Rabu, 07 Mei 2008

Iparku Punya Dua Suami

Tanya: Saya mempunyai ipar bernama K. Beberapa bulan yang lalu ia minta cerai dari suaminya, R, dengan alasan sudah sekian lama R tidak dapat memberi nafkah batin, karena sakit. Upaya penyembuhan sudah dilakukan ke berbagai pihak, tetapi belum sembuh juga. 

Selain itu, K tidak tahan terhadap sikap R yang suka marah dan melempar perabot rumah tangga. Namun, R menolak menceraikan istrinya. Sebagai pelarian atas keadaan rumah tangganya, K menjalin hubungan cinta dengan D. Bahkan, D berterus terang ingin melamar K. Suaminya sudah mengetahui skandal istrinya itu, tetapi ia tidak marah bahkan mengizinkan K berhubungan dengan laki-laki lain asal tidak minta cerai. Karena itu, K menerima lamaran D dan mengaku telah menikah siri dengan D. 

Apakah pernikahan K dengan D itu sah? K meminta saya untuk menyampaikan berita pernikahannya itu kepada suaminya, agar ia mau menceraikan. Bagaimana cara menyampaikan permintaan K kepada suaminya?

Ria-di kota M

Jawab: Perkawinan merupakan bersatunya dua orang yang berlainan jenis, berbeda kebiasaan, sifat, dan keinginan. Maka, tantangan dan godaan sering muncul, sebagaimana yang dialami K dan suaminya. Di satu sisi, K sudah cukup sabar menghadapi kondisi dan sifat suaminya yang kasar. Namun, di sisi lain, K telah mengambil jalan pintas untuk menikah lagi dengan D, padahal ia masih terikat tali pernikahan dengan R. Jika suaminya tidak mau menceraikan, sedangkan ia tidak dapat lagi memberikan nafkah batin bagi istri, maka K dapat mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Hal ini dibolehkan, karena suami menderita sakit yang berakibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami-istri (Kompilasi Hukum Islam Pasal 116). 

Jika perceraian sudah terjadi dan sudah habis masa iddahnya, barulah K boleh kawin dengan D. Selama masih dalam masa iddah (sekurang-kurangnya 90 hari), perempuan yang sudah cerai dari suaminya tidak boleh menerima pinangan atau menikah dengan pria lain (Kompilasi Hukum Islam Pasal 151). Maka, dalam kasus K ini, perkawinan dengan D adalah tidak sah, karena K masih terikat satu perkawinan dengan pria lain (Kompilasi Hukum Islam Pasal 40). Maka, hubungan suami-istri yang dilakukan K dengan D termasuk zina. Untuk itu, harus segera dihentikan. 

Ria dapat menyampaikan berita pernikahan K dengan D kepada suami K. Dan, memberikan bahan pertimbangan bagi R tentang permintaan cerai istrinya. Kalau memang mereka sudah tidak bisa bersatu lagi, maka perceraian merupakan jalan terbaik. Karena jalan keluar yang ditawarkan R kepada istrinya dengan memberi kebebasan untuk berteman dengan laki-laki lain, justru menjerumuskan R dalam perbuatan dosa. Untuk mendapatkan kemantapan dalam pengambilan keputusan, ajaklah K maupun R untuk melakukan shalat istikharah, dan memohon petunjuk Allah agar dipilihkan jalan terbaik bagi keduanya. (37)
(Suara Merdeka 7 Mei 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar