Rabu, 15 Juli 2009

Terperangkap Duda

Tanya:
Saya sudah berumah tangga selama 25 tahun, dikaruniai seorang anak gadis yang kini berusia 14 tahun. Karena tempat kerja di luar kota, maka sebulan sekali saya baru bisa pulang ke rumah. Di Kota K tempat saya bekerja, ada tetangga bernama M. Ia duda, punya toko kelontong. Saya sering belanja keperluan sehari hari di toko tersebut.

Dari sekadar berteman, M kemudian mengaku tertarik kepada saya. Suatu ketika, saya pernah sakit di Kota K. Sedih sekali karena jauh dari suami dan anak. Tiba-tiba M dan pembantunya datang menolong dan mengantar saya ke rumah sakit. Dia juga menyuruh pembantunya mengurus segala keperluan saya selama sakit. Sekarang saya bingung, karena M menyatakan cintanya dan ingin menikahi saya. Padahal saya sudah mengatakan sudah memiliki suami dan anak. Bu, bagaimana cara menolak M agar ia tidak merasa sakit hati.
(Ny Titin)

Jawab:
Ibu Titin yang sedang bingung, pernikahan merupakan ikatan kasih sayang antara suami dan istri yang amat kokoh, karena didukung oleh ikrar yang diucapkan saat akad nikah. Dikuatkan pula oleh hukum agama dan hukum negara, serta disaksikan oleh Allah maupun sanak saudara. Karena itu, suami-istri mempunyai kewajiban untuk menjaga agar keluarga yang dibangunnya dapat mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Niat untuk menolak permintaan M, yang ingin menikahi Ibu, sangat baik karena untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Tetapi, niat itu harus disertai dengan keteguhan hati, karena Ibu telah mempunyai suami yang setia dan anak gadis yang menginjak remaja. Mereka menyayangi Ibu, demikian pula sebaliknya. Itu merupakan salah satu tanda kebahagiaan dalam rumah tangga.

Perjalanan rumah tangga yang sudah dibina sekian lama itu tentu tidak lepas dari suka-duka. Ibu dan suami berhasil melewati segala rintangan dengan baik, sehingga rumah tangga masih utuh sampai sekarang. Maka perlu dipertahankan, dan jangan sampai goyah hanya karena Ibu ingin membalas budi baik M.

Kebaikan M memang tak boleh dilupakan. Kalau bisa, Ibu perlu membalasnya dengan kebaikan pula, tapi tak harus dengan menerima cintanya yang berarti mengorbankan keutuhan rumah tangga. Sebaiknya berterus terang kepada M, bahwa Ibu mempunyai keluarga yang bahagia. Karena itu, hubungan dengan M sebatas teman saja. Meski kejujuran itu mungkin menyebabkan M patah hati, itu lebih baik baginya agar tidak berharap terlalu jauh.

Selanjutnya, Ibu perlu menjaga jarak dengan M agar ia tak salah menafsirkan sikap ibu yang selama ini terkesan begitu dekat. Untuk menghindari godaan M, ajaklah suami dan anak berkenalan dengannya. Jadi, M bisa melihat sendiri keharmonisan keluarga Ibu, dan dengan demikian diharapkan ia akan mengurungkan niat untuk menikahi Ibu Titin. Jangan lupa selalu mohon kepada Allah agar diberi kekuatan untuk menjaga diri dari godaan yang dapat menghancurkan kebahagiaan rumah tangga Ibu. (32)

(Suara Merdeka 15 Juli 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar