Rabu, 05 November 2008

Paman dan Calon Istri Ingusan

Tanya :
Saya punya paman bernama M. Istrinya baru meninggal lima bulan yang lalu. Selain sebagai pedagang, Paman juga membuka panti pijat. Setahun lalu, usaha itu berkembang. Dia buka cabang panti pijat di kota K. Di antara tenaga administrasinya adalah P, seorang anak yang wajahnya manis dan baru lulus SD. Ia berasal dari keluarga kurang mampu dan ayahnya telah meninggal dunia. Ibunya adalah teman sekolah paman sewaktu di SMU. Ia menitipkan anaknya agar bisa bekerja di tempat tersebut. Untuk  biaya menyelesaikan sekolah di SD, Paman juga membantu. Beberapa waktu yang lalu, Paman minta pertimbangan saya dalam mencari istri. Dan ada kecenderungan ia menyukai P dan ingin membantunya agar bisa sampai SMU. Yang menjadi persoalan, anak itu masih belum ada 16 tahun. Bagaimana sebaiknya, apakah ditunggu sampai dewasa atau mencari perempuan lain ? (Bardi). 

Jawab :
Pak Bardi, tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia. Untuk mencapai tujuan itu, tidak sedikit tantangan yang harus dilalui. Oleh karena itu, diperlukan kedewasaan dalam berpikir dan bertindak agar biduk rumah tangga tidak pecah di tengah jalan atau berakhir dengan perceraian. 
Kedewasaan dari segi fisik, psikis, maupun sosial akan membantu pasangan suami-istri untuk menciptakan kebahagiaan berkeluarga. Pada usia yang cukup matang, organ-organ reproduksi perempuan akan mampu menjalankan fungsinya dengan baik sehingga anak yang dilahirkan akan sehat jasmani maupun rohani. Dan dalam kejhidupan sosial pun mampu mengembangkan rasa tanggung jawab dan  toleransi kepada orang lain. 

Dengan demikian, rumah tangga akan dapat dipelihara meskipun banyak persoalan yang harus dihadapi oleh pasangan suami-istri. Anak perempuan yang belum optimal dapat memengaruhi keharmonisan rumah tangga. Betapa banyak pasangan yang terpaksa bercerai karena tidak mempunyai kedewasaan dalam berpikir maupun bersikap. 

Mengingat hal tersebut, maka apabila M ingin menikahi P, sebaiknya ditunggu sampai berusia minimal 16 tahun sesuai denan ketentuan UU perkawinan no 1 tahun 1974. Karena peraturan itu dibuat dengan mempertimbangakan banyak faktor, termasuk dampak negatif dari masa remaja yang terpaksa menikah. Jika tidak sabar, lebih baik mencari perempuan lain yang sudah memenuhi syarat untuk menikah. (80)
(Suara Merdeka 5 November 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar