Rabu, 27 Februari 2008

Terganggu Pertengkaran

Tanya:
Saya pelajar SMK, sebentar lagi akan ujian sekolah. Seperti teman sekelas lainnya, saya juga berusaha belajar sungguh-sungguh agar lulus, tetapi lingkungan keluarga tidak memberikan ketenangan, karena akhir-akhir ini orang tua sering bertengkar.

Saya tidak tahu sebabnya, tetapi pikiran ini menjadi kacau kalau mendengar ayah membentak-bentak dan ibu menangis karenanya. Beberapa hari saya malas belajar dan hanya ngobrol sana-sini untuk menghilangkan kekecewaan. Akibatnya, banyak tugas yang diberikan guru terabaikan, dan saya mendapat teguran dari beberapa guru.

Saya bingung menghadapi semua ini dan ingin bicara terus terang kepada ayah, bahwa saya tidak bisa belajar kalau mendengar pertengkaran. Tetapi, saya takut jika ia marah karena pembicaraan.
Tono-di Kota Kripik

Jawab:
Ananda Tono, ujian sekolah tidak lama lagi akan dilaksanakan. Agar tidak menyesal, maka persiapan perlu dilakukan dengan sepenuh hati. Situasi keluarga yang tenteram akan mendorong keberhasilan belajar Tono.
 Sebaliknya, pertengkaran antara ayah dan ibu dapat melemahkan semangat untuk meraih kelulusan, seperti yang Tono rasakan saat ini.

Perbedaan pendapat ayah dan ibu adalah suatu hal yang wajar, karena untuk memecahkan masalah terkadang mereka berbeda pandangan. Apabila belum dicapai titik temu atau saling pengertian, tidak menutup kemungkinan keduanya terlibat pertengkaran. Namun, pada umumnya hubungan keduanya akan baik kembali setelah mereka menyadari kekhilafannya.

Karena itu, Tono tidak perlu terlalu memikirkan pertengkaran ortu. Dan, keinginan Tono untuk berterus terang kepada ayah bisa membantu tercapainya ketenangan dalam keluarga. Segeralah bicara dengannya dan jangan takut kena marah. Insya Allah ayah dan ibu akan terbuka hatinya dan berusaha memenuhi harapan Tono. Tidak ada orang tua yang menginginkan anaknya gagal dalam ujian, maka sudah semestinya mereka mendukung upaya untuk mencapai keberhasilan sekolah anaknya, di antaranya dengan menciptakan kedamaian dalam keluarga.

Jangan lupa berdoa kepada Allah agar diberikan ketenangan dalam keluarga dan keberhasilan dalam ujian. Semua usaha perlu diiringi dengan doa, karena Allah akan menyertai langkah hamba-Nya yang selalu mohon pertolongan kepada-Nya. (37)*

(Suara Merdeka 27 Februari 2008)

Rabu, 20 Februari 2008

Kabar Perselingkuhan

Tanya:
Saya karyawati di kantor pemerintah, punya teman sekerja bernama P. Ia bersahabat dengan saya sejak lama. Akhir-akhir ini di kantor tersebar berita kalau suami P tertangkap basah saat selingkuh dengan A.
Yang membuat berita itu adalah suami A. Karena saya dikenal dekat dengan P, maka teman-teman kantor selalu menanyakan berita seputar perselingkuhan tersebut kepada saya. Saya merasa risih mendengarnya, karena hampir tiap hari ada yang menanyakan hal itu.
Sampai saat ini P yang dikenal pendiam belum menceritakan kejadian itu kepada saya. Ia memang pernah datang ke rumah saya dan menangis mendengar berita itu. Ia malu pada teman sekantor, jika peristiwa itu benar-benar terjadi. Suaminya yang sedang berlayar ke luar negeri juga belum dapat dihubungi. Karena itu, P belum tahu benar atau tidaknya berita itu. Bagaimana saya harus menyikapi teman-teman yang selalu menanyakan berita tersebut, karena saya kasihan pada P.
Ny Titi-di kota M

Jawab:
Ibu Titi, berita perselingkuhan selalu menarik perhatian orang untuk ikut membicarakan maupun mengomentari. Padahal, berita itu belum tentu benar, seperti kasus suami P yang menurut pengakuan P belum diketahui kebenarannya.
Untuk mengetahui sumber berita yang menyebabkan teman sekantor ikut menyebarkan, mungkin sulit. Maka, yang bisa ibu lakukan adalah mengajak teman-teman menghentikan pembicaraan itu. Sebab, dampaknya dapat memukul perasaan P dan anak-anaknya.
Betapa malu dan sedihnya mereka apabila mendengar berita yang belum tentu benar mengenai perselingkuhan yang dilakukan ayahnya. Mengingat dampak pemberitaan semacam itu, maka Allah mengajarkan agar seseorang tidak ikut menyebarkan berita bohong/yang tidak diketahui kebenarannya (QS An Nur: 15, 16). Sebagai seorang sahabat, ibu bisa juga memberikan dukungan kepada P agar kuat menerima cobaan ini.
Sabar bukan berarti pasrah dan berdiam diri, tetapi perlu proaktif untuk mencari informasi tentang kebenaran berita itu dari suami P, atau teman dekatnya agar anak-anak terhindar dari beban psikologis. Ibu dapat membantu meredam berita itu agar tidak sampai terdengar anak-anak P, sehingga tidak berpengaruh negatif pada perkembangan kepribadian maupun belajarnya. (37)*

(Suara Merdeka 20 Februari 2008)

Rabu, 13 Februari 2008

Memendam Perselingkuhan*

Tanya: 

Saya seorang ibu rumah tangga. Suami bekerja di sebuah kantor swasta. Saya memendam rahasia perselingkuhan suami yang telah terjadi beberapa tahun lalu. Karena menyangkut harga diri dan keluarga, maka saya berusaha tidak menceritakan kepada orang lain. Namun, sekarang saya tidak kuat lagi, karena suami tidak menepati janji untuk berhenti dari perselingkuhannya. 
Saya menceritakan kisah perselingkuhan itu kepada anak saya yang paling besar, dan ia menangis sedih. Mengapa orang tua yang dihormati selama ini tega menyakiti hati ibunya dengan berselingkuh. Untuk bicara dengan suami, rasanya sudah malas. Apakah saya bisa mengungkapkan perasaan saya lewat surat, agar pertengkaran kami tidak diketahui anak-anak saya yang masih kecil.
Ny Nani-di kota B

Jawab: 

Ibu Nani, kami dapat memahami kekecewaan ibu terhadap suami yang tega mengkhianati ibu. Niat ibu untuk mengungkapkan isi hati dan mengingatkan kesalahan suami lewat surat, sebaiknya segera dilaksanakan. Sampaikan kepadanya, bahwa perbuatan selingkuh itu sangat menyakitkan hati ibu dan anak-anak.
Mintalah suami untuk memahami kepedihan hati ibu dan anak-anak, karena melihat keluarga yang semula tenteram dan penuh kebahagiaan, kini berubah menjadi dingin dan beku, karena ibu tidak mau berbincang lagi dengan bapak. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, ibu perlu menjalin komunikasi langsung dengan suami melalui pembicaraan dari hati ke hati. 

Meskipun lewat surat juga bisa terungkapkan, akan lebih baik jika ibu bisa bertatap muka dan bicara berdua. Kemukakan secara jujur kesedihan anak ibu melihat keluarganya di ambang kehancuran, karena kekhilafan bapak. Mohonlah agar suami memikirkan anak-anak, dan sampaikan pula harapan mereka kepada bapaknya yang selama ini dijadikan teladan, agar bisa menciptakan kembali kerukunan dan ketenangan berumah tangga.

Sebaiknya ibu memulai lebih dulu untuk bicara dengan suami, dan untuk sementara kesampingkan dulu rasa kecewa terhadap suami. Islam melarang seseorang yang mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari. Apalagi ibu masih menginginkan keutuhan rumah tangga bersama suami. Maka, cairkanlah kebekuan hati ibu maupun suami, dengan membuat acara keluarga yang melibatkan suami dan anak-anak. Semoga hal itu menjadi pembuka kesadaran suami akan ketulusan hati ibu dan anak-anak untuk bersama-sama mempertahankan kebahagiaan keluarga. (37)
(Suara Merdeka 13 Februari 2008)