, dia tak punya saudara di kota itu.
Hal itu lalu saya tanyakan pada suami. Dia tak mengakui,
tetapi akhirnya minta maaf setelah saya tunjukkan SMS dari
perempuan yang jadi pacar gelapnya itu. Namun kemudian
dia pergi dan hidup bersama perempuan itu.
Lebaran lalu dia datang, minta maaf, dan menyatakan
ingin membina rumah tangga lebih baik dengan saya.
Namun saya belum bisa memaafkan. Bahkan saya menyuruh
dia pergi dan tak pulang lagi.
Apakah boleh tak memaafkan oring yang minta maaf?
Bagaimana saya mesti menggugat cerai suami yang telah
berselingkuh? (Ny Rina)

Jawab:
Ibu Rina, suami Ibu sudah menyia-nyiakan kepercayaan.
Ketika dipercaya bekerja di luar kota, dia punya WIL
dan bahkan hidup serumah. Karena itu saya bisa memahami
betapa Ibu memendam rasa sakit karena telah dikhianati.
Namun, sebagai manusia biasa, suami Ibu yang
bersalah telah meminta maaf. Tampaknya suami Ibu telah
merasakan betapa pahit punya WIL dan menyadari betapa
besar pengorbanan Ibu untuk mendukung dia.
Ibu rela melepaskan pekerjaan demi membesarkan
anak-anak. Ibu membantu mencari nafkah agar kebutuhan
keluarga tercukupi. Semua itu menggugah kesadaran suami
bahwa Ibu lebih baik daripada WIL. Karena itu dia ingin kembali.
Islam mengajarkan agar orang mau memaafkan orang
lain yang meminta maaf. Allah akan memberikan pahala bagi
orang yang memaafkan orang lain yang berbuat jahat
kepadanya (Surah Asy-Syura: 40). Jadi sebaiknya Ibu mau
memaafkan dia.
Untuk mengajukan gugatan cerai, Ibu perlu mempertimbangkan
kebutuhan anak-anak akan figur ayah. Ibu perlu
meminta pendapat anak-anak mengenai ayah mereka. Jika
mereka sudah tak menghargai dan malu atas perbuatan
sang ayah, Ibu dapat meminta pendapat mereka tentang
rencana bercerai.
Bila sudah mantap, Ibu bisa mengajukan permohonan
ke pengadilan agama terdekat. Mohonlah petunjuk Allah
sebelum memutuskan. Semoga Allah memudahkan jalan
Ibu beserta anak-anak untuk memperoleh ketenangan dan
kebahagiaan hidup. (51)

(Suara Merdeka 6 Oktober 2010 h. 19)

Rabu, 29 September 2010

Zakat setelah Lebaran

Tanya:
Saya mualaf, bekerja di bidang properti. Dulu
saya mendapat kemudahan memperoleh rezeki.
Namun beberapa bulan sebelum memeluk Islam,
saya ditipu rekanan sehingga saya stres. Saya
masuk rumah sakit dan di rumah sakit itulah saya
mendapat pencerahan dari seorang kenalan yang
menjenguk.
Dia pernah mengalami kejadian yang mirip
dengan saya. Bahkan lebih parah. Dia menyerahkan
semua peristiwa menyedihkan itu kepada Allah.
Akhirnya Allah mengembalikan semua rezeki yang
hilang. Bahkan lebih banyak daripada semula.
Saya sudah mengikuti saran dia, tetapi sampai
sekarang harapan saya belum jadi kenyataan.
Selama ini saya jarang memberikan harta untuk
orang tidak mampu, apalagi setelah tertipu.
Namun beberapa waktu lalu saya membaca
konsultasi LKPA yang memuat perlunya mengeluarkan
zakat untuk membersihkan harta. Hati saya
tersentuh dan berniat mengeluarkan zakat dari
tabungan yang tersisa. Apakah setelah Idul Fitri,
masih bisa memberikan zakat? (Rico)

Jawab:
Batasan waktu pemberian zakat harta atau
zakat mal adalah setahun. Harta berupa uang
tabungan perlu dizakatkan bila jumlahnya sudah
mencapai nishab (setara 94 gr emas). Zakat itu
merupakan ungkapan syukur atas anugerah dari
Allah.
Rezeki tak terbatas uang, tetapi juga kesehatan,
ketenangan hati, atau petunjuk menuju ke jalan
kebenaran. Allah akan menambah anugerah-Nya
bagi manusia yang mau mensyukuri nikmat yang
telah diterima. Namun bagi yang mengingkari atau
tak mau mensyukuri pemberian-Nya, Allah bisa
mencabut nikmat itu dan siksa dari Allah sangat
pedih.
Pengalaman kenalan Rico menunjukkan ada
kasih sayang Allah pada hamba-Nya yang mau
bersyukur. Dalam kodisi ekonomi terjepit, dia tetap
memberikan zakat dan melaksanakan ibadah lain
yang diperintahkan Allah.
Maka Allah mengembalikan harta yang hilang
dan menambahkan rezeki.
Karena itu, Rico tak perlu khawatir uang tabungan
akan berkurang karena diambil untuk membayar
zakat. Percayalah, Allah akan mengganti lebih
banyak. Itu jika ikhlas mengeluarkan zakat.
Yang perlu Anda lakukan adalah menyertai
dengan usaha dan doa karena tak ada rezeki turun
dari langit. Semua harus diusahakan dengan kerja
keras. Dan, jangan lupa berdoa, semoga Allah
memberikan kemudahan dalam memperoleh rezeki.
(51)*
(Suara Merdeka 29 September 2010 h. 19)

Rabu, 22 September 2010

Memperbaiki Diri

Tanya:
Saya ibu rumah tangga beranak tiga. Semua
sudah berumah tangga. Setahun lalu suami saya
meninggal. KIni, saya ditemani seorang kemenakan.
Untuk mengusir kesepian, saya buka toko kelontong.
Jika siang sibuk, saya bisa melalui hari tanpa rasa sepi.
Namun pada malam hari saya sering sedih. Hidup
terasa sepi dan hampa. Apalagi jika tak ada SMS atau
telepon dari anak-anak. Rasanya saya tak bersemangat
lagi untuk hidup. Bagaimana cara menghilangkan
kesedihan?
Soal materi, saya merasa cukup. Saya dulu mendapat
harta dengan meminjamkan uang dengan
bunga lebih tinggi dari bank. Mungkin itu yang disebut
riba. Kini itu saya hentikan sejak ikut pengajian di
mushala tak jauh dari rumah. Apalagi ketika mendengar
kata ustad, membungakan uang tak boleh. Kelak
pada hari kiamat, uang riba itu jadi bara api yang masuk
ke perut. Karena itulah saya tak lagi membungakan
uang. Namun apakah perbuatan saya dulu bisa
diampuni Allah? (Ny Tuti)

Jawab:
Semoga Ibu Tuti mendapat hidayah Allah untuk
kembali ke jalan yang benar. Rasa sedih adalah awal
kerinduan Ibu untuk mendapat kedamaian. Ibu akan
memperoleh ketenangan hati jika mendekatkan diri
pada Allah dengan shalat, membaca Alquran, dan
bertobat atas kesalahan masa lalu.
Riba dilarang Allah. Ibu kini menyadari riba
menyengsarakan orang lain. Perbuatan yang seolaholah
menolong itu, sebenarnya menambah beban
orang lain.
Dengan bunga tinggi, orang yang susah makin
susah untuk melunasi utang. Banyak peminjam hanya
mampu membayar bunga, tak dapat melunasi utang.
Akhirnya mereka kehilangan semua milik yang disita
orang yang meminjami.
Karena itu Allah memerintah orang yang melakukan
riba segera meninggalkan perbuatan itu dan
hanya mengambil pokok/tanpa bunga. Itu disebut
dalam firman-Nya (Surah Al-Baqarah: 278), “Hai,
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang yang bertakwa.”
Jika Ibu menyadari kesalahan pada masa lalu karena
membungakan uang, mohonlah ampun pada Allah.
Allah akan mengampuni dosa hamba-Nya yang sungguh-
sungguh bertobat. Untuk membersihkan harta,
keluarkan zakat bila telah mencapai nishab (setara 94
gr emas) dan haulnya (waktu sudah setahun). Berikan
zakat itu pada fakir miskin.
Bila belum mencapai ketentuan itu, keluarkan
sedekah. Semoga dengan tobat yang diikuti
pengeluaran zakat/sedekah, harta Ibu jadi bersih dan
hati Ibu pun tenang. (51)

(Suara Merdeka 22 September 2010 h. 19)

Rabu, 15 September 2010

Ibu Tak Memaafkan

Tanya:
Saya pegawai sebuah kantor, sudah menikah selama setahun secara siri. Sebelum menikah, L, suami saya, bekerja di tempat hiburan. Kami menjalin hubungan empat bulan. Ketika L dan orang tuanya hendak melamar, saya bilang pada Ibu. Namun Ibu tak setuju.

Ketika saya tanyakan alasan ketidaksetujuannya, Ibu menilai L terlalu genit dan kurang sopan pada orang tua. Yang paling tak disukai Ibu, L merokok. Karena Ibu tak merestui, kami pun menikah siri.

Setahun saya mendekati Ibu agar menerima L. Namun belum berhasil. Bahkan Ibu melarang saya mengajak L berlebaran ke rumah Ibu. Padahal, saya ingin pada hari raya ini Ibu memaafkan kami. Bagaimana caranya agar Ibu memaafkan kami? Juga memperbolehkan kami datang untuk merayakan lebaran di rumah Ibu? (Nani)
 
Jawab:
Ibu Nani, restu ibu sangat penting bagi kehidupan anak. Jadi usaha mendapat simpati Ibu bagi L tepat. Namun alasan Ibu tentang L benar pula. Perilaku genit, kurang sopan pada orang tua, dan kebiasaan merokok dapat memengaruhi  kebahagiaan rumah tangga, terutama setelah punya anak.

Perilaku L merupakan contoh tak baik bagi anak-anak kelak. Jika Anda ingin Ibu menerima L, hilangkan perilaku kurang baik itu. Sebaiknya L tahu hal-hal yang menyebabkan Ibu tak bisa menerima dia sehingga bisa jadi bahan introspeksi untuk memperbaiki perilaku.

Bu Nani perlu mohon maaf pada orang tua, terutama Ibu, yang sangat mencintai Anda. Karena pernikahan cuma sekali, perlu hati-hati memilih pasangan. Jika L mencintai Anda, tentu mau mengubah perilaku. Itu penting bagi kelangsungan hubungan Anda berdua dan orang tua.

Segeralah sowan Ibu lebaran ini. Jika Ibu belum mengizinkan datang bersama L, Anda bisa datang sendiri. Jika L sudah berubah lebih baik, sampaikan pada Ibu. Semoga Ibu berkenan dan merestui hubungan Anda dan L. Bila orang tua sudah setuju, segera menikah secara sah menurut hukum agama dan negara. Sebab, pernikahan siri tak memberikan perlindungan hukum pada istri dan anak. (51)

(Suara Merdeka 15 September 2010)

Rabu, 08 September 2010

Tarawih Rajin, Shalat Wajib Malas

Tanya:
Saya punya anak pelajar kelas II SMA.
Ramadan ini, dia rajin shalat tarawih. Tentu kami
senang. Namun ternyata dia rajin karena guru
mewajibkan menyerahkan catatan ceramah.
Sehari-hari pasti ada salah satu shalat wajib
yang dia lupakan. Terkadang hari ini tidak shalat
subuh, sedangkan keesokan harinya lupa zuhur.
Pernah saya tegur, tetapi dia menjawab
belum bisa rutin karena shalat Ayah saja bolongbolong.
Ketika jawaban itu saya sampaikan pada
sang ayah, dia menjawab sekarang sibuk. Jadi
terkadang tak ada waktu lagi untuk shalat. Dia
berjanji setelah pensiun akan rajin shalat.
Bagaimana caranya agar suami dan anak saya
rajin shalat? (Ny Rika)

Jawab:
Keinginan Ibu agar suami dan anak rajin shalat
sungguh terpuji. Shalat lima waktu wajib bagi
umat Islam.
Jadi, sesibuk apa pun, tak boleh meninggalkan
shalat karena manusia tak tahu sampai
kapan hidup. Jadi alasan suami Ibu akan rajin
shalat setelah pensiun, tidak tepat.
Ibu bisa menjelaskan pada anak bahwa shalat
dan puasa Ramadan wajib bagi umat Islam. Tak
boleh hanya puasa, tetapi meninggalkan shalat.
Suami dan anak Ibu sudah terkena aturan
syariat untuk mendirikan shalat. Karena itu, Ibu
perlu mengajak mereka agar tak lupa shalat. Juga
agar tak termasuk golongan orang yang celaka di
akherat, sebagaimana disebut dalam firman Allah
(Surah Al-Kautsar Ayat 4 dan 5), “Celakalah
orang-orang yang lalai mengerjakan shalat.”
Setiap ibu menginginkan anaknya bahagia
dunia dan akherat. Jadi jangan bosan-bosan
menanyakan sudah shalat atau belum pada anak
dan suami.
Ibu bisa bicara hati ke hati dengan suami tentang
peran orang tua dalam memberikan keteladanan
pada anak. Semoga cara itu menyadarkan
suami sehingga lebih rajin shalat dan anak Ibu
akan mengidolakannya.
Setiap datang waktu shalat dan anak masih di
sekolah, segera Ibu ingatkan lewat telepon atau
SMS.
Begitu pula suami. Jangan lupa, mohon pada
Allah agar suami dan anak Ibu diberi petunjuk
sehingga bisa menjalankan kewajiban agama,
termasuk rajin shalat. (51)
(Suara Merdeka 8 September 2010 h. 19)

Rabu, 01 September 2010

Ramadan yang Sepi

Tanya:
Saya gadis berusia 27 tahun, bekerja di kantor
swasta. Setahun lalu, saya pacar meninggal dunia lantaran
sakit. Sampai kini saya belum punya pengganti,
meski ada yang mendekati.
Sekian lama sendiri, timbul hasrat menjalin hubungan
dengan lelaki yang telah menyatakan cinta. Apalagi
orang tua dan saudara juga meminta saya segera
menikah.
Namun Ramadan ini saya teringat almarhum pacar
saya. Sebab, biasanya dia mengajak saya tarawih keliling
ke beberapa masjid. Kali ini, semua itu mesti saya
lakukan sendiri.
Beberapa bulan lalu, teman kuliah dulu menyatakan
ingin hidup bersama saya. Namun sampai kini belum
saya jawab. Saya sering terombang-ambing antara
perasaan ingin hidup sendiri atau berkeluarga. Hidup
sendiri terasa bebas, tanpa beban, meski acap terasa
sepi. Jika menikah, saya khawatir suami tak sebaik
almarhum pacar saya.
Bagaimana cara melupakan pacar saya? Apakah
saya dapat mengunjungi makamnya selama Ramadan
ini? Sebab, saya pernah mendengar tetangga menyatakan
ke makam pada Ramadan tak diperbolehkan.(Titin)

Jawab:
Mbak Titin, kami memahami betapa sulit menghapus
kenangan Ramadan bersama almarhum pacar.
Namun Anda harus bangkit, meninggalkan masa lalu
dan memikirkan masa depan.
Ramadan ini doakan almarhum diampuni dan diberi
pahala. Berziarah pada Ramadan tak dilarang. Namun
kunjungan ke makam untuk mendoakan yang telah
meninggal dan untuk mengingat mati. Jadi kita sadar
suatu saat kelak juga mati. Mengingat mati, seseorang
memperoleh dorongan untuk bersemangat beribadah
dan beramal.
Anda perlu juga memikirkan lelaki yang mendekati
dan menyatakan cinta. Dengan perkawinan, terjagalah
seseorang dari perbuatan dosa oleh desakan nafsu
syahwat. Menurut Islam, hukum perkawinan menjadi
sunah bagi orang yang mampu kawin tetapi masih bisa
menahan hawa nafsu sehingga tak terjerumus ke perzinaaan.
Namun jadi wajib jika seseorang mampu kawin
tetapi tak lagi mampu menghadapi desakan hawa nafsu.
Rasulullah menganjurkan umat Islam menikah karena
pernikahan lebih mampu menjaga mata dan kemaluan
dari yang larangan Allah (HR Jama’ah). Selain untuk
menjaga diri dari zina, dalam perkawinan suami-istri
dapat saling tolong dalam beribadah dan berbuat
kebaikan. Insya Allah, Anda mendapat pasangan hidup
yang lebih baik. Karena itu, cobalah membuka hati bagi
lelaki yang menyatakan cinta dan pilihlah yang
berpengamalan agama baik. Karena, kepatuhan menjalankan
agama membawa berkah ketenteraman
rumah tangga. Jangan lupa mohon petunjuk Allah dalam
memilih jodoh yang saleh dan dapat jadi teman dalam
beribadah. (51)

(Suara Merdeka 1 September 2010 h. 19)

Rabu, 25 Agustus 2010

Saya Ingin Bertobat

Tanya:

Saya ibu rumah tangga. Dua anak saya sudah bekerja. Saya cerai dari suami delapan tahun lalu karena menyeleweng dengan lelaki lain. Setelah berpisah, saya berganti-ganti pasangan, tanpa menikah.
Kini, saya terus terbayang semua dosa pada masa lalu. Terutama pada Ramadan ini, ketika masjid di sebelah rumah saya mengumandangkan azan subuh. Hati saya gelisah. Saya ingin shalat di masjid karena dulu saya sering shalat berjamaah. Namun jika ingat  dosa saya, saya merasa tak pantas menginjakkan kaki di tempat suci itu.

Saya juga takut mati dalam keadaan berdosa. Perang batin  itu mengakibatkan saya kurang tidur dan sekarang ini saya sakit. Saya  takut makin parah dan jika mati mendapat siksa karena dosa saya.
Saya ingin bertobat, tetapi bagaimana caranya? Jika sudah bertobat, apakah saya bisa shalat berjamaah di masjid dan boleh puasa? (Ratri)

Jawab:
Ibu Ratri, Ramadan ini Allah memberikan rahmat kepada hamba-Nya yang beriman. Insya Allah, Ibu termasuk yang mendapat rahmat Allah berupa petunjuk untuk kembali ke jalan yang benar. Ada kekuatan batin begitu kuat bagi Ibu untuk kembali shalat dan berpuasa yang merupakan kewajiban orang yang beriman.

Kesadaran Ibu akan kesalahan pada masa lalu merupakan jalan untuk bertobat. Ada beberapa langkah untuk bertobat. Pertama, menyesali dosa yang lalu dan berhenti melakukan perbuatan itu. Kedua, berjanji pada Allah untuk tak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Ketiga, melakukan perbuatan yang baik.

Jika Ibu sudah berniat bertobat, segeralah lakukan agar pikiran dan batin mendapat ketenangan. Jika Ibu sudah bertobat secara sungguh- sungguh, Allah akan mengampuni dosa Ibu, sebagaimana disebut dalam Surah At-Tahrim Ayat 8, “Hai, orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.

 Mudah-mudahan Tuhan menghapus kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.”
Setelah bertobat, segeralah lakukan perbuatan baik, seperti shalat lima waktu dan berpuasa sebagaimana keinginan Ibu. Pergilah ke masjid dan ikutlah shalat tarawih. Jika sudah sehat dan kuat, berpuasalah. Ibu dapat meminta maaf dari mantan suami atas kekhilafan pada masa lalu. Bila berkait dengan dosa sesama manusia, Allah akan mengampuni setelah manusia meminta maaf dari manusia lain.
Semoga selama Ramadan yang penuh rahmat dan ampunan Allah, Ibu memperoleh kembali jalan hidup yang lurus, tenteram, dan membahagiakan di dunia dan akherat. (51)
(Suara Merdeka 25 Agustus 2010)

Rabu, 18 Agustus 2010

Pengantin Baru saat Ramadan

Tanya:
Saya karyawati, telah menikah sebulan lalu. Saya
dan suami semula bekerja di kota berbeda, tetapi kini
tinggal sekota. Kami dari keluarga berpendidikan
agama kurang. Kami dari sekolah umum dan jarang
ikut pengajian karena sibuk.
Namun kami sepakat mulai Ramadan ini belajar
agama. Suami sudah membeli buku-buku agama dan
saya sudah membaca sebagian buku itu. Akan tetapi
ada beberapa hal tak saya peroleh dari buku itu, terutama
yang berkait dengan hubungan dengan suami.
Misalnya, apakah bergandengan tangan dengan
suami membatalkan puasa atau tidak? Sebab, ada
teman menyatakan persentuhan antara lelaki dan
perempuan membatalkan puasa.
Kita juga wajib mengeluarkan zakat fitrah. Namun
siapa yang wajib membayar zakat fitrah pembantu?
Kami atau orang tuanya? (Mia)

Jawab:
Mbak Mia, pengantin baru tentu masih dalam
suasana bulan madu. Ramadan tak menghalangi
acara bulan madu. Anda hanya perlu mengatur sesuai
dengan ketentuan agama. Misalnya, pada siang hari
tak boleh berhubungan seksual. Namun pada malam
hari boleh. Itu berdasar firman Allah dalam Surah Al-
Baqarah Ayat 187, “Dihalalkan bagi kamu pada malam
hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu.”
Puasa merupakan latihan untuk menahan diri dari
hawa nafsu agar tetap menjadi makhluk mulia.
Manusia yang menuruti hawa nafsu akan jatuh ke
tingkatan hewani yang hidup tanpa aturan. Manusia
yang menuruti hawa nafsu untuk makan bisa terjerumus
untuk mengambil rezeki yang bukan haknya. Yang
menuruti nafsu syahwat akan terjerumus ke hubungan
seks bebas sebagaimana hewan.
Karena itu orang yang hidup bersama tanpa ikatan
nikah disebut kumpul kebo. Sebab, cara hidup mereka
tak mengindahkan aturan atau norma kemanusiaan.
Jadi bergandengan tangan tak membatalkan
puasa. Yang disebut teman itu dengan sentuhan yang
membatalkan puasa adalah bahasa dalam Alquran
(lamastum an nisa’, yang berarti menyentuh perempuan
dalam pengertian hubungan suami-istri). Bahasa
Alquran adalah bahasa halus. Untuk menyebut hubungan
suami-istri, misalnya, digunakan kata “menyentuh”.
Itu pendidikan tata krama dari Allah agar tidak vulger.
Zakat fitrah wajib dilakukan setiap muslim yang
punya kelebihan makanan untuk keluarga dan jadi
tanggungan pada akhir Ramadan. Jadi yang wajib
mengeluarkan zakat fitrah bagi pembantu Mia adalah
suami Mia.
Selamat berpuasa. Semoga kegemaran membaca
buku agama berlanjut agar pengamalan beragama
makin baik dan sempurna.(51)

(Suara Merdeka 18 Agustus 2010 h. 19)

Rabu, 11 Agustus 2010

Puasa Kali Pertama

Tanya:
Saya karyawati yang baru beberapa bulan
memeluk Islam. Saya mendapat informasi mengenai
apa yang harus dilakukan menjelang puasa. Ada
teman memberi tahu, sehari sebelum puasa sebaiknya
mandi keramas. Namun dia tak tahu maksudnya. Dia
melakukan itu karena mengikuti kebiasaan orangorang
di kampung. Apakah mandi keramas sebelum
puasa harus dilakukan dan apa maksudnya?
Selain itu, saya berniat pada bulan Ramadan akan
belajar membaca Alquran. Menurut teman saya, wanita
haid tak boleh memegang Alquran. Berarti saya
harus menghentikan belajar selama beberapa hari
sampai usai haid. Apakah saya boleh tetap belajar,
tanpa menyentuh Alquran? Misalnya, orang yang
membuka dan menutup Alquran adalah guru mengaji
saya. (Ratna)

Jawab:
Mbak Ratna, selamat berpuasa Ramadan untuk kali
pertama. Allah memerintah umat Islam berpuasa agar
menjadi manusia yang bertakwa. Perintah itu termaktub
Surah Al-Baqarah Ayat 183, “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa.”
Takwa berarti patuh pada perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Orang yang bertakwa akan mendapat
kebahagiaan di dunia dan akherat.
Puasa merupakan ibadah untuk menyucikan batin
dari kotoran. Dengan puasa, manusia dilatih menahan
diri dari hawa nafsu yang merendahkan derajat
kemanusiaan, seperti makan, minum, serta berhubungan
seks tanpa batas atau sepuas hati.
Jika mampu menahan diri dari hawa nafsu, tumbuhlah
sifat terpuji, seperti cinta kepada sesama atau
peduli kepada fakir miskin, jujur, dan menjauhi sifat
tercela.
Karena puasa berfungsi menyucikan batin, sebagian
masyarakat Jawa melakukan tradisi jamas atau
keramas. Itu dianggap sebagai simbol penyucian diri,
dengan harapan pada Ramadan mudah memperoleh
petunjuk dari Allah karena hati telah bersih. Karena tradisi,
boleh dilaksanakan, boleh pula tidak.
Soal niat belajar membaca Alquran pada Ramadan
sangat tepat. Membaca Alquran memang amalan yang
dianjurkan. Untuk menjadi orang bertakwa, perlu
mengetahui jalan yang baik dan buruk menurut petunjuk
Allah. Itu bisa diperoleh dari Alquran.
Karena itu, umat Islam dianjurkan banyak membaca
kitab suci itu pada Ramadan. Karena Alquran ditulis
dalam bahasa Arab, perlu membaca dengan terjemahannya.
Jadi dapat memahami petunjuk Allah dengan
mudah, dan kemudian melaksanakan.
Wanita haid dan baru belajar membaca Alquran tak
dilarang tetap belajar membaca. Jangan lupa, memohonlah
kepada Allah agar diberi kemudahan memahami
dan mengamalkan tuntunan Islam. (51)

(Suara Merdeka 11 Agustus 2010 h. 19)

Rabu, 04 Agustus 2010

Kasihan Ibu

Tanya:
Saya pelajar SMK beradik tiga. Mereka masih
sekolah di SMPdan SD. Ibu saya PNS, sedangkan
Bapak kerja pada pemborong perumahan. Dulu,
ketika Bapak bekerja di kantor swasta, keluarga
kami tenang dan Bapak-Ibu rukun. Namun setelah
pindah kerja ke perumahan, Bapak sering keluar
kota dan jarang pulang ke rumah.
Tanpa sengaja saya pernah mendengar Bapak
dan Ibu bertengkar. Ibu menuduh Bapak telah selingkuh.
Ibu diberi tahu temannya yang tinggal di
perumahan yang dibangun Bapak bahwa Bapak
berhubungan dengan wanita pemilik warung makan
di kota tersebut.
Setelah pertengkaran malam itu, Bapak lebih
sering di luar kota. Ibu sering murung, bahkan pernah
saya lihat menangis. Saya ingin menolong Ibu,
tetapi tak tahu caranya.
Saya mulai membenci Bapak yang telah membuat
Ibu bersusah hati. Jika saya menulis surat dan
meminta Bapak bersikap baik pada Ibu, apakah kirakira
Bapak mau menuruti permintaan saya? (Alan)

Jawab:
Ananda Alan, berbeda pendapat bagi suami-istri
wajar. Pertengkaran itu umumnya berawal dari
perbedaan pendapat dan setiap pihak merasa
benar dan tak mau disalahkan.
Alan pernah mendengar Ibu bertengkar dengan
Bapak soal hubungan Bapak dengan wanita lain.
Ibu mendapat kabar tentang hubungan itu dari
teman yang sekota dengan tempat kerja Bapak.
Sebelum memercayai kabar itu, Ibu telah
menanyakan kebenaran berita tersebut pada
Bapak. Mungkin Bapak tak mengakui punya
hubungan dengan wanita itu, sehingga mereka
bertengkar.
Agar Ibu tak berlarut-larut sedih memikirkan berita
itu, segera saja laksanakan niat Alan membuat
surat kepada Bapak. Semoga surat itu menggugah
kesadaran Bapak akan kesalahannya dan kembali
rukun dengan Ibu.
Sebagai anak, Alan tak boleh membenci Bapak.
Karena berita dari teman Ibu itu pun perlu ditelusuri
kebenarannya. Andai benar, mohonlah Bapak
berterus terang pada Ibu dan mau meminta maaf
atas kekhilafan itu. Jika Bapak tak mau, Alan bisa
menulis surat lagi untuk mengulangi harapan Alan
dan adik-adik agar Bapak bersikap baik pada ibu
dan meninggalkan wanita lain itu.
Bukankah Ibu sudah bersusah payah membantu
Bapak mencari nafkah? Jadi seharusnya Bapak
menyayangi Ibu. Bukan malah menyakiti perasannya.
Jangan lupa, mohon pada Allah agar Ibu diberi
kesabaran menghadapi cobaan. Adapun Bapak
diberi petunjuk agar kembali ke jalan yang benar.
(51)
(Suara Merdeka 4 Agustus 2010 h. 19)

Rabu, 28 Juli 2010

Suami Berlaku Kasar



Tanya:
Saya karyawati beranak dua anak. Si sulung
remaja, sedangkan bungsu berumur tiga tahun.
Suami saya lebih tua, tetapi perilakunya acap tak terkendali
dan menuruti kemauan sendiri.
Saya menikah secara terpaksa, atas desakan
kakak. Sejak awal niat saya hanya ingin berbakti pada
kakak, pengganti almarhum ayah. Jadi meski tak
mencintai suami, saya tetap bertugas sebagai istri dan
ibu rumah tangga tanpa banyak tuntutan.
Kami sering bertengkar. Suami tak segan-segan
menampar. Dia juga kerap menggoda cewek melalui
SMS atau bertemu langsung. Saya sakit hati ketika
dia membela cewek yang sering mencarinya.
Padahal, cewek itu datang ke rumah pada malam
hari, tanpa keperluan jelas.
Banyak hal lain jadi pemicu pertengkaran. Selama
ini saya lebih banyak mengalah dan diam. Saya
berusaha mempertahankan rumah tangga demi
anak-anak. Mengapa suami saya keras hati dan
berperilaku kasar? Padahal, dia rajin shalat di mushala
dan pengajian. (Rina)
Jawab:
Ibu Rina, dalam pernikahan karena terpaksa ada
suami-istri yang tak bisa dekat, bahkan saling benci.
Namun ada pula yang rukun dan bahagia.
Semua tak lepas dari niat setiap pasangan dalam
menjalani pernikahan dan usaha untuk mendapat
ketenangan. Misalnya, upaya menciptakan kebersamaan,
kerukunan, dan saling pengertian. Jadi kasih
sayang tumbuh dan kembang.
Selama ini Ibu sudah berusaha memahami dan
sabar menghadapi kekurangan suami. Namun suami
tampaknya tak berusaha mengerti keinginan Ibu
untuk memperoleh perlindungan dan kehormatan terhadap
diri dan keluarga.
Semua tindakan suami justru bisa memperlemah
ikatan pernikahan. Dia masih kerap menggoda
cewek dan keluar malam tanpa tujuan jelas. Yang
memprihatinkan, dia acap berlaku kasar dan menyakiti
Ibu secara fisik dan psikis.
Suami Ibu tampaknya belum dapat menangkap
intisari shalat sehingga masih berbuat yang dilarang
agama, termasuk berlaku kasar pada istri. Padahal,
shalat secara benar akan mendorong orang menjauhkan
diri dari perbuatan keji dan munkar (Surah Al-
Ankabut Ayat 45).
Perbuatan kasar bertentangan dengan ajaran
Islam yang mengutamakan kedamaian dan kasih
sayang. Rasulullah dalam kehidupan rumah tangga
senantiasa bersikap baik kepada sang istri.
Karena itu, selain dari pengajian, suami Ibu perlu
menambah pengetahuan agama melalui buku soal
keteladanan Rasulullah, termasuk dalam kehidupan
rumah tangga. Ibu bisa membeli dan menaruh buku
itu di meja suami. Jangan lupa, mohon pertolongan
Allah agar suami diberi petunjuk ke jalan yang benar
dan Ibu sekeluarga diberi kebahagiaan. (51)*
(Suara Merdeka 28 Juli 2010 halaman 19)

Rabu, 21 Juli 2010

Utang Puasa

Tanya:
Saya siswa kelas II SMP. Ramadan
tahun lalu, saya sakit sehingga tidak puasa
12 hari. Saya baru mengganti puasa itu
tiga hari. Jadi masih utang puasa masih
sembilan hari.
Misalnya, saya belum bisa membayar
semua, bolehkah saya bayar tahun
depan? Ada teman bilang, jika punya
utang puasa tahun ini dan membayar
tahun depan, harus membayar lipat dua.
Apakah betul? (Novi)
Jawab:
Ananda Novi, setiap pemeluk Islam
wajib melaksanakan puasa Ramadan. Itu
berdasar perintah Allah dalam Surah Al-
Baqarah Ayat 183, “Wahai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.”
Suatu kewajiban perlu dilaksanakan
dan berdosa bagi yang meninggalkan.
Kecuali, dalam keadaan tertentu yang
diizinkan untuk tak berpuasa dan mengganti
pada hari lain. Mereka adalah orang
yang sakit atau dalam perjalanan, lalu
berbuka, maka wajib mengganti pada hari
lain.
Dan bagi yang berat menjalankan
puasa karena sudah tua, boleh membayar
fidyah atau memberi makan orang miskin
(Surah Al- Baqarah Ayat184).
Puasa wajib yang ditinggalkan
sebaiknya segera diganti setelah lebaran.
Mengingat, hidup seseorang tak dapat
diketahui sampai kapan. Jadi tak menyesal
bila sewaktu-waktu dipanggil Allah karena
utang puasa sudah terbayar.
Ananda sudah berusaha membayar
utang puasa tahun lalu, tetapi belum
semua. Segeralah menguatkan niat untuk
membayar sisanya sebelum masuk
Ramadan yang tinggal beberapa hari lagi.
Dalam Islam, utang puasa yang harus
dibayar sebanyak yang ditinggalkan
(Surah Al-Baqarah Ayat 184). Jadi tak ada
kelipatan jika terlambat membayar utang
puasa.
Puasa banyak bermanfaat bagi manusia,
antara lain untuk mengendalikan amarah
atau menjauhkan diri dari perbuatan
tercela.
Jika kita melaksanakan puasa secara
ikhlas dan sungguh-sungguh akan terbentuklah
jiwa yang bersih dan perilaku luhur
yang berujung ke kebahagiaan hidup.
Selamat berpuasa. Semoga Allah memberikan
kekuatan sehingga Ananda dapat
berpuasa lebih baik daripada Ramadan
tahun lalu. (51)*
(Suara Merdeka 21 Juli 2010 halaman 19)

Rabu, 14 Juli 2010

Makin Jadi Pemarah

Tanya:
Saya karyawati beranak dua. Suami saya sudah pensiun. Usia saya dan suami selisih tujuh tahun. Saya mengenal dia sebagai penyabar dan penuh pengertian. Karena itu, beda usia cukup banyak tak  masalah bagi saya. Mungkin karena sejak kecil saya merindukan figur ayah, yang meninggal sewaktu saya berumur tiga tahun.

M, suami saya, juga bisa memahami saya. Namun semua sifat itu sekarang berubah. Dia jadi pemarah. Dan yang lebih menyakitkan, dia sering menuduhkan beberapa perbuatan yang tak pernah saya lakukan.

Selain jengkel, saya terkadang kasihan kepada dia. Karena, pertambahan usia semestinya membuat dia makin sabar dan berpikiran positif.

Saya pernah mendengar ustad menyebutkan ciri orang yang meninggal secara baik atau khusnul khatimah, yakni makin tua kian sabar dan berperilaku baik kepada istri, anak-anak, dan masyarakat. Apa yang mesti saya perbuat agar suami saya kembali jadi penyabar sehingga kelak bisa khusnul khatimah? (Ifa)

Jawab:
Ibu Ifa, kata ustad itu benar. Karena siapa pun tak tahu kapan kematian tiba, sebaiknya setiap orang mempersiapkan diri dengan selalu berbuat baik seperti diperintahkan agama. Termasuk, bergaul secara baik dan pantas dengan istri.

Suami Ibu semula punya sifat terpuji, seperti sabar dan penuh pengertian. Sekarang dia berubah jadi pemarah dan kerap berprasangka buruk. Bahkan sering menyakiti hati dengan melontarkan kata kasar dan tuduhan tak berdasar.

Sayang sekali. Memasuki usia tua semestinya lebih banyak beribadah dan berperilaku baik. Marah-marah dapat mendorong seseorang menyimpang dari aturan dan norma agama. Karena itu Islam  menuntun agar seseorang dapat mengendalikan amarah. Dengan berpuasa, misalnya, pemeluk Islam dilatih sabar. Karena puasa tak hanya mencegah dari makan dan minum, tetapi juga menghindarkan diri dari sifat tercela, antara lain marah.

Jadi, lebih baik suami Ibu mau berpuasa sunah untuk mendekatkan diri pada Allah dan membina kesabaran. Jika mau mengingatkan tentang keutamaan dan manfaat puasa bagi pengendalian diri, Ibu bisa membeli buku yang berkait dengan masalah itu.

Letakkan buku itu di tempat suami sering  duduk. Secara tak langsung dia akan melihat buku itu dan semoga tertarik membaca. Jangan lupa  berdoa pada Allah dan mohon petunjuk agar suami Ibu memperoleh kesabaran pada hari tua. (51)
(Suara Merdeka 14 Juli 2010)

Rabu, 07 Juli 2010

Ragu untuk Menikah

Tanya:
Saya janda, belum punya anak. Suami meninggal tiga tahun lalu. Untuk mengusir kesedihan, saya mencari pekerjaan dan diterima di kantor swasta. Di kantor itu, saya bertemu M. Teman lama itu bekerja di bidang yang sama.

Kami sering bekerja sama menyelesaikan pekerjaan kantor. Tanpa terduga, dia menyatakan mencintai saya. Dia ingin berumah tangga dengan saya.

Dia menuturkan pernah menikah, tetapi bercerai setelah punya anak dua. Mendengar cerita itu, saya berpikir jauh untuk menerima  menikah. Saya tak mau tertipu oleh cerita itu, sebelum mendengar dari mantan istrinya. Namun sampai kini saya belum bertemu L, mantan istrinya.

M mendesak saya memutuskan mau menikah atau tidak. Dalam hati, saya memang simpati pada M. Namun saya ragu menikah dengan dia.
Bagaimana jika kami menikah siri dulu, sembari saya mengenal kehidupan M dan anak-anaknya? Setelah cocok, baru kami lanjutkan dengan menikah di KUA. (Lala)

Jawab:
Mbak Lala, simpati dapat berkembang menjadi cinta. Kehati-hatian menerima pinangan M sudah tepat. Keputusan untuk menikah bukan perkara kecil karena pernikahan itu untuk seumur hidup.

Pernikahan, menurut tuntunan agama, untuk mencari ketenangan  hidup dan saling menyayangi (Surah Ar-Rum Ayat 21). Jika dapat membina rumah tangga yang tenang dan bahagia, suami-istri bisa mengerjakan banyak urusan duniawi dan ukhrawi bersama-sama dan saling dukung.

Karena itu proses menuju ke pernikahan dan sesudahnya untuk membina cinta kasih dan ketenteraman berkeluarga selama-lamanya. Pernikahan, menurut tuntunan Rasulullah, perlu diumumkan melalui walimahan agar diketahui banyak orang sehingga tak menimbulkan fitnah.

Pernikahan siri menimbulkan banyak penderitaan bagi perempuan. Karena tak tercatat di KUA sebagai lembaga resmi yang menangani dan mencatat pernikahan bagi pemeluk Islam, perempuan tak memperoleh perlindungan hukum dari negara berkait dengan hak sebagai istri.

Misalnya M lari dari tanggung jawab sebagai suami dan ayah, Anda tak dapat menuntut lewat pengadilan. Anak yang lahir dari pernikahan itu pun tak mendapat hak sebagai anak M. Sebab, secara hukum adalah anak sang ibu dan hanya memiliki hubungan nasab/keturunan dengan ibu dan keluarganya (Kompilasi Hukum Islam Pasal 100).

Karena itu, bicaralah dengan M tentang kelangsungan pernikahan. Kalau bisa, binalah hubungan yang baik dengan mantan istri M dan mintalah maaf atas kesalahan Anda dan M. Sambil memilih jalan terbaik, dekatkan diri pada Allah. Mohonlah ampun atas segala dosa Anda dan M. (51)
(Suara Merdeka 7 Juli 2010)

Rabu, 30 Juni 2010

Akibat Perceraian

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, punya dua anak. Semua sekolah. Si sulung SMA, sedangkan adiknya SMP.

Saya pernah bercerai dari suami, tetapi rujuk lagi. Kami bercerai karena suami suka berjudi dan mabuk. Sewaktu hendak rujuk, dia berjanji tak akan mengulangi kebiasaan itu. Ternyata cuma berhenti beberapa bulan. Sekarang kambuh lagi.

Saya tak tahan perlakuan kasar suami terhadap saya dan anak-anak. Jika kalah judi, dia marah dan tak segan-segan menampar kami.   Saya sudah cukup bersabar. Namun setelah tak ada perubahan, saya  minta cerai.

Cuma satu kekhawatiran saya jika jadi bercerai, yakni nasib anak-anak. Sebab, ketika kami cerai dulu, anak-anak sering tak pulang karena takut dimarahi sang ayah. Si sulung sering tidur di rumah teman, sedangkan adiknya pulang ke rumah neneknya. Bagaimana  sebaiknya agar kami bisa cerai dan anak-anak bisa ikut saya? (May)

Jawab:
Ibu May, Ibu sudah bersabar atas perilaku suami yang tak mau menghilangkan kebiasaan yang dilarang agama. Judi mengakibatkan  keluarga sengsara. Orang yang kecanduan judi akan berupaya menebus kekalahan dan bermimpi menang terus. Mereka tak segan-segan berbuat jahat bila kecewa karena kalah judi seperti suami Ibu.

Masih banyak akibat negatif lain karena perjudian. Karena itu Islam melarang perjudian (Surah Al-Baqarah Ayat 219).

Jika Ibu hendak mengajukan permintaan cerai, ajaklah anak-anak bicara; apakah mereka mau ikut Ibu jika terjadi perceraian. Bila mereka mau, Ibu dapat mengajukan hak asuh anak ke pengadilan agama.

Jika suami tak mau menceraikan, Ibu dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.

Anak-anak perlu dijauhkan dari pengaruh buruk sang ayah, seperti  berjudi, mabuk, dan berlaku kasar. Lingkungan keluarga yang damai akan membuat anak tenang belajar .Sebaliknya, suasana keluarga penuh ketegangan dan contoh tak baik dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak.

Ibu dapat mengemukakan alasan itu ke majelis hakim agar dijadikan pertimbangan dalam menentukan hak asuh anak. Jangan lupa mohon petunjuk dan kekuatan dari Allah agar Ibu dapat membesarkan dan  mendidik anak-anak menjadi saleh dan berbakti pada orang tua. (51)
(Suara Merdeka 30 Juni 2010)

Rabu, 23 Juni 2010

Sekolah atau Menikah

Tanya:
Saya barus tamat dari SMA tahun ini. Orang tua saya tinggal Ibu. Bapak meninggal tiga tahun lalu. Saya anak pertama. Adik-adik saya  empat orang. Semua masih sekolah. Untuk membiayai sekolah, kami mengandalkan pensiun almarhum Bapak dan mendapat bantuan Paman H, sepupu Ibu. Ibu berjualan nasi di rumah untuk mencukupi kebutuhan makan.

Sepeninggal Bapak, saya mau berhenti sekolah. Saya kasihan pada Ibu yang harus banting tulang mencukupi kebutuhan kami. Namun Paman H melarang. Dialah akhirnya yang membiayai sekolah saya.

Paman punya anak lelaki bernama J yang lebih tua dari saya. Dia sudah bekerja dan masih bujang. Di luar pengetahuan saya, Paman bermaksud menjodohkan dia dan saya. Ibu setuju, asal saya tamat SMA.

Usai pengumuman ujian lalu, Paman datang dan berbicara dengan Ibu soal rencana pernikahan saya dan J. Setelah Paman pulang, Ibu memberitahukan soal perjodohan itu. Dia meminta saya tak mengecewakan Paman.

Dalam hati saya masih ingin sekolah seperti teman-teman. Tetapi saya juga tidak mau mengecewakan ibu dan paman. Apakah saya masih bisa sekolah setelah menikah? Bagaimana jika J tak setuju? Apakah saya harus menuruti kehendaknya? (Ruly)

Jawab:
Ananda Ruly, berbahagialah karena lulus ujian. Ruly juga punya ibu yang tangguh dalam berjuang membesarkan anak-anak sepeninggal Bapak. Ibu juga menginginkan Ruly bisa terus sekolah. Maka Ruly tak boleh berhenti sekolah
Begitu pula ketika Paman H akan menjodohkan Ruly dan J, Ibu meminta pernikahan itu menunggu Ruly lulus SMA.

Kalau masih ingin melanjutkan sekolah, cobalah bicarakan dengan J. Kemukakan  tujuan sekolah lagi dan manfaatnya bagi masa depan keluarga.

Selain ilmu itu bermanfaat untuk Ruly, semangat menuntut ilmu itu jadi contoh bagi anak-anak kelak. Mintalah pendapat J mengenai jurusan yang bisa mengantarkan Ruly jadi pribadi mandiri.

Dengan demikian bisa membantu Ibu dan adik-adik yang masih membutuhkan biaya dan bimbingan untuk meraih cita-cita.

Ibu sudah memberikan contoh soal kemandirian perempuan. Dia mampu berdiri sendiri dan mengatasi kesulitan hidup sepeninggal suami.

Kalau Ruly setuju perjodohan itu, setelah menikah wajib mendengar kata suami. Kalau kata-kata itu baik, ikutilah. Klau menyimpang dari kebenaran, tak perlu ikuti. Karena sekarang Ruly belum terikat pernikahan, maka perlu tukar pikiran untuk mendapat persetujuan J.

Setelah menikah Ruly dapat melanjutkan kuliah. Yang penting mendapat izin suami. Kalau mengizinkan, dia akan mendukung sepenuhnya.
Jangan lupa mohon petunjuk dan pertolongan Allah agar diberi kemudahan dalam membina masa depan Ruly serta adik adik. (51)
(Suara Merdeka 23 Juni 2010)

Rabu, 16 Juni 2010

Korban VCD Porno

Tanya:
Saya ibu tiga anak; dua lelaki  dan seorang gadis. Anak gadis saya sejak SMP aktif dalam kegiatan sekolah. Sampai di perguruan tinggi, dia masih ikut kegiatan di kampus. K, salah seorang temannya, sering menelepon atau datang ke rumah. Tampaknya K ingin mendekati  anak saya. Namun anak saya tak suka. Dia pernah mengungkapkan hal itu pada kakak-kakaknya.

Suatu hari, R teman K mengantarkan undangan ulang tahun K di sebuah kafe di kota kami. Anak saya tak mau berangkat. Namun R mendesak agar mau berangkat bersama. Karena R teman perempuan anak saya sejak SMA, akhirnya anak saya berangkat.

Ternyata di kafe itu hanya ada beberapa  teman K. Setelah makan, mereka melanjutkan acara di rumah kontrakan R. Mereka menonton video porno. Anak saya menolak bergabung dan hendak pulang. R menghalang-halangi dan memaksa dia minum minuman bercampur obat. Anak saya pusing. Saat itulah K melakukan kekerasan seksual.

Akibat kejadian itu, anak saya trauma. Sampai kini dia acap menangis, menyesali peristiwa itu. Saya ingin merahasiakan peristiwa itu, tetapi dia minta saya menyampaikan melalui surat kabar agar remaja lain berhati-hati memilih teman dan jangan sampai tertarik melihat VCD porno. Menurut pendapat dia, tindakan itu bisa berakibat  fatal dan merugikan masa depan. Bagaimana caranya agar anak saya melupakan kejadian itu dan tak terus-menerus bersedih? Sebab, itu membuat hati pedih. (Ny Ratna)

Jawab:
Ibu Ratna, itulah kekejaman VCD porno yang bisa menghancurkan masa depan anak-anak kita. Putri ibu yang semula  energetik dan penuh aktivitas positif, kini acap merenung dan menyesali peristiwa yang tak dia kehendaki itu. Masih banyak korban lain yang menderita karena hamil sebelum menikah atau aborsi yang membahayakan jiwa.

Dibandingkan dengan anak lelaki, anak perempuan yang jadi korban menanggung akibat lebih berat.

Meski hati pedih, Ibu perlu mendorong sang putri bangkit dan melupakan kesedihan. Masa lalu yang  kelam itu perlu dijadikan pelajaran. Pihak berwajib pun perlu lebih tegas memberikan sanksi hukum bagi pembuat atau pengedar VCD porno karena perzinaan dilarang agama.
Melihat aurat lelaki atau perempuaan atau melihat perbuatan zina, baik langsung maupun tidak seperti dalam VCD, juga dilarang agama. Dan, terbukti menimbulkan banyak penderitaan dan kerusakan.

Putri Ibu yang tak ingin jatuh korban lagi perlu didukung. Dia bisa menjadi relawan untuk menjelaskan bahaya pornografi. Kegiatan positif semacam itu dapat mengurangi kesedihannya. Ibu juga dapat mendampingi dan memberikan penguatan sewaktu sang putri sedih atau tak bersemangat lagi menempuh hidup ini.

Jangan lupa, ajaklah putri Ibu mendekatkan diri pada Allah dengan ibadah. Mohonlah pada-Nya agar putri Ibu diberi kekuatan untuk menyongsong masa depan lebih cerah. (51)
(Suara Merdeka 16 Juni 2010)

Rabu, 09 Juni 2010

Jadi Istri Simpanan

Tanya:
Saya pegawai kantor swasta. Di kantor hanya ada lima karyawati. Semua sudah menikah, kecuali saya. Tahun lalu, pacar saya melamar. Keluarga kami sepakat menikahkan kami tahun ini. Namun calon suamiku akhir tahun lalu ditugaskan ke pulau seberang. Di sana dia tergoda perempuan lain. Karena dia tak mau meninggalkan cewek itu, saya memutuskan mengakhiri hubungan kami.

Meski sakit hati, saya berusaha tegar. Kesedihanku diketahui H, pemimpin saya. Dia memberikan cuti agar saya bisa menenteramkan pikiran. Selama saya libur, H selalu menelepon dan menghibur. Karena dia suka humor, saya merasa terhibur dan dapat melupakan kesedihan.

Sewaktu kontrak rumah saya habis, H menawari saya tinggal di rumahnya yang digunakan ketika bertugas di kota B. Saya terima tawaran itu. Sejak saya tinggal di rumah itu, H sering datang. Akhirnya  kami saling menyayangi.

Kami nikah diam-diam, karena H sudah punya istri dan anak di kota P. Hubungan kami diketahui istri H. Dia minta saya meninggalkan H. Dia mengancam melaporkan saya ke kantor pusat agar dipecat. Saya bingung karena saat ini mengandung anak H. Apakah saya harus mempertahankan H, meski kehilangan pekerjaan? (Ruly)

Jawab:
Ibu Ruly, sejak bertemu Ibu sudah tahu H punya istri dan anak. Karena sedih setelah putus cinta, Ibu tak berpikir panjang menerima  H. Sebagai lelaki beristri, H tahu persis bagaimana menarik hati Ibu yang terluka. Tanpa terasa Ibu menganggap H tulus, tetapi ternyata menjerumuskan ibu ke persoalan baru yang sulit dihindari.

Soal tuntutan istri H, perlu Ibu bicarakan dengan H. Bagaimana pertanggungjawaban H atas anak dalam kandungan Ibu setelah lahir? Apakah akan Ibu besarkan dengan biaya dari H sampai anak itu dewasa atau Ibu relakan dibesarkan H dan sang istri?

Kejelasan soal itu perlu Ibu bicarakan agar tahu seberapa besar tanggung jawab H terhadap Ibu dan anak Ibu. Janji H perlu tertulis dan ada saksi yang menguatkan sehingga bisa Ibu jadikan pegangan jika dia ingkar.

Setelah mendapat kepastian tanggung jawab H, Ibu dapat melepaskan H agar kembali ke keluarganya. Karena istri H dan anak mereka butuh keutuhan keluarga. Semoga keikhlasan Ibu mengembalikan H membukakan hati istri H dan anak mereka sehingga mau menerima anak Ibu kelak sebagai bagian dari keluarga mereka.

Mohonlah ampun pada Allah atas kekhilafan Ibu. Mohonlah petunjuk dan bimbingan-Nya agar Ibu dapat mendidik anak Ibu jadi anak saleh yang bermanfaat dan menyenangkan hati orang tua. (51)
(Suara Merdeka 9 Juni 2010)

Rabu, 02 Juni 2010

Dituduh Selingkuh

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, punya tiga anak. Suami karyawan swasta bergaji mingguan. Karena penghasilan suami belum mencukupi, saya ingin mencari tambahan. Saya mengikuti kursus rias pengantin dan kecantikan di luar kota, sehingga urusan rumah tangga sering kacau. Misalnya, saya tak sempat masak untuk keluarga karena tergesa-gesa berangkat kursus.

Saya juga ikut kegiatan sosial yang terkadang menyita waktu. Karena di lembaga sosial itu banyak teman lelaki dan sering kontak lewat SMS, suami curiga. Dia menuduh saya selingkuh. Suami meminta saya minta maaf dan tak mengulangi perbuatan yang dituduhkan itu.

Saya sakit hati karena tak pernah selingkuh. Kini, hubungan kami tak harmonis. Karena tak bersalah, saya tak mau minta maaf. Bagaimana  sebaiknya, Bu? (Titin)

Jawab:
Maksud Ibu membantu suami menambah penghasilan baik. Karena itu perlu cara yang baik pula agar tujuan itu tercapai dan menambah kebahagiaan keluarga. Sebagai ibu rumah tangga, Ibu merasa bersalah karena tak dapat menyediakan makanan untuk keluarga sebagaimana selama ini.

Karena punya banyak kegiatan, Ibu perlu merencanakan semua agar terlaksana dengan baik. Jika berangkat kursus atau kegiatan, Ibu  tentu harus bangun lebih awal dan sudah menyiapkan bahan yang dimasak pada sore hari. Jadi pagi hari, masakan dapat  tersaji dalam waktu singkat. Masakan sendiri lebih terjamin bersih dan sehat sehingga Ibu sekeluarga terjaga dari gangguan kesehatan.

Soal kecurigaaan suami, Ibu perlu menyikapi dengan sabar. Sebaiknya Ibu bicara dari hati ke hati. Yakinkan suami bahwa tuduhan itu tak benar. Ibu bisa tunjukkan SMS itu ke suami. Persilakan suami mencari bukti di lembaga sosial itu untuk membuktikan tuduhan perselingkuhan tersebut benar atau tidak.
Menuduh selingkuh istri yang baik-baik perlu dihindari. Apalagi jika tak punya bukti. Sebab, dapat menyebabkan saling benci dan memutus ikatan perkawinan. Dalam Alquran disebutkan, suami yang menuduh istri berzina tanpa saksi selain dirinya, harus bersumpah empat kali   atas nama Allah bahwa dia telah bersumpah dengan sebenarnya. Dan, sumpah kelima, dia sanggup menerima laknat Allah bila sumpahnya palsu. Istri juga harus bersumpah sama bahwa sang suami telah bersumpah palsu dan sanggup menerima laknat Allah bila sumpah sang suami benar (Surah An-Nur: 6-9).

Ibu Titin dan suami tentu menyayangi anak-anak dan tak ingin mereka menderita karena ibu dan ayah saling benci karena tuduhan yang  belum tentu benar. Ibu dan suami perlu saling memaafkan agar tak sampai bersumpah yang berujung pada laknat Allah. Mohonlah ampunan dan petunjuk Allah agar mendapat kebahagiaan dan rezeki yang halal. (51)
(Suara Merdeka 2 Juni 2010)

Rabu, 26 Mei 2010

Dilarang Bekerja

Tanya:
Saya ibu dua anak remaja yang duduk di SMA. Suami wiraswasta bidang percetakan. Peningkatan biaya pendidikan anak-anak membuat penghasilan suami tak mencukupi kebutuhan kami.
Saya ingin bekerja karena punya ijazah kursus komputer. Namun suami tak mengizinkan. Menurut pendapat dia, suami wajib mencari nafkah bagi keluarga. Sejak muda suami memang suka jaga gengsi dan tak mengizinkan saya bekerja.

Kami sering bertengkar karena kondisi keuangan yang kurang. Namun dia tetap melarang saya bekerja. Padahal, anak pertama tahun ini lulus SMA dan ingin melanjutkan sekolah. Apakah saya boleh bekerja, tanpa izin suami? (Arini)

Jawab:
Ibu Arini, ketenangan rumah tangga antara lain ditentukan oleh ketercukupan kebutuhan pokok. Pendidikan anak termasuk kebutuhan pokok. Sebab, pendidikan adalah bekal bagi kehidupan anak. Ilmu  tak akan habis dalam perjalanan waktu. Berbeda dari bekal lain, seperti uang, jika tak cermat mengelola bisa habis.

Islam tak melarang perempuan bekerja. Rasulullah Muhammad SAW tak pernah melarang sang istri, Siti Khadijah, tetap berdagang. Apalagi Siti Khadijah berdagang sejak sebelum sang suami jadi rasul.
Perempuan bekerja dapat membantu suami mencukupi kebutuhan rumah tangga. Juga dapat beramal kebaikan yang perlu ditopang uang, seperti kegiatan keagamaan dan sosial.

Agar niat mencari tambahan rezki memberikan ketenangan dalam rumah tangga, sebaiknya Ibu bicarakan dengan suami. Jika suami keberatan Ibu bekerja mungkin karena khawatir rumah tangga tak terurus, Ibu dapat memilih pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah. Misalnya, buka salon, jahitan, toko kelontong, atau usaha lain sesuai dengan minat dan kemampuan Ibu.

Semoga suami memahami dan menerima niat baik Ibu. Dengan izin suami, pekerjaan akan lancar. Karena suami akan mendukung  usaha Ibu dan Ibu dapat menjalani dengan hati tenang. Ketenangan dalam bekerja berpengaruh terhadap hasilnya sehingga bisa membuat usaha berkembang.

Dunia usaha tak lepas dari kesulitan. Karena itu kerja sama suami dan istri sangat perlu. Mungkin suatu saat Ibu perlu bantuan suami untuk mengatasi persoalan dalam pekerjaan. Maka izin suami tak bisa ditinggalkan agar kerja sama terjalin baik.

Sebagai pemeluk Islam, suami perlu meneladani sikap Rasulallah yang tak pernah melarang istri bekerja. Asal, pekerjaan itu dilakukan secara benar dan menyangkut barang atau pekerjaan yang halal. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar diberi kemudahan memperoleh rezki halal dan bermanfaat untuk dunia dan akherat. (53)
(Suara Merdeka 26 Mei 2010)

Rabu, 19 Mei 2010

Suami Tergoda Siswi

Tanya:
Saya ibu dari seorang anak yang masih kecil. Suami saya tentor yang memberikan pelajaran privat bagi siswa SMA. Beberapa kali saya mendapat informasi dari orang tak dikenal bahwa suami saya sering berboncengan dengan siswi berseragam sekolah. Namun saya tak pernah menanggapi.
Karena SMS itu tak berhenti, saya tunjukkan pada suami untuk menanyakan kebenarannya. Suami tak mengakui. Dia mengatakan itu fitnah.

Suatu hari saya mengikuti suami dari kejauhan. Ternyata tak jauh dari SMA di kota kami, dia berhenti dan menghampiri seorang siswi berseragam sekolah. Saya tak bisa melihat dengan jelas wajah siswi itu. Namun dari belakang saya seperti pernah melihat dia.

Lain waktu, tanpa sengaja saya melihat kembali suami bersama siswi itu. Ternyata dia R yang selama ini mengikuti les privat pada suami saya. Karena saya telah membuktikan, suami tak bisa mengelak. Meski semula terkejut dan marah, akhirnya dia mengakui. Suami saya memang bertemperamen tinggi. Namun saya tak mau dikhianati. Akhirnya kami saling berdiam diri.

Terkadang muncul keinginan saya untuk bercerai. Namun anak kami masih kecil. Apakah dia harus menjalani hidup ini tanpa kasih sayang seorang ayah? Apakah saya perlu bicara dengan siswi yang sering kencan dengan suami saya itu? (Ny Nila)

Jawab:
Ibu Nila, kami dapat memahami perasaan Ibu yang resah karena suami punya hubungan khusus dengan siswinya. Ibu juga sudah melihat suami sering bersama R. Suami juga mengakui hubungan itu. Jika mereka menjalin hubungan cinta dan Ibu ingin mempertahankan rumah tangga, Ibu perlu bertemu R. Mintalah dia menjauhi suami Ibu. Sebab, lelaki yang menjalin cinta dengannya adalah suami Ibu dan sudah punya anak.

Selain itu, Ibu perlu bicara pula dengan suami agar mengakhiri hubungan dengan R. Mengingat masa depan anak sangat membutuhkan bimbingan ayah dan ibu, hubungan harmonis dalam keluarga yang terganggu perlu Ibu bina kembali. Karena itu, Ibu mesti sabar menghadapi suami. Namun Ibu juga perlu bersikap tegas untuk menghentikan perilaku suami yang iseng. Sebab, perbuatan suami itu telah merusak citra guru yang seharusnya jadi anutan.
Jangan lupa berdoa pada Allah agar diberi kekuatan untuk mengajak suami kembali ke jalan yang benar. Jadi, Ibu bisa mendapatkan kembali kebahagiaan berkeluarga. (53)
(Suara Merdeka 19 Mei 2010)

Rabu, 12 Mei 2010

Bertengkar karena SMS

Tanya:
Saya ibu dua anak. Suami wiraswastawan ulet, pekerja keras. Tak jarang dia pergi pagi, malam baru pulang. Karena anak-anak sudah besar dan sibuk dengan kegiatan masing masing, saya sering kesepian. Untuk mengisi waktu, saya sering mengontak teman SMA yang tinggal sekota.

Di antara mereka ada T yang dulu dekat dengan saya. Dia sudah  menikah dan punya anak tiga. Dia suka bercanda dan sering SMS dengan bahasa gaul seperti anak muda.

Suatu hari, suami saya pulang siang. Ketika saya di kamar mandi, ada SMS dari T. Karena hp di meja kamar tidur, suami membaca SMS itu. Dia marah dan menuduhku selingkuh dengan T. Saya menyangkal karena tak ada apa-apa di antara kami.

Pertengkaran karena kecemburuan suami terjadi hampir setiap hari. Saya tak tahan lagi bersama dia. Namun untuk berpisah, saya  mempertimbangkan anak-anak. Apa yang mesti saya lakukan agar suami percaya saya dan T cuma berteman?  (Ita)

Jawab:
Ibu Ita, berkomunikasi dengan teman manusiawi. Bertukar kabar atau  bercanda lewat hp tak terlarang. Namun gurauan antara lelaki dan perempuan yang pernah dekat bisa menimbulkan kecemburuan suami. Itu menunjukkan suami amat mencintai Ibu dan tak mau kehilangan.

Karena itu, Ibu tak perlu mengimbangi kemarahan suami dengan  kemarahan pula sehingga bertengkar setiap hari. Lakukanlah sesuatu yang dapat mengembalikan kepercayaan suami. Tanyakan sikap apa yang dia inginkan agar rumah tangga kembali tentram dan damai. Ikutilah kemauan suami dan mintalah T tak menghubungi  Ibu lagi.

Setelah tenang, Ibu bisa bicara dari hati ke hati dengan suami bahwa T hanya teman biasa. Jika suami belum kenal T, Ibu dapat mengunjungi T beserta keluarga. Jika sudah kenal, kecurigaan suami tentu hilang. Selanjutnya Ibu tinggal menjaga kepercayaan sebagaimana suami kehendaki.    

Sikap Ibu yang tak mau berpisah dari karena mempertimbangkan  anak-anak menunjukkan Ibu sangat mencintai keluarga. Jangan lupa selalu mohon pada Allah agar diberi petunjuk dan kekuatan sehingga dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga. (53)
(Suara Merdeka 12 Mei 2010)

Rabu, 05 Mei 2010

Warisan Jadi Perselisihan

Tanya:
Saya  ibu rumah tangga, beranak dua sudah dewasa. Suami bekerja di kantor swasta. Dia tujuh bersaudara. Semua sudah berumah tangga  dan punya anak. Mereka tinggal di kota berbeda. Cuma kakak sulung yang tinggal sekota dengan kami.

Mertua saya sudah lama meninggal. Ketika masih hidup, mereka membagikan tanah pada setiap anak. Para saudara ipar di luar kota menitipkan urusan tanah itu pada suami saya, dari membersihkan rumput sampai membayar pajak.

Karena tanah itu jauh dari rumah, suami minta bantuan L untuk menjaga. Setahun lalu, L melaporkan batas tanah itu diubah P, menantu mendiang kakak sulung. Setelah kakak meninggal dua tahun lalu, anak sulungnya, istri P, mengelola tanah warisan itu. Kemenakan suami itu menganggur dan menjadikan hasil tanaman di tanah itu jadi sumber penghasilan.

Melihat perubahan batas tanah itu, suami menanyakan pada P. Namun P tak mengakui. Mereka bertengkar. Setelah itu, P dan sang isteri tak menyapa kami lagi. Bagaimana kami mesti menjalin hubungan baik seperti dulu? (Ny Rina)

Jawab:
Ibu Rina, pembagian tanah ketika orang tua masih hidup tentu bertujuan agar sepeninggal mereka tak ada masalah. Namun P mengubah batas tanah sehingga menimbulkan pertengkaran.

Karena lebih tua dari P, suami Ibu perlu menyikapi persoalan itu dengan sabar dan bijaksana. Kehidupan ekonomi P agak susah. Mungkin dia berharap para paman mengikhlaskan sedikit tanah warisan sebagai tambahan bagi sang istri yang kekurangan.

Suami Ibu sebaiknya mengajak P bicara dari hati ke hati untuk mengetahui tujuan mengubah batas tanah. Jika P dan sang istri ingin mengelola tanah itu untuk mencari penghasilan, cobalah bicarakan dengan saudara-saudara lain. Lebih baik pengelolaan tanah itu diserahkan pada P, sehingga bisa ditanami dan diambil hasilnya.

Mungkin P perlu diberi nasihat agar menjaga batas tanah masing-masing, kecuali ada yang mengikhlaskan dan memberikan pada kemenakan itu. Jika masih hidup, tentu orang tua senang ada yang mengalah, apalagi memberikan sebagian hak pada saudara yang kekurangan. Semoga, keluarga Ibu kembali rukun dan  warisan itu tak jadi sumber perpecahan. (53)
(Suara Merdeka 5 Mei 2010)

Rabu, 28 April 2010

Suami Mengingkari Anak

Tanya:
Saya seorang ibu rumah tangga beranak tiga. Suami saya telah lama merantau dan sebentar lagi mau pulang kampung. Dia ke luar pulau untuk bekerja di perkebunan bersama tetangga yang telah lebih dahulu bekerja di sana.

Sewaktu dia berangkat, anak kami baru dua. Saat itu ternyata saya hamil tiga minggu. Saya baru periksa ke dokter sesudah suami  berangkat. Menurut hasil pemeriksaan, kandungan saya sudah sebulan. Jadi awal kehamilan suami masih di rumah.

Setelah periksa, saya memberi tahu suami. Namun dia tak mau mengakui anak itu sebagai anaknya. Meski saya sudah memberitahukan hasil pemeriksaan dokter, dia tetap menolak.

Bagaimana saya bisa meyakinkan suami bahwa anak itu benar-benar darah-dagingnya? Jika dia tetap tak mau mengakui, apakah anak itu kelak tak bisa mendapatkan hak waris dari sang ayah seperti kakak-kakaknya? (Ny Tati)

Jawab:
Ibu Tati, sebagai isteri yang setia pada suami, tentu Ibu yang paling tahu anak ketiga adalah anak suami juga. Seharusnya suami tahu hal itu. Sebab selama menjadi suami Ibu, pasti dia tahu bagaimana kesetiaan Ibu.

Jika sekarang suami meragukan kesetiaan itu, Ibu perlu mencari tahu penyebab perubahan itu. Apakah ada kabar penyebab keraguan dia?  Setelah suami pulang, Ibu dapat menanyakan kenapa dia menolak mengakui anak ketiga.
Untuk memperkuat bukti bahwa anak itu anak suami, Ibu dapat mengajaknya bertemu dokter yang memeriksa kandungan. Mohonlah bantuan dokter untuk menjelaskan usia kandungan Ibu dan peran suami. Jika dia masih tak percaya, dokter dapat melakukan tes DNA. Jadi dapat memperjelas siapa ayah anak ketiga.

Jika sudah memperoleh kepastian siapa ayah anak itu, Ibu dapat pula memperoleh ketentuan tentang hak anak, seperti hak waris. Jika anak itu terbukti anak suami, dia berhak mendapat warisan dari sang ayah seperti kakak-kakaknya.

Mintalah suami tak membedakan sikap dan kasih sayang kepada anak-anak. Sebaiknya Ibu juga tak memberitahukan sikap suami yang meragukan anak ketiga pada orang lain, apalagi di hadapan anak-anak. Jadi anak-anak tak berubah sikap pada adik mereka.

Jangan lupa, berdoa agar Allah membuka pintu hati suami sehingga dapat menerima anak ketiga. Berdoa pula agar Ibu sekeluarga memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. (53)
(Suara Merdeka 28 April 2010)

Rabu, 21 April 2010

Ortu Belum Shalat

Tanya:
Aku pelajar kelas III SMA. Sekarang aku sedang harap-harap cemas menunggu hasil ujian. Lulus atau tidak? Pertanyaan itulah yang ada dalam pikiranku setiap hari.

Seperti diajarkan guru agama, aku selalu berdoa. Aku mohon pada Allah agar lulus ujian. Ketika teman-teman bercerita orang tua (ortu) mereka juga berdoa bagi kelulusan sang anak dengan shalat malam, aku hanya terdiam. Dalam hati aku menangis karena orang tuaku belum shalat.

Aku ingin ortuku membantu dengan doa, seperti ortu teman-temanku. Aku mau bilang pada ortu soal itu, tetapi takut dimarahi. Karena, ayahku kerap marah jika ditanya mengapa belum shalat.

Suatu ketika Nenek (ibu Ayah) datang. Tahu Ayah dan Ibu tak shalat, Nenek agak marah. Ayah menjawab sekarang sibuk sehingga tak punya waktu untuk shalat.
Ayah berjanji pada Nenek, kelak setelah pensiun akan shalat lagi. Bagaimana caranya agar ortuku mau shalat dan mendoakan aku agar lulus ujian? (Ryan)

Jawab:
Ananda Ryan, keinginanmu agar ortu mau shalat itu terpuji. Karena, shalat lima waktu adalah kewajiban bagi orang Islam yang tak dapat ditinggalkan.
Sesibuk apa pun, orang tak boleh meninggalkan atau menunda shalat karena manusia tak tahu sampai kapan hidup.

Karena itu alasan Ayah bakal shalat lagi setelah pensiun, tak tepat. Orang yang meninggalkan shalat termasuk golongan yang celaka di akherat. Allah berfirman (Surah Al- Kautsar: 4 dan 5), “Celakalah orang-orang yang lalai dalam mengerjakan shalat.”

Setiap anak tentu menginginkan ortu bahagia di dunia dan akherat. Ortu pun tentu menginginkan Ryan lulus ujian. Jika Ryan tak ingin ortu termasuk orang yang celaka karena tidak shalat, sebaiknya segera mengingatkan Ayah dan Ibu agar tak lupa shalat. Jika takut berhadapan, bisa melalui surat, telepon, atau SMS.

Kemukakan keinginan Ryan agar ortu membantu berdoa agar lulus ujian. Agar doa dikabulkan, Ayah dan Ibu perlu menjalankan perintah Allah, termasuk shalat wajib, dan menjauhi larangan-Nya. Tentu Allah akan meridai.

Doa orang yang diridai, insya Allah terkabul. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar Ayah dan Ibu diberi petunjuk dan kekuatan sehingga dapat mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Semoga Ryan lulus ujian dan berhasil mengajak Ayah dan Ibu shalat. (53)
(Suara Merdeka 21 April 2010)

Rabu, 14 April 2010

Mau Dimadu dengan Kemenakan

Tanya:
Saya karyawati di kantor swasta, punya dua anak balita. Suami saya berwiraswasta di bidang kebutuhan pokok. Untuk mengurus rumah tangga dan anak anak, saya dibantu seorang  pembantu yang cekatan. Pekerjaan rumah pun terasa ringan dan anak-anak terawat dengan baik.

Namun sewaktu pembantu pulang ke kampung karena ayahnya sakit, saya harus bekerja keras sendirian untuk menyelesaikan tugas rumah tangga. Saya sangat gelisah karena terpaksa menitipkan anak-anak ke rumah H, kemenakan saya yang tinggal tak jauh dari tempat tinggal kami.

Dia sudah janda karena suaminya meninggal dunia empat tahun lalu. Dia sabar dan pandai mengasuh anak, sehingga anak-anak kami  senang berada di rumahnya. Biasanya suami yang menjemput anak-anak karena lebih dahulu pulang ketimbang saya.

Saya tak mengira, ternyata suami saya mengaku jatuh cinta pada H. Dia ingin menikahi H. Waktu saya tanyakan hal itu, H cuma diam. Tak mau menjawab. Jika saya tak mengizinkan, apakah mereka bisa menikah? (Santi)

Jawab:
Ibu Santi, tugas istri yang bekerja dan punya anak-anak kecil memang tak ringan. Anak-anak belum bisa mandiri, sehingga untuk memenuhi semua kebutuhan mereka harus dilayani.

Apalagi Ibu juga harus menjaga kebersihan rumah, memasak, belanja, mencuci, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lain.

Itu terasa sekali ketika pembantu pulang ke kampung. Karena itu Ibu perlu membagi beban pekerjaan di rumah dengan suami ketika tak ada pembantu. Ibu sudah membantu suami mencari nafkah. Jadi suami pun perlu membantu mengatasi kerepotan Ibu.

Pembagian kerja di rumah tergantung pada kesepakatan antara Ibu dan suami. Jadi setiap pihak tak merasa terpaksa melakukan pekerjaan di rumah. Kerja sama dan saling bantu dapat mengukuhkan ikatan batin antara suami dan istri. Karena, bisa menjalani suka dan duka berumah tangga bersama-sama.

Soal rencana suami menikahi H, Ibu tak perlu risau. Karena, menurut ajaran agama, suami tak bisa menikahi kemenakan itu selama masih terikat tali pernikahan dengan Ibu. Agar suami dapat melupakan H, Ibu dapat meminta bantuan H menjauhi suami Ibu.
Selain itu, Ibu sebaiknya segera mencari pembantu agar tak perlu lagi menitipkan anak-anak pada H. Jadi tak ada alasan lagi bagi suami Ibu datang ke rumah H.

Selanjutnya, ajaklah suami bicara dari hati ke hati mengenai betapa perlu membesarkan anak-anak dalam keluarga yang utuh dan penuh  kasih sayang. Jadi, kelak, mereka dapat tumbuh jadi anak yang cerdas dan saleh. Jangan lupa, selalu memohon pada Allah agar dijauhkan dari semua godaan yang dapat menghancurkan rumah tangga Ibu. (53)
(Suara Merdeka 14 April 2010)

Rabu, 07 April 2010

Saya Ingin Tobat

Tanya:
Saya wanita berusia  23 tahun. Setelah tamat SMA, saya terjerumus ke lembah hitam. Orang pertama yang menjerumuskan saya  ke perbuatan terkutuk itu adalah M, pacar saya.

Pria yang bekerja di sektor swasta itu tega menjual saya pada  rekanan yang memberikan proyek besar. Setelah peristiwa itu, saya menjadi gadis panggilan. Bertahun-tahun saya menjalani pekerjaan itu tanpa menghiraukan akibat.

Sekarang saya terkena penyakit menular. Saya tak kunjung sembuh, meski sudah berobat. Saya tak bisa lagi bekerja dan lebih banyak di rumah. Sekarang saya menyesal atas dosa yang sudah saya kerjakan.

Saya sering menangis dan tak bisa tidur. Apalagi ketika ada orang meninggal. Sebab, saya membayangkan dosa sedemikian banyak yang telah saya lakukan dan harus saya pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Saya  ingin bertobat. Bagaimana caranya? Apakah tobat saya bisa diterima, mengingat begitu banyak dosa telah saya lakukan? (Este)

Jawab
Penyesalan atas kesalahan dan dosa merupakan awal perubahan ke arah yang baik. Banyak orang yang semula Bersalah atau berdosa kemudian menjadi lebih baik setelah menyadari kesalahannya.
Este, kini Anda menyadari pekerjaan yang selama Anda lakukan  menyimpang dari jalan yang benar. Perbuatan zina dilarang agama dan mendapat ancaman hukuman berat, yakni didera seratus kali bagi  yang belum bersuami/beristri dan didera sampai mati bagi yang  sudah bersuami/beristri (Alquran Surah An-Nur: 2).

Namun Allah Yang Mahapengampun dan Mahapenyayang akan mengampuni dan memasukkan ke surga umat yang mau bertobat dan memperbaiki kelakuan (Alquran Surah At-Tahrim: 8).

Karena itu, jika Este ingin bertobat, segera lakukan dengan cara   menyesali kesalahan dan meninggalkan perzinaan selama-lamanya. Mohonlah ampun pada Allah dengan mengucapkan istighfar dan berjanji tak akan mengulangi  dosa itu lagi. Sesudah bertobat, isilah sisa hidup ini dengan mendekatkan diri pada Allah dengan melaksanakan ibadah dan memperbanyak amal saleh.

Perzinaan mendatangkan banyak penyakit jasmani dan rohani sebagaimana Este alami. Banyak pezina mengabaikan bahaya  penyakit menular seksual yang dapat menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain yang tak berdosa. Sebab, suami atau istri dan anak-anak pezina bisa tertular penyakit.

Selain itu, perzinaan merusak keutuhan rumah tangga dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Karena itu, keputusan Este untuk meninggalkan dunia hitam sudah tepat. Begitu pula kesadaran bahwa hidup ini singkat dan waktu kematian tak dapat diketahui kapan datang.

Itu menjadi pendorong yang kuat bagi Este untuk segera  mengakhiri perbuatan dosa. Jangan lupa mohon petunjuk dan bimbingan Allah agar Este dapat mengisi hidup ini dengan perbuatan yang diridai-Nya. (53)
(Suara Merdeka 7 April 2010)

Rabu, 31 Maret 2010

Orang Tua Mau Cerai

Tanya:
Saya seorang pelajar SMA, punya seorang adik masih kelas II SD. Ibu saya bekerja di kantor swasta, dan ayah menganggur, karena kena PHK. Sejak ayah tidak belerja, ia sering marah. Saya dan adik menjadi sasaran kemarahannya.

Sudah lama  keadaan seperti itu  berlangsung. Saya sering pulang ke rumah nenek kalau ayah marah-marah. Ayah juga sering bertengkar dengan ibu.

Karena itu, saya jarang pulang ke rumah dan lebih senang di rumah nenek.

Waktu kemarin saya pulang ke rumah, ayah mengatakan kalau mau menceraikan ibu dan saya disuruh ikut ayah.

Saya hanya diam, tetapi dalam hati tidak mau ikut ayah, karena ia suka marah. Sekarang ini saya bingung, mau ikut ibu atau nenek. Kalau ikut ibu, takut dimarahi ayah, tetapi kalau ikut nenek, jarak ke sekolah jauh dan harus naik bus dua kali. Bagaimana sebaiknya bu?  (Reza)
  
Jawab:
Ananda Reza, setiap anak tentu ingin tinggal bersama orang tuanya dan melihat ayah dan ibu selalu rukun. Ketenangan dalam keluarga sangat diinginkan oleh anak-anak, karena dengan ketenteraman dalam keluarga, anak akan dapat belajar dengan tenang.

Pada umumnya suami dan istri juga ingin rumah tangganya tenang, anak-anak tumbuh cerdas dan shaleh. Mungkin ayah Reza sedang banyak pikiran, karena belum dapat pekerjaan, sehingga membuatnya sering marah. Terkadang orang yang baru banyak pikiran perasaannya menjadi sensitif dan merasa semua orang tidak ada yang mau membantunya.

Karena itu, rencana perceraian itu mungkin hanya merupakan pelampiasan kekesalan sesaat.

Kalau ayah kemarin pernah bicara tentang perceraian, tidak perlu dirisaukan.

Ada kalanya kalau masih jengkel atau marah, suami atau istri pikirannya akan sampai pada perceraian. Ibu Reza tampaknya sabar menghadapi ayah yang sering marah, karena belum dapat pekerjaan.

Maka, ibu tidak menanggapi rencana ayah yang akan menceraikannya.  Jadi, untuk sementara Reza masih bisa di tempat nenek, tetapi juga perlu pulang ke rumah agar dapat ketemu ibu dan membicarakan keinginan Reza agar rumah dapat kembali tenang.

Kalau Reza tidak bisa bicara langsung dengan ibu, dapat melalui surat. Ibu tentu akan senang kalau Reza mau bicara terus terang kepada ibu tentang perasaan Reza selama ini. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar ayah dan ibu bisa rukun dan ayah segera dapat pekerjaan. (37)
(Suara Merdeka 31 Maret 2010)

Rabu, 24 Maret 2010

Mau Nikah, Belum Bekerja

Tanya:
Saya seorang wanita berusia 25 tahun, belum bekerja, dan sudah tidak sekolah. Saya ikut kakak dan membantu mengasuh anaknya yang baru berumur dua tahun. Kakak dan suaminya semua bekerja di kantor swasta.  Beberapa bulan yang lalu saudara sepupu dari suami kakakku, bernama  Z, usianya 29 tahun, datang ke rumah kakak. Ternyata ia sedang mencari pekerjaan. Tiap hari ia memasukkan lamaran kerja, tetapi sampai sekarang belum ada satu pun yang memanggilnya untuk bekerja.

Ia sering curhat tentang susahnya mencari pekerjaan. Bermula dari sering bicara  dan curhat, saya merasakan kedekatan dengannya. Ternyata  ia merasakan hal yang sama. Ketika saya pergi keluar kota selama tiga hari untuk mengunjungi saudara, Z mengaku merasa kehilangan.

Hampir setiap hari ia telepon dan menanyakan kapan saya pulang. Setelah saya kembali ke rumah, ia menyatakan cinta kepada saya dan ingin menikahi saya. Meskipun saya juga mencintainya, bagaimana nantinya rumah tangga kami kalau Z maupun saya belum bekerja? (Tri)

Jawab:
Mbak Tri  yang sedang bahagia, kesepakatan dengan Z untuk  melanjutkan hubungan ke pernikahan merupakan keputusan yang tepat, mengingat usia Z maupun Tri sudah cukup matang untuk berumah tangga. Melalui pernikahan, banyak kebaikan yang akan diperoleh seperti lebih terjaga dari perbuatan tercela, mendapat teman dalam suka dan duka, serta hidup menjadi lebih tenang.

Memasuki kehidupan berumah tangga memang perlu persiapan seperti mental  yang kuat untuk mengatasi problem rumah tangga, termasuk dalam  mencukupi kebutuhan sehari-hari. Melihat usaha Z selama ini dalam mencari pekerjaan, tampak bahwa ia termasuk ulet dalam berusaha. Hal ini memungkinkan Z untuk berwiraswasta. Sambil mencari pekerjaan seperti yang diinginkan, Tri dapat mendorong Z untuk membuka usaha sesuai kemampuan dan minatnya, karena rezeki bisa  atang dari mana saja asal mau berusaha.

Kenyataan di masyarakat menunjukkan bahwa orang yang sudah menikah, pada umumnya lebih terdorong untuk giat bekerja. Allah akan memberikan kecukupan rezeki bagi siapa pun yang mau berusaha. Jadi, Tri tidak perlu takut untuk menikah hanya karena Z belum dapat pekerjaan. Percayalah bahwa Z akan lebih termotivasi dalam mencari nafkah setelah menikah.

Jangan lupa  selalu mohon pertolongan Allah agar dimudahkan jalannya dalam memperoleh rezeki dan mendapatkan kebahagiaan  dalam rumah tangga. (37)
(Suara Merdeka 24 Maret 2010)

Rabu, 17 Maret 2010

Tak Peduli Anak

Tanya: Saya seorang ibu rumah tangga, punya anak berusia tiga tahun. Karena suami belum punya pekerjaan tetap, maka kami masih ikut ibu mertua. Sudah setahun ini ibu   mertua sakit yang tak kunjung sembuh. Meskipun ibu punya anak selain suami saya, mereka jarang menengok. Bagi saya dan suami, merawat ibu mertua adalah kewajiban anak kepada orang tua yang harus kami lakukan sebagai bakti kami kepadanya.

Di tengah sakitnya ibu, tiba-tiba anak saya kena DB dan harus opname di rumah sakit. Karena masih kecil, saya tidak tega meninggalkannya, meski hanya sebentar untuk melihat ibu di rumah. Yang membuat saya kecewa adalah sikap suami yang jarang menengok anak kami yang baru sakit. Ia mengaku capai setelah seharian cari pekerjaan, kemudian melayani kebutuhan ibu.

Sesungguhnya saya bisa memahami kondisi suami, tetapi anak kami juga sering menanyakan ayahnya, kenapa tidak  menjenguknya. Ketika hal itu saya sampaikan pada suami, jawabannya sama bahwa ia juga capai. Sikap suami yang seperti itu, membuat saya sering merasa hidup sendirian, karena tidak ada lagi yang mau meringankan beban saya. Terkadang timbul pikiran untuk minta cerai saja, karena punya suami, tetapi tidak merasakan adanya perlindungan maupun perhatian.

Yang masih memberatkan untuk bercerai adalah anak saya yang sangat dekat dengan ayahnya. Bagaimana nantinya kalau kami pisah dan anak saya tidak mau jauh dari ayahnya.(Tria)  

Jawab: Ibu Tria, berbahagialah ibu dan suami bisa merawat ibu mertua di masa tuanya. Ibu dan suami dapat melayani dan mendampinginya di kala sakitnya. Itu merupakan kebahagiaan yang perlu disyukuri, karena ibu mertua mau menerima ibu bersama suami tinggal bersamanya. Kiranya bu Tria dan suami termasuk orang yang sabar mendampingi orang tua.  

Karena ibu dan suami sama-sama belum bekerja, maka perlu dicari waktu yang longgar untuk bicara dari hati ke hati tentang kepedulian suami terhadap anak. Dalam kondisi suami belum dapat pekerjaan dan harus merawat ibu, juga menjadi beban pikiran, sehingga ia tidak sempat meluangkan waktu untuk melihat anaknya yang sakit.

Suami merasa sudah berbagi tugas dengan bu Tria, tetapi hal itu tidak pernah dibicarakan dengan bu Tria, sehingga terjadi saling menduga. Agar suami mengerti kesulitan ibu selama mendampingi anak di rumah sakit, sebaiknya ibu kemukakan saja kepada suami, sehingga ia dapat mengerti apa yang diharapkan ibu dari suami untuk meringankan beban pikiran dan perasaan yang selama ini tersimpan dalam pikiran bu Tria.

Demikian pula sebaliknya. Mungkin suami juga merasakan beban berat selama ini, karena belum dapat pekerjaan, ditambah ibu dan anaknya sakit. Kalau suami maupun ibu bisa membicarakan kesulitan masing-masing, akan tercipta saling memahami dan saling membantu untuk mengatasi kesulitan, sehingga ibu tidak perlu bercerai dari suami. Sebab, perceraian justru akan menambah masalah dan  berakibat buruk terhadap perkembangan anak

Ibu juga dapat membantu suami untuk menciptakan lapangan kerja, misalnya dengan membuka toko kelontong, rumah makan, bengkel, atau usaha lain yang sesuai dengan kemampuan dan minat suami. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar diberikan kemudahan dalam memperoleh rezeki dan kebahagiaan dalam rumah tangga. (37)
(Suara Merdeka 17 Maret 2010)