Rabu, 13 Februari 2008

Memendam Perselingkuhan*

Tanya: 

Saya seorang ibu rumah tangga. Suami bekerja di sebuah kantor swasta. Saya memendam rahasia perselingkuhan suami yang telah terjadi beberapa tahun lalu. Karena menyangkut harga diri dan keluarga, maka saya berusaha tidak menceritakan kepada orang lain. Namun, sekarang saya tidak kuat lagi, karena suami tidak menepati janji untuk berhenti dari perselingkuhannya. 
Saya menceritakan kisah perselingkuhan itu kepada anak saya yang paling besar, dan ia menangis sedih. Mengapa orang tua yang dihormati selama ini tega menyakiti hati ibunya dengan berselingkuh. Untuk bicara dengan suami, rasanya sudah malas. Apakah saya bisa mengungkapkan perasaan saya lewat surat, agar pertengkaran kami tidak diketahui anak-anak saya yang masih kecil.
Ny Nani-di kota B

Jawab: 

Ibu Nani, kami dapat memahami kekecewaan ibu terhadap suami yang tega mengkhianati ibu. Niat ibu untuk mengungkapkan isi hati dan mengingatkan kesalahan suami lewat surat, sebaiknya segera dilaksanakan. Sampaikan kepadanya, bahwa perbuatan selingkuh itu sangat menyakitkan hati ibu dan anak-anak.
Mintalah suami untuk memahami kepedihan hati ibu dan anak-anak, karena melihat keluarga yang semula tenteram dan penuh kebahagiaan, kini berubah menjadi dingin dan beku, karena ibu tidak mau berbincang lagi dengan bapak. Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, ibu perlu menjalin komunikasi langsung dengan suami melalui pembicaraan dari hati ke hati. 

Meskipun lewat surat juga bisa terungkapkan, akan lebih baik jika ibu bisa bertatap muka dan bicara berdua. Kemukakan secara jujur kesedihan anak ibu melihat keluarganya di ambang kehancuran, karena kekhilafan bapak. Mohonlah agar suami memikirkan anak-anak, dan sampaikan pula harapan mereka kepada bapaknya yang selama ini dijadikan teladan, agar bisa menciptakan kembali kerukunan dan ketenangan berumah tangga.

Sebaiknya ibu memulai lebih dulu untuk bicara dengan suami, dan untuk sementara kesampingkan dulu rasa kecewa terhadap suami. Islam melarang seseorang yang mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari. Apalagi ibu masih menginginkan keutuhan rumah tangga bersama suami. Maka, cairkanlah kebekuan hati ibu maupun suami, dengan membuat acara keluarga yang melibatkan suami dan anak-anak. Semoga hal itu menjadi pembuka kesadaran suami akan ketulusan hati ibu dan anak-anak untuk bersama-sama mempertahankan kebahagiaan keluarga. (37)
(Suara Merdeka 13 Februari 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar