Tanya: Saya ibu rumah tangga, mempunyai lima anak dan seorang menantu bernama G. Ia istri dari anak saya yang ketiga. Dari pernikahan G dan anak saya R, telah dikaruniai dua orang anak. Sejak kelahiran anak kedua, hubungan anak saya dengan G kelihatan tidak harmonis.
Mereka sering bertengkar,dan anak saya pernah mengeluh kalau sekarang memilih diam daripada berbantah dengan istri. Bukan berarti ia menerima situasi itu, namun karena ia lelah, setiap ia mau menjelaskan persoalan yang menjadi sebab pertengkaran, istrinya tidak memberi kesempatan kepadanya untuk bicara. Istri lebih banyak bicara dan menyalahkan suami.
Sebagai orang tua, saya prihatin melihat rumah tangga anak saya, tetapi mau ikut bicara, khawatir dapat memperkeruh suasana, karena menantu saya akan marah pada suaminya kalau ada orang lain yang tahu persoalan rumah tangganya. Bagaimana cara menyadarkan menantu saya tentang sifatnya yang kurang menghargai suami dan mengembalikan perhatian anak saya kepada istrinya, karena sekarang bersikap acuh, bahkan berniat akan menceraikannya. (Ny Utari)
Jawab: Ibu Utari, beda pendapat suami dan istri adalah hal yang wajar, karena dua orang yang berlainan sifat, latar belakang budaya ataupun keluarga menyebabkan terjadinya perbedaan dalam memandang atau menyikapi suatu persoalan. Karena dalam rumah tangga ada tujuan yang akan dicapai oleh suami isteri, maka masing masing perlu menyelaraskan dengan tujuan bersama yang telah disepakati.
Menurut ajaran Islam, suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, selama ia dapat menjadi pelindung bagi istri dan anak-anaknya dan membimbing ke arah jalan yang benar, maka istri dan anak-anak perlu mematuhinya.
Tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka seluruh anggota keluarga perlu saling menolong atau mengingatkan satu sama lain agar tidak menyimpang dari tujuan. Andaikata ada perbedaan pendapat, maka perlu dicari jalan keluarnya, dengan musyawarah dan cara yang santun.
Selama ini, putra ibu berdiam diri tetapi memendam kekecewaan atas sikap istrinya yang cenderung tidak mau mendengar perkataan suami. Kondisi ini sebaiknya jangan dibiarkan berlarut-larut, apalagi putra ibu sudah punya niat akan menceraikan istrinya. Artinya, ia sudah tidak mau mencari jalan keluar atas kemelut rumah tangganya selain perceraian.
Dalam situasi ini, Ibu harus ambil peran untuk menyelamatkan pernikahan mereka. Ajaklah anak maupun menantu bicara tentang situasi rumah tangga dan masa depan anak anak. Sadarkan mereka akan perlunya keterbukaan, saling menghargai dan kerja sama untuk menyelesaikan masalah keluarga. Suami, istri, ataupun anak- anak, tentu menginginkan rumah yang dapat memberikan ketenangan dan kegembiraan bagi seluruh anggota keluarga. Kebahagiaan rumah tangga anak juga kebahagiaan bagi orang tua, sebaliknya putusnya perkawinan mereka akan membawa pula kesedihan bagi orang tua. Oleh karena itu, anak dan menantu diharapkan dapat mengendalikan diri dan berusaha memperbaiki tali pernikahan yang terancam putus. Jangan lupa mohonkan pertolongan Allah agar mereka diberi petunjuk dan jalan keluar yang membawa pada kebahagiaan keluarga. (24) (Suara Merdeka 21 September 2011 h. 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar