Rabu, 28 September 2011

Kemenakan yang Nakal*

TANYA:

Saya seorang ibu rumah tangga, punya dua anak yang masih balita. Sebelum punya anak, saya dititipi anak oleh K, adik dari suami. Istri K merantau keluar daerah untuk mencari pekerjaan, karena suaminya kena PHK dan tidak dapat pekerjaan dalam waktu yang cukup lama.

Setelah ditinggal istrinya selang lima bulan, K pergi dari rumah dengan niat mau cari pekerjaan. Sebelum  pergi, ia menitipkan anaknya, B, kepada kami, dan berjanji akan menjemputnya bila sudah dapat pekerjaan. Namun sudah dua tahun lebih, K tidak memberi kabar tentang keberadaannya.

Kami semua menerima B seperti anak sendiri, meskipun ia sering membuat keributan di rumah. Anak anak kami takut terhadap B, karena ia sering marah dan melemparkan mainan atau barang yang ada di dekatnya. Saya kasihan dengan anak-anak saya yang tidak tenang di rumah, dan tidak bebas bermain karena takut dimarahi B. Apakah saya harus bicara dengan suami tentang hal ini, dan bagaimana kalau B kami titipkan  kepada keluarga istri K yang kebetulan rumahnya tidak jauh dari tempat kami. (Ny Anik)

Jawab:

Ibu Anik, kemenakan suami yang dititipkan kepada ibu sudah dianggap seperti anak sendiri. Maka ibu tidak perlu segan untuk mendidiknya seperti meluruskan ucapan atau perilakunya yang kurang baik. Kemenakan yang nakal itu, bisa jadi karena masa kecilnya tidak mendapat kasih sayang atau perhatian dari ibu dan ayahnya.

Ibu dan ayahnya sudah meninggalkannya, dan anak berada dalam asuhan Bu Anik. Meskipun ibu dan suami sudah menganggap sebagai anak sendiri, tetapi anak yang sudah tahu berada dalam lingkungan bukan orang tuanya, manakala ia mengalami kekecewaan karena sesuatu hal, dampaknya lebih berat. Ia akan merasa terasing atau tidak dipedulikan, karena bukan anak kandung. Untuk melampiaskan kekecewaan itu, di antaranya ia suka marah dan melemparkan benda-benda yang ada di dekatnya.

Situasi demikian ini, tidak baik bagi perkembangan B maupun anak-anak ibu. Karena itu, sebaiknya Bu Anik segera membicarakannya dengan suami. Apabila ibu dan suami sepakat untuk tetap membesarkan B, perlu dicari jalan untuk mengatasi kegundahan B. Misalnya dengan menciptakan kebersamaan antar anak-anak, ibu dan suami. Ajaklah mereka jalan-jalan atau makan bersama, dan perlakukan B sama dengan anak-anak ibu, agar ia merasa diperhatikan dan mendapat ketenangan.

Apabila Ibu dan suami sepakat untuk menyerahkan B kepada keluarga istri K, bicarakan rencana itu dengan mereka agar dicapai kesepakatan dan kerja sama untuk membesarkan anak itu beserta dana yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhannya. Jangan lupa, B juga diajak bicara, agar ia tidak merasa dibuang atau disingkirkan. Karena rumah Ibu berdekatan dengan keluarga istri K, maka Bu Anik dan suami serta anak-anak bisa mengunjungi B atau sebaliknya ia bisa berkunjung ke rumah Ibu, kapan ia mau.
Semoga dengan demikian, B akan merasakan kehangatan, karena berada di dalam limgkungan yang menyayangi dan mempedulikannya. Jangan lupa, mohonkan bimbingan Allah, agar B tumbuh menjadi anak yang saleh dan bermanfaat. (24) (Suara Merdeka 28 September 2011 h. 7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar