Rabu, 19 Oktober 2011

Suami Mengancamku*

Tanya:
Saya seorang karyawati, memiliki dua orang anak yang masih duduk di sekolah dasar. Suami saya dulu bekerja di sebuah kantor swasta, tetapi sudah dua tahun menganggur karena terkena PHK. Setelah tidak bekerja, ia suka keluar malam bahkan pulang pagi atau siang. Dia tidak memberi tahu ke mana perginya, dan kalau saya tanya, ia marah, sehingga saya menjadi bosan untuk bertanya.
Sekarang ini, suami saya jarang pulang dan kalau pulang, ia hanya meminta uang pada saya. Ketika saya tanya untuk apa, terkadang ia diam, tetapi sering pula marah-marah.
Saya merasa tertekan dengan kondisi rumah tangga yang seperti ini, dan saya ingin bercerai. Saat saya kemukakan rencana tersebut, suami mengancam akan menyakiti atau membunuh saya kalau berani meminta cerai. Apakah saya harus diam saja atau tetap mengajukan gugatan cerai? (Ratih)

Jawab:
Ibu Ratih, sebagian besar orang yang terkena PHK mengalami perubahan perilaku. Termasuk suami ibu yang semula penuh perhatian kepada keluarga, menjadi tidak peduli dengan istri dan anak, bahkan telah melontarkan ancaman kepada bu Ratih.
Ibu selama ini sudah cukup sabar dan berusaha untuk mengatasi sendiri persoalan yang timbul dalam keluarga. Namun,ternyata sikap suami tidak berubah ke arah yang baik, bahkan semakin meresahkan.
Situasi ini tidak dapat didiamkan, maka Bu Ratih perlu bersikap tegas. Kalau suami masih bisa diajak bicara dari hati ke hati untuk memperbaiki dirinya, maka ibu bisa membantu suami bangkit dari keterpurukan akibat PHK.
Bantulah ia menemukan jati dirinya, antara lain dengan membangun kepercayaan diri melalui usaha yang mendatangkan keuntungan materi ataupun mengangkat harkatnya sebagai seorang kepala rumah tangga. Kalau upaya itu tidak menghasilkan perubahan pada perilaku suami, maka ibu dapat melaporkan suami ke pihak yang berwajib, karena telah melakukan kekerasan psikis yang menimbulkan ketakutan bagi Bu Ratih.
Menurut UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), ibu berhak mendapatkan perlindungan dari pihak yang berwajib atau lembaga sosial, agar terhindar dari tekanan psikis serta dampak lainnya akibat dari kekerasan yang dilakukan suami.
Apabila Ibu sudah mantap untuk berpisah dari suami, ibu bisa mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama. Jangan lupa, mohon petunjuk dan kekuatan kepada Allah, agar dimudahkan jalan bagi ibu dan anak-anak memperoleh kedamaian dan kebahagiaan dalam keluarga. (24) (Suara Merdeka 19 Oktober 2011 h. 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar