Rabu, 28 April 2010

Suami Mengingkari Anak

Tanya:
Saya seorang ibu rumah tangga beranak tiga. Suami saya telah lama merantau dan sebentar lagi mau pulang kampung. Dia ke luar pulau untuk bekerja di perkebunan bersama tetangga yang telah lebih dahulu bekerja di sana.

Sewaktu dia berangkat, anak kami baru dua. Saat itu ternyata saya hamil tiga minggu. Saya baru periksa ke dokter sesudah suami  berangkat. Menurut hasil pemeriksaan, kandungan saya sudah sebulan. Jadi awal kehamilan suami masih di rumah.

Setelah periksa, saya memberi tahu suami. Namun dia tak mau mengakui anak itu sebagai anaknya. Meski saya sudah memberitahukan hasil pemeriksaan dokter, dia tetap menolak.

Bagaimana saya bisa meyakinkan suami bahwa anak itu benar-benar darah-dagingnya? Jika dia tetap tak mau mengakui, apakah anak itu kelak tak bisa mendapatkan hak waris dari sang ayah seperti kakak-kakaknya? (Ny Tati)

Jawab:
Ibu Tati, sebagai isteri yang setia pada suami, tentu Ibu yang paling tahu anak ketiga adalah anak suami juga. Seharusnya suami tahu hal itu. Sebab selama menjadi suami Ibu, pasti dia tahu bagaimana kesetiaan Ibu.

Jika sekarang suami meragukan kesetiaan itu, Ibu perlu mencari tahu penyebab perubahan itu. Apakah ada kabar penyebab keraguan dia?  Setelah suami pulang, Ibu dapat menanyakan kenapa dia menolak mengakui anak ketiga.
Untuk memperkuat bukti bahwa anak itu anak suami, Ibu dapat mengajaknya bertemu dokter yang memeriksa kandungan. Mohonlah bantuan dokter untuk menjelaskan usia kandungan Ibu dan peran suami. Jika dia masih tak percaya, dokter dapat melakukan tes DNA. Jadi dapat memperjelas siapa ayah anak ketiga.

Jika sudah memperoleh kepastian siapa ayah anak itu, Ibu dapat pula memperoleh ketentuan tentang hak anak, seperti hak waris. Jika anak itu terbukti anak suami, dia berhak mendapat warisan dari sang ayah seperti kakak-kakaknya.

Mintalah suami tak membedakan sikap dan kasih sayang kepada anak-anak. Sebaiknya Ibu juga tak memberitahukan sikap suami yang meragukan anak ketiga pada orang lain, apalagi di hadapan anak-anak. Jadi anak-anak tak berubah sikap pada adik mereka.

Jangan lupa, berdoa agar Allah membuka pintu hati suami sehingga dapat menerima anak ketiga. Berdoa pula agar Ibu sekeluarga memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. (53)
(Suara Merdeka 28 April 2010)

Rabu, 21 April 2010

Ortu Belum Shalat

Tanya:
Aku pelajar kelas III SMA. Sekarang aku sedang harap-harap cemas menunggu hasil ujian. Lulus atau tidak? Pertanyaan itulah yang ada dalam pikiranku setiap hari.

Seperti diajarkan guru agama, aku selalu berdoa. Aku mohon pada Allah agar lulus ujian. Ketika teman-teman bercerita orang tua (ortu) mereka juga berdoa bagi kelulusan sang anak dengan shalat malam, aku hanya terdiam. Dalam hati aku menangis karena orang tuaku belum shalat.

Aku ingin ortuku membantu dengan doa, seperti ortu teman-temanku. Aku mau bilang pada ortu soal itu, tetapi takut dimarahi. Karena, ayahku kerap marah jika ditanya mengapa belum shalat.

Suatu ketika Nenek (ibu Ayah) datang. Tahu Ayah dan Ibu tak shalat, Nenek agak marah. Ayah menjawab sekarang sibuk sehingga tak punya waktu untuk shalat.
Ayah berjanji pada Nenek, kelak setelah pensiun akan shalat lagi. Bagaimana caranya agar ortuku mau shalat dan mendoakan aku agar lulus ujian? (Ryan)

Jawab:
Ananda Ryan, keinginanmu agar ortu mau shalat itu terpuji. Karena, shalat lima waktu adalah kewajiban bagi orang Islam yang tak dapat ditinggalkan.
Sesibuk apa pun, orang tak boleh meninggalkan atau menunda shalat karena manusia tak tahu sampai kapan hidup.

Karena itu alasan Ayah bakal shalat lagi setelah pensiun, tak tepat. Orang yang meninggalkan shalat termasuk golongan yang celaka di akherat. Allah berfirman (Surah Al- Kautsar: 4 dan 5), “Celakalah orang-orang yang lalai dalam mengerjakan shalat.”

Setiap anak tentu menginginkan ortu bahagia di dunia dan akherat. Ortu pun tentu menginginkan Ryan lulus ujian. Jika Ryan tak ingin ortu termasuk orang yang celaka karena tidak shalat, sebaiknya segera mengingatkan Ayah dan Ibu agar tak lupa shalat. Jika takut berhadapan, bisa melalui surat, telepon, atau SMS.

Kemukakan keinginan Ryan agar ortu membantu berdoa agar lulus ujian. Agar doa dikabulkan, Ayah dan Ibu perlu menjalankan perintah Allah, termasuk shalat wajib, dan menjauhi larangan-Nya. Tentu Allah akan meridai.

Doa orang yang diridai, insya Allah terkabul. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar Ayah dan Ibu diberi petunjuk dan kekuatan sehingga dapat mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Semoga Ryan lulus ujian dan berhasil mengajak Ayah dan Ibu shalat. (53)
(Suara Merdeka 21 April 2010)

Rabu, 14 April 2010

Mau Dimadu dengan Kemenakan

Tanya:
Saya karyawati di kantor swasta, punya dua anak balita. Suami saya berwiraswasta di bidang kebutuhan pokok. Untuk mengurus rumah tangga dan anak anak, saya dibantu seorang  pembantu yang cekatan. Pekerjaan rumah pun terasa ringan dan anak-anak terawat dengan baik.

Namun sewaktu pembantu pulang ke kampung karena ayahnya sakit, saya harus bekerja keras sendirian untuk menyelesaikan tugas rumah tangga. Saya sangat gelisah karena terpaksa menitipkan anak-anak ke rumah H, kemenakan saya yang tinggal tak jauh dari tempat tinggal kami.

Dia sudah janda karena suaminya meninggal dunia empat tahun lalu. Dia sabar dan pandai mengasuh anak, sehingga anak-anak kami  senang berada di rumahnya. Biasanya suami yang menjemput anak-anak karena lebih dahulu pulang ketimbang saya.

Saya tak mengira, ternyata suami saya mengaku jatuh cinta pada H. Dia ingin menikahi H. Waktu saya tanyakan hal itu, H cuma diam. Tak mau menjawab. Jika saya tak mengizinkan, apakah mereka bisa menikah? (Santi)

Jawab:
Ibu Santi, tugas istri yang bekerja dan punya anak-anak kecil memang tak ringan. Anak-anak belum bisa mandiri, sehingga untuk memenuhi semua kebutuhan mereka harus dilayani.

Apalagi Ibu juga harus menjaga kebersihan rumah, memasak, belanja, mencuci, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang lain.

Itu terasa sekali ketika pembantu pulang ke kampung. Karena itu Ibu perlu membagi beban pekerjaan di rumah dengan suami ketika tak ada pembantu. Ibu sudah membantu suami mencari nafkah. Jadi suami pun perlu membantu mengatasi kerepotan Ibu.

Pembagian kerja di rumah tergantung pada kesepakatan antara Ibu dan suami. Jadi setiap pihak tak merasa terpaksa melakukan pekerjaan di rumah. Kerja sama dan saling bantu dapat mengukuhkan ikatan batin antara suami dan istri. Karena, bisa menjalani suka dan duka berumah tangga bersama-sama.

Soal rencana suami menikahi H, Ibu tak perlu risau. Karena, menurut ajaran agama, suami tak bisa menikahi kemenakan itu selama masih terikat tali pernikahan dengan Ibu. Agar suami dapat melupakan H, Ibu dapat meminta bantuan H menjauhi suami Ibu.
Selain itu, Ibu sebaiknya segera mencari pembantu agar tak perlu lagi menitipkan anak-anak pada H. Jadi tak ada alasan lagi bagi suami Ibu datang ke rumah H.

Selanjutnya, ajaklah suami bicara dari hati ke hati mengenai betapa perlu membesarkan anak-anak dalam keluarga yang utuh dan penuh  kasih sayang. Jadi, kelak, mereka dapat tumbuh jadi anak yang cerdas dan saleh. Jangan lupa, selalu memohon pada Allah agar dijauhkan dari semua godaan yang dapat menghancurkan rumah tangga Ibu. (53)
(Suara Merdeka 14 April 2010)

Rabu, 07 April 2010

Saya Ingin Tobat

Tanya:
Saya wanita berusia  23 tahun. Setelah tamat SMA, saya terjerumus ke lembah hitam. Orang pertama yang menjerumuskan saya  ke perbuatan terkutuk itu adalah M, pacar saya.

Pria yang bekerja di sektor swasta itu tega menjual saya pada  rekanan yang memberikan proyek besar. Setelah peristiwa itu, saya menjadi gadis panggilan. Bertahun-tahun saya menjalani pekerjaan itu tanpa menghiraukan akibat.

Sekarang saya terkena penyakit menular. Saya tak kunjung sembuh, meski sudah berobat. Saya tak bisa lagi bekerja dan lebih banyak di rumah. Sekarang saya menyesal atas dosa yang sudah saya kerjakan.

Saya sering menangis dan tak bisa tidur. Apalagi ketika ada orang meninggal. Sebab, saya membayangkan dosa sedemikian banyak yang telah saya lakukan dan harus saya pertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Saya  ingin bertobat. Bagaimana caranya? Apakah tobat saya bisa diterima, mengingat begitu banyak dosa telah saya lakukan? (Este)

Jawab
Penyesalan atas kesalahan dan dosa merupakan awal perubahan ke arah yang baik. Banyak orang yang semula Bersalah atau berdosa kemudian menjadi lebih baik setelah menyadari kesalahannya.
Este, kini Anda menyadari pekerjaan yang selama Anda lakukan  menyimpang dari jalan yang benar. Perbuatan zina dilarang agama dan mendapat ancaman hukuman berat, yakni didera seratus kali bagi  yang belum bersuami/beristri dan didera sampai mati bagi yang  sudah bersuami/beristri (Alquran Surah An-Nur: 2).

Namun Allah Yang Mahapengampun dan Mahapenyayang akan mengampuni dan memasukkan ke surga umat yang mau bertobat dan memperbaiki kelakuan (Alquran Surah At-Tahrim: 8).

Karena itu, jika Este ingin bertobat, segera lakukan dengan cara   menyesali kesalahan dan meninggalkan perzinaan selama-lamanya. Mohonlah ampun pada Allah dengan mengucapkan istighfar dan berjanji tak akan mengulangi  dosa itu lagi. Sesudah bertobat, isilah sisa hidup ini dengan mendekatkan diri pada Allah dengan melaksanakan ibadah dan memperbanyak amal saleh.

Perzinaan mendatangkan banyak penyakit jasmani dan rohani sebagaimana Este alami. Banyak pezina mengabaikan bahaya  penyakit menular seksual yang dapat menimbulkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain yang tak berdosa. Sebab, suami atau istri dan anak-anak pezina bisa tertular penyakit.

Selain itu, perzinaan merusak keutuhan rumah tangga dan menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Karena itu, keputusan Este untuk meninggalkan dunia hitam sudah tepat. Begitu pula kesadaran bahwa hidup ini singkat dan waktu kematian tak dapat diketahui kapan datang.

Itu menjadi pendorong yang kuat bagi Este untuk segera  mengakhiri perbuatan dosa. Jangan lupa mohon petunjuk dan bimbingan Allah agar Este dapat mengisi hidup ini dengan perbuatan yang diridai-Nya. (53)
(Suara Merdeka 7 April 2010)