Rabu, 06 Mei 2009

Istri Menjadi Kepala Keluarga

Tanya:
Sejak lima tahun lalu, suami saya menderita sakit sehingga tak dapat mencari nafkah. Dengan bekal ijazah SMA, saya berusaha mencari pekerjaan dan mendapat penghasilan tetap. Karena tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya mencari tambahan penghasilan dengan mencuci dan seterika.

Karena suami adalah anak tertua di keluarganya, banyak pula urusan keluarga yang semula ditangani suami kini beralih ke saya. Dalam beberapa hal, saya sering membuat keputusan tanpa sepengetahuan suami. Saya khawatir kalau setiap masalah diberitahukan kepada suami, justru akan menambah beban pikiran dan membuat penyakitnya makin berat.

Yang mengganggu pikiran, saudara ipar mengatakan saya tidak lagi menghormati suami sebagai kepala keluarga. Bahkan saya dikatakan merebut kedudukan suami dalam keluarga. Pertanyaan saya, apakah istri diperbolehkan menjadi kepala keluarga ketika suami sakit? Adakah keharusan memberitahu segala urusan rumah tangga kepada suami? (Tina).

Jawab:
Ibu Tina, kami dapat memahami kegelisahan Ibu atas tuduhan saudara ipar tersebut. Selama ini, dengan penuh tanggung jawab, Ibu melaksanakan tugas sebagai istri sekaligus pencari nafkah. Bahkan tanggung jawab terhadap saudara suami juga Ibu lakukan. Semua itu bertujuan untuk meringankan beban suami yang sakit. Apabila ada yang menuduh Ibu telah merebut kedudukan suami sebagai kepala rumah tangga, perlu diajak bicara dari hati ke hati agar tidak terjadi salah faham.

Kedudukan suami sebagai kepala rumah tangga tidak perlu diperebutkan. Pembagian tugas antara suami dan istri adalah hasil kesepakatan bersama. Ketika suami sakit dan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai kepala keluarga, boleh saja digantikan istri atau anaknya.

Pada dasarnya, istri adalah penolong bagi suami dan suami sebagai penolong istri. Karena itulah, Allah menyuruh para suami untuk memperlakukan istrinya dengan cara yang baik (QS An Nur: 19), demikian pula sebaliknya. Jadi tidak ada istilah ’’berebut kedudukan sebagai kepala keluarga’’, karena peran itu tidak menyebabkan seseorang lebih tinggi dan dapat merendahkan pasangannya.

Sekarang banyak perempuan yang menjalankan tugas sebagai ibu sekaligus kepala keluarga, ketika suaminya tak dapat menjalankan tugas karena berbagai sebab. Ini beban berat bagi perempuan, sehingga anggota keluarga yang lainnya perlu memahami dan membantu meringankan bebannya.

Langkah Ibu untuk tidak melaporkan setiap urusan keluarga kepada suami sudah tepat, mengingat suami masih sakit dan perlu istirahat. Bersabarlah dan jangan lupa mohon pertolongan Allah, agar suami diberikan kesembuhan dan Ibu bisa mendapatkan kembali kebahagiaan dalam keluarga. (32)

(Suara Merdeka 6 Mei 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar