Rabu, 30 Juni 2010

Akibat Perceraian

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, punya dua anak. Semua sekolah. Si sulung SMA, sedangkan adiknya SMP.

Saya pernah bercerai dari suami, tetapi rujuk lagi. Kami bercerai karena suami suka berjudi dan mabuk. Sewaktu hendak rujuk, dia berjanji tak akan mengulangi kebiasaan itu. Ternyata cuma berhenti beberapa bulan. Sekarang kambuh lagi.

Saya tak tahan perlakuan kasar suami terhadap saya dan anak-anak. Jika kalah judi, dia marah dan tak segan-segan menampar kami.   Saya sudah cukup bersabar. Namun setelah tak ada perubahan, saya  minta cerai.

Cuma satu kekhawatiran saya jika jadi bercerai, yakni nasib anak-anak. Sebab, ketika kami cerai dulu, anak-anak sering tak pulang karena takut dimarahi sang ayah. Si sulung sering tidur di rumah teman, sedangkan adiknya pulang ke rumah neneknya. Bagaimana  sebaiknya agar kami bisa cerai dan anak-anak bisa ikut saya? (May)

Jawab:
Ibu May, Ibu sudah bersabar atas perilaku suami yang tak mau menghilangkan kebiasaan yang dilarang agama. Judi mengakibatkan  keluarga sengsara. Orang yang kecanduan judi akan berupaya menebus kekalahan dan bermimpi menang terus. Mereka tak segan-segan berbuat jahat bila kecewa karena kalah judi seperti suami Ibu.

Masih banyak akibat negatif lain karena perjudian. Karena itu Islam melarang perjudian (Surah Al-Baqarah Ayat 219).

Jika Ibu hendak mengajukan permintaan cerai, ajaklah anak-anak bicara; apakah mereka mau ikut Ibu jika terjadi perceraian. Bila mereka mau, Ibu dapat mengajukan hak asuh anak ke pengadilan agama.

Jika suami tak mau menceraikan, Ibu dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama.

Anak-anak perlu dijauhkan dari pengaruh buruk sang ayah, seperti  berjudi, mabuk, dan berlaku kasar. Lingkungan keluarga yang damai akan membuat anak tenang belajar .Sebaliknya, suasana keluarga penuh ketegangan dan contoh tak baik dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak.

Ibu dapat mengemukakan alasan itu ke majelis hakim agar dijadikan pertimbangan dalam menentukan hak asuh anak. Jangan lupa mohon petunjuk dan kekuatan dari Allah agar Ibu dapat membesarkan dan  mendidik anak-anak menjadi saleh dan berbakti pada orang tua. (51)
(Suara Merdeka 30 Juni 2010)

Rabu, 23 Juni 2010

Sekolah atau Menikah

Tanya:
Saya barus tamat dari SMA tahun ini. Orang tua saya tinggal Ibu. Bapak meninggal tiga tahun lalu. Saya anak pertama. Adik-adik saya  empat orang. Semua masih sekolah. Untuk membiayai sekolah, kami mengandalkan pensiun almarhum Bapak dan mendapat bantuan Paman H, sepupu Ibu. Ibu berjualan nasi di rumah untuk mencukupi kebutuhan makan.

Sepeninggal Bapak, saya mau berhenti sekolah. Saya kasihan pada Ibu yang harus banting tulang mencukupi kebutuhan kami. Namun Paman H melarang. Dialah akhirnya yang membiayai sekolah saya.

Paman punya anak lelaki bernama J yang lebih tua dari saya. Dia sudah bekerja dan masih bujang. Di luar pengetahuan saya, Paman bermaksud menjodohkan dia dan saya. Ibu setuju, asal saya tamat SMA.

Usai pengumuman ujian lalu, Paman datang dan berbicara dengan Ibu soal rencana pernikahan saya dan J. Setelah Paman pulang, Ibu memberitahukan soal perjodohan itu. Dia meminta saya tak mengecewakan Paman.

Dalam hati saya masih ingin sekolah seperti teman-teman. Tetapi saya juga tidak mau mengecewakan ibu dan paman. Apakah saya masih bisa sekolah setelah menikah? Bagaimana jika J tak setuju? Apakah saya harus menuruti kehendaknya? (Ruly)

Jawab:
Ananda Ruly, berbahagialah karena lulus ujian. Ruly juga punya ibu yang tangguh dalam berjuang membesarkan anak-anak sepeninggal Bapak. Ibu juga menginginkan Ruly bisa terus sekolah. Maka Ruly tak boleh berhenti sekolah
Begitu pula ketika Paman H akan menjodohkan Ruly dan J, Ibu meminta pernikahan itu menunggu Ruly lulus SMA.

Kalau masih ingin melanjutkan sekolah, cobalah bicarakan dengan J. Kemukakan  tujuan sekolah lagi dan manfaatnya bagi masa depan keluarga.

Selain ilmu itu bermanfaat untuk Ruly, semangat menuntut ilmu itu jadi contoh bagi anak-anak kelak. Mintalah pendapat J mengenai jurusan yang bisa mengantarkan Ruly jadi pribadi mandiri.

Dengan demikian bisa membantu Ibu dan adik-adik yang masih membutuhkan biaya dan bimbingan untuk meraih cita-cita.

Ibu sudah memberikan contoh soal kemandirian perempuan. Dia mampu berdiri sendiri dan mengatasi kesulitan hidup sepeninggal suami.

Kalau Ruly setuju perjodohan itu, setelah menikah wajib mendengar kata suami. Kalau kata-kata itu baik, ikutilah. Klau menyimpang dari kebenaran, tak perlu ikuti. Karena sekarang Ruly belum terikat pernikahan, maka perlu tukar pikiran untuk mendapat persetujuan J.

Setelah menikah Ruly dapat melanjutkan kuliah. Yang penting mendapat izin suami. Kalau mengizinkan, dia akan mendukung sepenuhnya.
Jangan lupa mohon petunjuk dan pertolongan Allah agar diberi kemudahan dalam membina masa depan Ruly serta adik adik. (51)
(Suara Merdeka 23 Juni 2010)

Rabu, 16 Juni 2010

Korban VCD Porno

Tanya:
Saya ibu tiga anak; dua lelaki  dan seorang gadis. Anak gadis saya sejak SMP aktif dalam kegiatan sekolah. Sampai di perguruan tinggi, dia masih ikut kegiatan di kampus. K, salah seorang temannya, sering menelepon atau datang ke rumah. Tampaknya K ingin mendekati  anak saya. Namun anak saya tak suka. Dia pernah mengungkapkan hal itu pada kakak-kakaknya.

Suatu hari, R teman K mengantarkan undangan ulang tahun K di sebuah kafe di kota kami. Anak saya tak mau berangkat. Namun R mendesak agar mau berangkat bersama. Karena R teman perempuan anak saya sejak SMA, akhirnya anak saya berangkat.

Ternyata di kafe itu hanya ada beberapa  teman K. Setelah makan, mereka melanjutkan acara di rumah kontrakan R. Mereka menonton video porno. Anak saya menolak bergabung dan hendak pulang. R menghalang-halangi dan memaksa dia minum minuman bercampur obat. Anak saya pusing. Saat itulah K melakukan kekerasan seksual.

Akibat kejadian itu, anak saya trauma. Sampai kini dia acap menangis, menyesali peristiwa itu. Saya ingin merahasiakan peristiwa itu, tetapi dia minta saya menyampaikan melalui surat kabar agar remaja lain berhati-hati memilih teman dan jangan sampai tertarik melihat VCD porno. Menurut pendapat dia, tindakan itu bisa berakibat  fatal dan merugikan masa depan. Bagaimana caranya agar anak saya melupakan kejadian itu dan tak terus-menerus bersedih? Sebab, itu membuat hati pedih. (Ny Ratna)

Jawab:
Ibu Ratna, itulah kekejaman VCD porno yang bisa menghancurkan masa depan anak-anak kita. Putri ibu yang semula  energetik dan penuh aktivitas positif, kini acap merenung dan menyesali peristiwa yang tak dia kehendaki itu. Masih banyak korban lain yang menderita karena hamil sebelum menikah atau aborsi yang membahayakan jiwa.

Dibandingkan dengan anak lelaki, anak perempuan yang jadi korban menanggung akibat lebih berat.

Meski hati pedih, Ibu perlu mendorong sang putri bangkit dan melupakan kesedihan. Masa lalu yang  kelam itu perlu dijadikan pelajaran. Pihak berwajib pun perlu lebih tegas memberikan sanksi hukum bagi pembuat atau pengedar VCD porno karena perzinaan dilarang agama.
Melihat aurat lelaki atau perempuaan atau melihat perbuatan zina, baik langsung maupun tidak seperti dalam VCD, juga dilarang agama. Dan, terbukti menimbulkan banyak penderitaan dan kerusakan.

Putri Ibu yang tak ingin jatuh korban lagi perlu didukung. Dia bisa menjadi relawan untuk menjelaskan bahaya pornografi. Kegiatan positif semacam itu dapat mengurangi kesedihannya. Ibu juga dapat mendampingi dan memberikan penguatan sewaktu sang putri sedih atau tak bersemangat lagi menempuh hidup ini.

Jangan lupa, ajaklah putri Ibu mendekatkan diri pada Allah dengan ibadah. Mohonlah pada-Nya agar putri Ibu diberi kekuatan untuk menyongsong masa depan lebih cerah. (51)
(Suara Merdeka 16 Juni 2010)

Rabu, 09 Juni 2010

Jadi Istri Simpanan

Tanya:
Saya pegawai kantor swasta. Di kantor hanya ada lima karyawati. Semua sudah menikah, kecuali saya. Tahun lalu, pacar saya melamar. Keluarga kami sepakat menikahkan kami tahun ini. Namun calon suamiku akhir tahun lalu ditugaskan ke pulau seberang. Di sana dia tergoda perempuan lain. Karena dia tak mau meninggalkan cewek itu, saya memutuskan mengakhiri hubungan kami.

Meski sakit hati, saya berusaha tegar. Kesedihanku diketahui H, pemimpin saya. Dia memberikan cuti agar saya bisa menenteramkan pikiran. Selama saya libur, H selalu menelepon dan menghibur. Karena dia suka humor, saya merasa terhibur dan dapat melupakan kesedihan.

Sewaktu kontrak rumah saya habis, H menawari saya tinggal di rumahnya yang digunakan ketika bertugas di kota B. Saya terima tawaran itu. Sejak saya tinggal di rumah itu, H sering datang. Akhirnya  kami saling menyayangi.

Kami nikah diam-diam, karena H sudah punya istri dan anak di kota P. Hubungan kami diketahui istri H. Dia minta saya meninggalkan H. Dia mengancam melaporkan saya ke kantor pusat agar dipecat. Saya bingung karena saat ini mengandung anak H. Apakah saya harus mempertahankan H, meski kehilangan pekerjaan? (Ruly)

Jawab:
Ibu Ruly, sejak bertemu Ibu sudah tahu H punya istri dan anak. Karena sedih setelah putus cinta, Ibu tak berpikir panjang menerima  H. Sebagai lelaki beristri, H tahu persis bagaimana menarik hati Ibu yang terluka. Tanpa terasa Ibu menganggap H tulus, tetapi ternyata menjerumuskan ibu ke persoalan baru yang sulit dihindari.

Soal tuntutan istri H, perlu Ibu bicarakan dengan H. Bagaimana pertanggungjawaban H atas anak dalam kandungan Ibu setelah lahir? Apakah akan Ibu besarkan dengan biaya dari H sampai anak itu dewasa atau Ibu relakan dibesarkan H dan sang istri?

Kejelasan soal itu perlu Ibu bicarakan agar tahu seberapa besar tanggung jawab H terhadap Ibu dan anak Ibu. Janji H perlu tertulis dan ada saksi yang menguatkan sehingga bisa Ibu jadikan pegangan jika dia ingkar.

Setelah mendapat kepastian tanggung jawab H, Ibu dapat melepaskan H agar kembali ke keluarganya. Karena istri H dan anak mereka butuh keutuhan keluarga. Semoga keikhlasan Ibu mengembalikan H membukakan hati istri H dan anak mereka sehingga mau menerima anak Ibu kelak sebagai bagian dari keluarga mereka.

Mohonlah ampun pada Allah atas kekhilafan Ibu. Mohonlah petunjuk dan bimbingan-Nya agar Ibu dapat mendidik anak Ibu jadi anak saleh yang bermanfaat dan menyenangkan hati orang tua. (51)
(Suara Merdeka 9 Juni 2010)

Rabu, 02 Juni 2010

Dituduh Selingkuh

Tanya:
Saya ibu rumah tangga, punya tiga anak. Suami karyawan swasta bergaji mingguan. Karena penghasilan suami belum mencukupi, saya ingin mencari tambahan. Saya mengikuti kursus rias pengantin dan kecantikan di luar kota, sehingga urusan rumah tangga sering kacau. Misalnya, saya tak sempat masak untuk keluarga karena tergesa-gesa berangkat kursus.

Saya juga ikut kegiatan sosial yang terkadang menyita waktu. Karena di lembaga sosial itu banyak teman lelaki dan sering kontak lewat SMS, suami curiga. Dia menuduh saya selingkuh. Suami meminta saya minta maaf dan tak mengulangi perbuatan yang dituduhkan itu.

Saya sakit hati karena tak pernah selingkuh. Kini, hubungan kami tak harmonis. Karena tak bersalah, saya tak mau minta maaf. Bagaimana  sebaiknya, Bu? (Titin)

Jawab:
Maksud Ibu membantu suami menambah penghasilan baik. Karena itu perlu cara yang baik pula agar tujuan itu tercapai dan menambah kebahagiaan keluarga. Sebagai ibu rumah tangga, Ibu merasa bersalah karena tak dapat menyediakan makanan untuk keluarga sebagaimana selama ini.

Karena punya banyak kegiatan, Ibu perlu merencanakan semua agar terlaksana dengan baik. Jika berangkat kursus atau kegiatan, Ibu  tentu harus bangun lebih awal dan sudah menyiapkan bahan yang dimasak pada sore hari. Jadi pagi hari, masakan dapat  tersaji dalam waktu singkat. Masakan sendiri lebih terjamin bersih dan sehat sehingga Ibu sekeluarga terjaga dari gangguan kesehatan.

Soal kecurigaaan suami, Ibu perlu menyikapi dengan sabar. Sebaiknya Ibu bicara dari hati ke hati. Yakinkan suami bahwa tuduhan itu tak benar. Ibu bisa tunjukkan SMS itu ke suami. Persilakan suami mencari bukti di lembaga sosial itu untuk membuktikan tuduhan perselingkuhan tersebut benar atau tidak.
Menuduh selingkuh istri yang baik-baik perlu dihindari. Apalagi jika tak punya bukti. Sebab, dapat menyebabkan saling benci dan memutus ikatan perkawinan. Dalam Alquran disebutkan, suami yang menuduh istri berzina tanpa saksi selain dirinya, harus bersumpah empat kali   atas nama Allah bahwa dia telah bersumpah dengan sebenarnya. Dan, sumpah kelima, dia sanggup menerima laknat Allah bila sumpahnya palsu. Istri juga harus bersumpah sama bahwa sang suami telah bersumpah palsu dan sanggup menerima laknat Allah bila sumpah sang suami benar (Surah An-Nur: 6-9).

Ibu Titin dan suami tentu menyayangi anak-anak dan tak ingin mereka menderita karena ibu dan ayah saling benci karena tuduhan yang  belum tentu benar. Ibu dan suami perlu saling memaafkan agar tak sampai bersumpah yang berujung pada laknat Allah. Mohonlah ampunan dan petunjuk Allah agar mendapat kebahagiaan dan rezeki yang halal. (51)
(Suara Merdeka 2 Juni 2010)