Rabu, 16 April 2008

Kehilangan Suami

Tanya: Saya menikah dua tahun lalu. Kami hidup bahagia. Suami penuh pengertian dan kami saling membantu dalam pekerjaan rumah tangga maupun kantor. Meskipun berbeda tempat kerja, bidang yang menjadi tugas kami sama, sehingga bisa saling mendukung. 

Kebahagiaan kami bertambah ketika saya mulai mengandung anak pertama. Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama, karena suami lima bulan yang lalu meninggal, karena kecelakaan. Dunia ini serasa kiamat saat saya menghadapi kenyataan itu. Sampai sekarang saya belum bisa menghilangkan kesedihan, karena ditinggal suami. Saya sering mengunjungi makamnya dan mengungkapkan perasaan kepadanya. Dengan demikian beban pikiran menjadi ringan. 

Karena sebentar lagi anak saya lahir, saya tidak bisa lagi sering ke makam suami. Bagaimana caranya agar saya mendapatkan ketenangan hati, tanpa harus meninggalkan anak?

Fia-di kota P

Jawab: Ananda Fia, kami bisa memahami perasaan Fia yang masih sering merasakan kesedihan jika teringat suami yang telah tiada. Namun, Fia tentu tidak ingin larut dalam kesedihan yang berkepanjangan, karena semua manusia akan mengalami kematian. Maka, sikap yang terbaik untuk menghadapi masalah itu adalah menyiapkan bekal sebanyak-banyaknya bagi kehidupan di akherat. Di antaranya dengan mendidik anak yang dilahirkan agar menjadi anak yang saleh.

Pendidikan anak sudah bisa dimulai sejak masih dalam kandungan. Misalnya, dengan membaca dan memahami kitab suci Alquran, agar hati menjadi tenang. Karena di dalamnya terdapat pedoman dan petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan (QS Al Jasiyah: 20). 

Jangan lupa ajak anak dalam kegiatan tersebut, meski hanya lewat belaian lembut di perut dan bisikan hati. Ketenangan hati dan pikiran Fia berpengaruh positif pada perkembangan janin. Maka, tabahkan hati dan kuatkan tekad untuk membesarkan dan mendidiknya menjadi anak saleh yang dapat mendoakan dan memintakan ampun kedua orang tuanya. 

Melalui cara inilah, Fia bisa mewujudkan keinginan untuk mengenang almarhum, tidak terbatas melalui kunjungan ke makam. Menurut tuntutan Islam, ziarah kubur adalah untuk mengingatkan yang masih hidup akan datangnya kematian dan memohonkan ampun bagi yang telah meninggal. Dengan demikian, ziarah kubur dapat menjadi pendorong bagi manusia untuk menggunakan sisa hidupnya guna beribadah dan beramal, termasuk mempersiapkan keturunannya menjadi generasi yang saleh/salihah. Berbahagialah Fia, karena sebentar lagi ananda akan menjadi ibu dari anak saleh tersebut. (37)
(Suara Merdeka 16 April 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar