Rabu, 05 Agustus 2009

Campur Tangan Mertua

Tanya:
Saya seorang PNS, punya  dua anak balita. Setiap hari, saya dan suami berangkat kerja bersama, meski kantor kami berbeda. Kami sekeluarga tinggal bersama mertua, karena suami anak bungsu dan dua kakaknya tinggal di luar kota.

Selama ini, saya dan suami banyak berutang budi kepada mertua kami, karena mereka berdua banyak meluangkan waktu untuk menemani anak-anak.
Tetapi ada hal yang kurang menyenangkan, terutama yang sering dilakukan ibu mertua. Saya dan suami tidak pernah mempersoalkan hal itu, karena kami menghormati ibu.

Dua tahun lalu, ayah mertua meninggal. Mungkin karena kesedihan yang berlarut-larut, sekarang ibu mudah marah. Kami juga sering kena marah, tetapi saya dan suami bersepakat memendam perasaan agar tidak terjadi konflik dikeluarga. Tetapi akhir-akhir ini, saya lebih sering jadi sasaran kemarahan.

Yang lebih menyakitkan, setiap marah ibu mertua selalu mengungkit-ungkit pacar-pacar suami yang katanya lebih cantik, dan lebih memerhatikan saya. Akibatnya, saya sering berselisih dengan suami, karena saya ingin pindah rumah, tetapi suami mau tetap bersama ibu mertua. Bagaimana sebaiknya, apakah kami harus berpisah?
(Ny Mulyati)

Jawab:
Ibu Mulyati, ibu mertua saat ini masih belum bisa melepaskan diri dari duka sepeninggal suaminya. Perasaannya belum stabil, sehingga sering marah. Ibu Mul menjadi sasarannya, karena yang ada di rumah hanya Ibu, suami, dan anak-anak.

Meski kena marah, Ibu dapat mengendalikan diri sehingga tidak terjadi konflik terbuka melawan ibu mertua. Sikap ibu yang diam dan sabar dalam menghadapi mertua yang sedang marah itu sudah tepat dan terpuji.

Kesabaran itu masih diperlukan untuk membantu memulihkan perasaan ibu mertua yang mengalami goncangan akibat wafatnya suami yang sekian lama menjadi pendamping dalam suka dan duka.

Agar proses pemulihan itu tidak mengalami hambatan, sebaiknya Ibu menunda dulu keinginan untuk pindah rumah. Kalau dilakukan, itu bisa menambah masalah baru, seperti kesepian dan kesedihan bagi ibu mertua, karena merasa anak bungsu dan menantunya sudah tidak sayang lagi kepadanya, dan tak mau lagi tinggal bersama.

Karena itu, Ibu perlu meneguhkan kesabaran. Perbanyak salat tahajud, ungkapkan semua kesedihan dan kekecewaan di hadapan Allah. Jangan lupa doakan ibu mertua agar diberi petunjuk, dilapangkan hatinya, sehingga tak menjadi pemarah lagi. Dengan demikian, ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga Ibu Mul akan tercipta kembali. (32)

(Suara Merdeka 5 Agustus 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar