Rabu, 26 Mei 2010

Dilarang Bekerja

Tanya:
Saya ibu dua anak remaja yang duduk di SMA. Suami wiraswasta bidang percetakan. Peningkatan biaya pendidikan anak-anak membuat penghasilan suami tak mencukupi kebutuhan kami.
Saya ingin bekerja karena punya ijazah kursus komputer. Namun suami tak mengizinkan. Menurut pendapat dia, suami wajib mencari nafkah bagi keluarga. Sejak muda suami memang suka jaga gengsi dan tak mengizinkan saya bekerja.

Kami sering bertengkar karena kondisi keuangan yang kurang. Namun dia tetap melarang saya bekerja. Padahal, anak pertama tahun ini lulus SMA dan ingin melanjutkan sekolah. Apakah saya boleh bekerja, tanpa izin suami? (Arini)

Jawab:
Ibu Arini, ketenangan rumah tangga antara lain ditentukan oleh ketercukupan kebutuhan pokok. Pendidikan anak termasuk kebutuhan pokok. Sebab, pendidikan adalah bekal bagi kehidupan anak. Ilmu  tak akan habis dalam perjalanan waktu. Berbeda dari bekal lain, seperti uang, jika tak cermat mengelola bisa habis.

Islam tak melarang perempuan bekerja. Rasulullah Muhammad SAW tak pernah melarang sang istri, Siti Khadijah, tetap berdagang. Apalagi Siti Khadijah berdagang sejak sebelum sang suami jadi rasul.
Perempuan bekerja dapat membantu suami mencukupi kebutuhan rumah tangga. Juga dapat beramal kebaikan yang perlu ditopang uang, seperti kegiatan keagamaan dan sosial.

Agar niat mencari tambahan rezki memberikan ketenangan dalam rumah tangga, sebaiknya Ibu bicarakan dengan suami. Jika suami keberatan Ibu bekerja mungkin karena khawatir rumah tangga tak terurus, Ibu dapat memilih pekerjaan yang dapat dilakukan di rumah. Misalnya, buka salon, jahitan, toko kelontong, atau usaha lain sesuai dengan minat dan kemampuan Ibu.

Semoga suami memahami dan menerima niat baik Ibu. Dengan izin suami, pekerjaan akan lancar. Karena suami akan mendukung  usaha Ibu dan Ibu dapat menjalani dengan hati tenang. Ketenangan dalam bekerja berpengaruh terhadap hasilnya sehingga bisa membuat usaha berkembang.

Dunia usaha tak lepas dari kesulitan. Karena itu kerja sama suami dan istri sangat perlu. Mungkin suatu saat Ibu perlu bantuan suami untuk mengatasi persoalan dalam pekerjaan. Maka izin suami tak bisa ditinggalkan agar kerja sama terjalin baik.

Sebagai pemeluk Islam, suami perlu meneladani sikap Rasulallah yang tak pernah melarang istri bekerja. Asal, pekerjaan itu dilakukan secara benar dan menyangkut barang atau pekerjaan yang halal. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar diberi kemudahan memperoleh rezki halal dan bermanfaat untuk dunia dan akherat. (53)
(Suara Merdeka 26 Mei 2010)

Rabu, 19 Mei 2010

Suami Tergoda Siswi

Tanya:
Saya ibu dari seorang anak yang masih kecil. Suami saya tentor yang memberikan pelajaran privat bagi siswa SMA. Beberapa kali saya mendapat informasi dari orang tak dikenal bahwa suami saya sering berboncengan dengan siswi berseragam sekolah. Namun saya tak pernah menanggapi.
Karena SMS itu tak berhenti, saya tunjukkan pada suami untuk menanyakan kebenarannya. Suami tak mengakui. Dia mengatakan itu fitnah.

Suatu hari saya mengikuti suami dari kejauhan. Ternyata tak jauh dari SMA di kota kami, dia berhenti dan menghampiri seorang siswi berseragam sekolah. Saya tak bisa melihat dengan jelas wajah siswi itu. Namun dari belakang saya seperti pernah melihat dia.

Lain waktu, tanpa sengaja saya melihat kembali suami bersama siswi itu. Ternyata dia R yang selama ini mengikuti les privat pada suami saya. Karena saya telah membuktikan, suami tak bisa mengelak. Meski semula terkejut dan marah, akhirnya dia mengakui. Suami saya memang bertemperamen tinggi. Namun saya tak mau dikhianati. Akhirnya kami saling berdiam diri.

Terkadang muncul keinginan saya untuk bercerai. Namun anak kami masih kecil. Apakah dia harus menjalani hidup ini tanpa kasih sayang seorang ayah? Apakah saya perlu bicara dengan siswi yang sering kencan dengan suami saya itu? (Ny Nila)

Jawab:
Ibu Nila, kami dapat memahami perasaan Ibu yang resah karena suami punya hubungan khusus dengan siswinya. Ibu juga sudah melihat suami sering bersama R. Suami juga mengakui hubungan itu. Jika mereka menjalin hubungan cinta dan Ibu ingin mempertahankan rumah tangga, Ibu perlu bertemu R. Mintalah dia menjauhi suami Ibu. Sebab, lelaki yang menjalin cinta dengannya adalah suami Ibu dan sudah punya anak.

Selain itu, Ibu perlu bicara pula dengan suami agar mengakhiri hubungan dengan R. Mengingat masa depan anak sangat membutuhkan bimbingan ayah dan ibu, hubungan harmonis dalam keluarga yang terganggu perlu Ibu bina kembali. Karena itu, Ibu mesti sabar menghadapi suami. Namun Ibu juga perlu bersikap tegas untuk menghentikan perilaku suami yang iseng. Sebab, perbuatan suami itu telah merusak citra guru yang seharusnya jadi anutan.
Jangan lupa berdoa pada Allah agar diberi kekuatan untuk mengajak suami kembali ke jalan yang benar. Jadi, Ibu bisa mendapatkan kembali kebahagiaan berkeluarga. (53)
(Suara Merdeka 19 Mei 2010)

Rabu, 12 Mei 2010

Bertengkar karena SMS

Tanya:
Saya ibu dua anak. Suami wiraswastawan ulet, pekerja keras. Tak jarang dia pergi pagi, malam baru pulang. Karena anak-anak sudah besar dan sibuk dengan kegiatan masing masing, saya sering kesepian. Untuk mengisi waktu, saya sering mengontak teman SMA yang tinggal sekota.

Di antara mereka ada T yang dulu dekat dengan saya. Dia sudah  menikah dan punya anak tiga. Dia suka bercanda dan sering SMS dengan bahasa gaul seperti anak muda.

Suatu hari, suami saya pulang siang. Ketika saya di kamar mandi, ada SMS dari T. Karena hp di meja kamar tidur, suami membaca SMS itu. Dia marah dan menuduhku selingkuh dengan T. Saya menyangkal karena tak ada apa-apa di antara kami.

Pertengkaran karena kecemburuan suami terjadi hampir setiap hari. Saya tak tahan lagi bersama dia. Namun untuk berpisah, saya  mempertimbangkan anak-anak. Apa yang mesti saya lakukan agar suami percaya saya dan T cuma berteman?  (Ita)

Jawab:
Ibu Ita, berkomunikasi dengan teman manusiawi. Bertukar kabar atau  bercanda lewat hp tak terlarang. Namun gurauan antara lelaki dan perempuan yang pernah dekat bisa menimbulkan kecemburuan suami. Itu menunjukkan suami amat mencintai Ibu dan tak mau kehilangan.

Karena itu, Ibu tak perlu mengimbangi kemarahan suami dengan  kemarahan pula sehingga bertengkar setiap hari. Lakukanlah sesuatu yang dapat mengembalikan kepercayaan suami. Tanyakan sikap apa yang dia inginkan agar rumah tangga kembali tentram dan damai. Ikutilah kemauan suami dan mintalah T tak menghubungi  Ibu lagi.

Setelah tenang, Ibu bisa bicara dari hati ke hati dengan suami bahwa T hanya teman biasa. Jika suami belum kenal T, Ibu dapat mengunjungi T beserta keluarga. Jika sudah kenal, kecurigaan suami tentu hilang. Selanjutnya Ibu tinggal menjaga kepercayaan sebagaimana suami kehendaki.    

Sikap Ibu yang tak mau berpisah dari karena mempertimbangkan  anak-anak menunjukkan Ibu sangat mencintai keluarga. Jangan lupa selalu mohon pada Allah agar diberi petunjuk dan kekuatan sehingga dapat mempertahankan keutuhan rumah tangga. (53)
(Suara Merdeka 12 Mei 2010)

Rabu, 05 Mei 2010

Warisan Jadi Perselisihan

Tanya:
Saya  ibu rumah tangga, beranak dua sudah dewasa. Suami bekerja di kantor swasta. Dia tujuh bersaudara. Semua sudah berumah tangga  dan punya anak. Mereka tinggal di kota berbeda. Cuma kakak sulung yang tinggal sekota dengan kami.

Mertua saya sudah lama meninggal. Ketika masih hidup, mereka membagikan tanah pada setiap anak. Para saudara ipar di luar kota menitipkan urusan tanah itu pada suami saya, dari membersihkan rumput sampai membayar pajak.

Karena tanah itu jauh dari rumah, suami minta bantuan L untuk menjaga. Setahun lalu, L melaporkan batas tanah itu diubah P, menantu mendiang kakak sulung. Setelah kakak meninggal dua tahun lalu, anak sulungnya, istri P, mengelola tanah warisan itu. Kemenakan suami itu menganggur dan menjadikan hasil tanaman di tanah itu jadi sumber penghasilan.

Melihat perubahan batas tanah itu, suami menanyakan pada P. Namun P tak mengakui. Mereka bertengkar. Setelah itu, P dan sang isteri tak menyapa kami lagi. Bagaimana kami mesti menjalin hubungan baik seperti dulu? (Ny Rina)

Jawab:
Ibu Rina, pembagian tanah ketika orang tua masih hidup tentu bertujuan agar sepeninggal mereka tak ada masalah. Namun P mengubah batas tanah sehingga menimbulkan pertengkaran.

Karena lebih tua dari P, suami Ibu perlu menyikapi persoalan itu dengan sabar dan bijaksana. Kehidupan ekonomi P agak susah. Mungkin dia berharap para paman mengikhlaskan sedikit tanah warisan sebagai tambahan bagi sang istri yang kekurangan.

Suami Ibu sebaiknya mengajak P bicara dari hati ke hati untuk mengetahui tujuan mengubah batas tanah. Jika P dan sang istri ingin mengelola tanah itu untuk mencari penghasilan, cobalah bicarakan dengan saudara-saudara lain. Lebih baik pengelolaan tanah itu diserahkan pada P, sehingga bisa ditanami dan diambil hasilnya.

Mungkin P perlu diberi nasihat agar menjaga batas tanah masing-masing, kecuali ada yang mengikhlaskan dan memberikan pada kemenakan itu. Jika masih hidup, tentu orang tua senang ada yang mengalah, apalagi memberikan sebagian hak pada saudara yang kekurangan. Semoga, keluarga Ibu kembali rukun dan  warisan itu tak jadi sumber perpecahan. (53)
(Suara Merdeka 5 Mei 2010)