Rabu, 27 Agustus 2008

Merawat Anak Madu

Tanya :
Saya seorang ibu rumah tangga, sudah sepuluh tahun menikah, tetapi belum punya anak. Suami bekerja di sektor swasta di luar kota. Setiap bulan ia pulang, tetapi akhir akhir ini jarang pulang. Katanya banyak pekerjaan. Agar rumah kami tidak sepi, maka atas izin suami, sebagian rumah digunakan untuk kos putri. Suatu ketika suami pulang. Ia bersama seorang gadis. Katanya anak temannya yang akan bekerja di kota tempat kami tinggal. Suami mengatakan bahwa L ingin kos dirumah kami. Setelah beberapa bulan L tinggal di rumah saya, ia terlihat berubah. Ternyata ia berselingkuh dengan suami saya. Meski awalnya suami menolak berita itu, tetapi akhirnya ia mengakui. Bahkan ia minta izin untuk menikahi L karena telah hamil. Saya bilang suami bahwa saya tidak mau dimadu. Kalau ia ingin menikahi L, maka saya minta cerai. Tetapi suami mengatakan bahwa L tidak menuntut untuk dinikahi asal saya mau mengasuh bayinya. Bagaimana sebaiknya? (Ny Marni)

Jawab : Ibu Marni, kami ikut prihatin atas perselingkuhan suami dengan L. Sebagai seorang isteri, ibu sudah berusaha untuk menjaga hubungan dengan suami tetap harmonis. Namun dengan datangnya L, keharmonisan itu terganggu karena ia berselingkuh dengan suami.

Untuk mengatasi itu, diperlukan kesabaran dan ketabahan agar posisi Bu Marni sebagai isteri yang sah tidak tergeser oleh L yang tampaknya sengaja merebut hati suami ibu. Karena pada dasarnya suami masih mencintai ibu sehingga ia tidak mau bercerai. Di sisi lain, ia ingin bertanggung jawab atas kelahiran anak yang dikandung oleh L. Ibu kiranya sudah paham sifat suami dan kepribadiannya.

Hal itu dapat dijadikan pertimbangan untuk mengambil keputusan akan mempertahankan perkawinan atau bercerai. Apakah suami memang suka iseng ataukah waktu itu ia khilaf akibat kuatnya godaan L. Pentingnya menjaga keutuhan rumah tangga tentu diinginkan oleh ibu maupun suami. Hal ini dapat diketahui dari sikap suami yang tidak bersedia menceraikan ibu. Tawarannya untuk memelihara bayi yang dilahirkan L nantinya bisa dipertimbangkan sebagai jalan keluar dari persoalan ini.

Kalau ibu masih ingin mempertahankan perkawinan, maka tawaran suami mengasuh bayi L merupakan jalan keluar yang lebih baik dibanding perceraian. Agar ibu dapat melupakan perselingkuhan, maka ibu perlu hikmah di balik peristiwa itu. Dengan menerima bayi itu, maka keinginan ibu untuk mempunyai anak dapat terpenuhi, meski tidak lahir dari rahim ibu. Apabila ibu mendidiknya dengan tulus, insyaallah anak itu akan membalas kecintaan ibu terhadapnya. (80)

(Suara Merdeka 27 Agustus 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar