Rabu, 17 Februari 2010

Suami Punya WIL

Tanya: Saya seorang ibu rumah tangga, punya dua anak yang masih remaja. Suami saya PNS di luar kota. Ia tidak setiap hari pulang. Di tempat kerjanya, ia punya usaha sampingan setelah pulang kantor, yakni memberikan bimbingan belajar bagi yang membutuhkan tambahan pelajaran.

Di antara siswanya ada anak seorang janda. Dengan alasan mengantar anaknya les, janda itu sering menemui suami saya, katanya untuk konsultasi.

Ketika saya ikut menghadiri acara di kantor suami, ada yang memberitahu mengenai hubungan suami dengan R, janda itu. Sewaktu saya tanyakan, suami mengatakan ibu R mengajak kerja sama untuk membuka tempat bimbingan belajar di rumahnya. Dia menawari suami untuk tinggal di paviliun samping rumah agar dapat menunggui usaha mereka.

Saya percaya apa yang dikatakan suami, tapi belakangan saya sadar bahwa kepercayaan saya itu salah. Suami sekarang sudah pindah ke rumah R dan mereka kabarnya sebentar lagi mau menikah. Apakah suami saya dapat menikah dengan R kalau saya tidak mengizinkan?  (Ary)   

Jawab: Ibu Ary, pernikahan merupakan ikatan antara suami-istri yang tidak hanya disaksikan oleh manusia, tetapi juga oleh Allah. Tali pernikahan itu  amat kokoh dan suami maupun istri perlu menjaga ikatan itu. Namun demikian, suami Bu Ary tampaknya melupakan kewajiban untuk menjaga ikatan pernikahan. Tanpa disadari ia telah masuk dalam perangkap R

Suami ibu tidak memperhitungkan akibat dari kedekatannya dengan R akan membawa kekacauan dalam rumah tangga, sehingga tanpa sepengetahuan Bu Ary, ia menuruti bujukan R dan melupakan ibu.

Selagi rencana pernikahan suami dengan R belum terjadi, Bu Ary perlu ketemu suami dan membicarakan dari hati ke hati tentang persoalan dengan R dan masa depan anak-anak.

Apakah suami rela mengorbankan kebahagiaan keluarga dan masa depan anak-anak untuk menuruti kehendak R yang  akan merusak rumah tangga Bu Ary. Cobalah untuk menyadarkan suami akan akibat dari godaan yang tengah dilancarkan R.

Mungkin suami menilai R seorang yang berjasa memberikan keuntungan materi dengan adanya kerja sama untuk mengelola usaha pendidikan. Jasa itu tidak perlu dibalas dengan mengorbankan kebahagiaan keluarga. Sebagai PNS, suami ibu tidak dapat menikahi R tanpa izin Bu Ary sebagai istri pertama.

Di samping itu, juga izin dari pimpinan/pejabat di instansinya. Izin menikah lagi bisa diberikan kalau memenuhi salah satu alternatif yang membolehkan PNS poligami, yaitu:

(1) istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.

(2) istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.

(3) istri tidak dapat melahirkan keturunan (PP No 10 Tahun 1983, Pasal 10)   
   
Agar suami ingat akan kebahagiaan bersama ibu dan anak-anak, cobalah dibuat acara yang dapat mendekatkan hati suami dengan ibu dan anak- anak.

Misalnya, rekreasi atau makan bersama untuk mengenang kembali masa-masa yang penuh kebahagiaan yang sudah lama hilang, karena kesibukan suami.

Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar ibu beserta suami dan anak-anak mendapatkan kembali kebahagiaan berkeluarga. (37)
(Suara Merdeka 17 Februari 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar