Rabu, 12 Maret 2008

Istri Memberi Nafkah

Tanya: Saya seorang PNS mempunyai dua anak. Suami dulu bekerja di swasta, tetapi sejak dua tahun lalu ia menganggur. Selama ini untuk biaya hidup dan sekolah anak-anak hanya dari gaji saya. Karena kondisi keuangan keluarga yang demikian, sampai sekarang kami belum punya rumah dan tinggal di rumah saudara yang kebetulan tidak ditempati. 

Ketika suami keluar dari pekerjaan, saya berusaha memahami keadaannya, dan tidak pernah menuntut untuk memberi nafkah. Dengan mengatur secermat mungkin, gaji saya masih bisa untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Saya sering memberi dorongan agar suami mencari pekerjaan. Namun, ia acuh, bahkan marah dan menyuruh saya mencari laki-laki lain yang bisa memberi uang banyak. 

Menurut ajaran agama, apakah seorang suami diperbolehkan tidak memberi nafkah kepada keluarga atau tidak mau berusaha seperti suami saya itu?
Ny Tia-Brebes

Jawab: Ibu Tia, kami bisa memahami kebingungan ibu dalam menghadapi suami yang cuek terhadap kebutuhan keluarga. Menurut ajaran agama, suami berkewajiban memberikan nafkah, meliputi makan, pakaian, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai kemampuan (QS AlBaqarah: 233, ath Thalaq: 6).

Di samping itu, sebagai pemimpin dalam keluarga, ia dituntut membimbing keluarganya ke jalan yang diridloi Allah. Suami yang dapat memenuhi kewajibannya memberi nafkah, akan mendapat pahala yang besar dari Allah, melebihi pahala sodaqoh lainnya (HR Imam Muslim).

Mengingat memberi nafkah itu kewajiban yang diperintahkan agama, maka langkah ibu untuk selalu mengingatkan suami agar mau bekerja dan mencari nafkah, itu sudah tepat. Kalau suami belum tergugah semangatnya, cobalah ibu bicara dari hati ke hati, dan tanyakan faktor apa yang menyebabkan dia belum mau bekerja seperti dulu. Mungkin ada kesulitan yang selama ini dipendamnya.

Yakinkan bahwa berkah dari rezeki itu tidak tergantung dari sedikit atau banyaknya jumlah, tetapi dari rahmat yang diberikan Allah, sehingga tidak perlu menolak peluang kerja yang penghasilannya tidak seperti yang diharapkan. (37)*
(Suara Merdeka 12 Maret 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar