Rabu, 24 Desember 2008

Suamiku Menggoda Tetangga

Tanya: 
Saya seorang pegawai swasta, mempunyai tiga anak yang sudah besar. Suami kerja di kantor asuransi. Akhir-akhir ini rumah tangga kami goncang karena suami terpesona dengan M, kemenakan tetangga yang kebetulan satu kantor. Saya tidak menyangka kalau suami mempunyai kebiasaan buruk, yakni suka menggoda cewek. 

Sejak saya mengetahui suami sering pulang bersama M, saya sudah mengingatkan. Hal itu tidak baik bagi rumah tangga kami maupun hubungan kami dengan keluarga S (paman M). 

Hubungan suamiku dengan M sudah menyebar di kampung kami. Dan Pak S pernah menemui saya dan meminta agar suami saya menjauhi kemenakannya. Bahkan ia sempat mengancam kalau masih menggoda kemenakannya, ia akan melaporkan kepada pimpinan kantor suami. 

Ketika hal itu saya sampaikan kepada suami, ia marah-marah. Kami sering terlibat pertengkaran manakala suami minta ia meninggalkan perbuatan tercela itu. Dan akhirnya saya sering memilih diam dan tidak peduli lagi terhadap perilaku suami daripada harus bertengkar setiap hari. 


Sekarang ini anak-anak juga pada mengeluhkan perbuatan bapaknya karena pernah diledek oleh teman-temannya masalah bapaknya yang punya WIL. Anak saya yang paling besar pernah menangis dan tidak mau keluar rumah sampai seminggu. Apakah saya perlu menemui M dan memintanya untuk menjauhi suami saya? Apakah saya berdosa kalau tidak peduli lagi dengan tingkah suami dan membiarkan dalam penyelewenangan (Ny Arni)

Jawab: 
Ibu Arni, kami dapat memahami perasaan Ibu yang sudah putus asa mengingatkan suami yang suka menggoda cewek dan sekarang selingkuh dengan M. Orang yang sedang dilanda cinta buta sulit diajak bicara. 

Demikian pula suami ibu yang justru marah kalau diingatkan tentang perbuatan tercela. Meskipun begitu Ibu sudah jenuh untuk mengingatkan suami. Tetapi jangan putus asa untuk mengajaknya kembali ke jalan yang benar. 

Ajaklah suami bicara dari hati ke hati tentang dampak negatif dari perbuatan selingkuhnya itu. Kemukakan bahwa tidak hanya Ibu yang merasa dikhianati cinta, tetapi juga anak-anak yang merasa malu dengan perbuatan ayahnya. Demikian pula Paman yang gusar dan melontarkan ancaman. 

Semestinya, suami Ibu menyadari kedudukannya sebagai ayah yang harus memberikan keteladanan bagi anaknya,  termasuk dalam bergaul dengan lawan jenisnya. Kalau himbauan Ibu tidak didengar suami, cobalah ajak anak-anak untuk ikut mengingatkan ayahnya. Karena mereka sudah besar, maka sudah waktunya mereka diajak bicara untuk mencari solusi dari persoalan rumah tangga yang sudah mereka ketahui. 

Sesungguhnya persoalan suami-istri sebaiknya diselesaikan tanpa melibatkan anak-anak. Tetapi dalam kasus Bu Arni, anak-anak justru sudah tahu dan mereka terpukul dengan tindakan penyelewengan ayahnya yang membuat mereka malu dan sedih. Karena itu, ibu tidak bisa bersikap masa bodoh menghadapi penyelewengan suami. Ajaklah anak-anak untuk mengingatkan ayahnya; bisa melalui pembicaraan atau lewat surat. 

Sampaikah pula kepada suami ibu bahwa hubungannya dengan M menyebabkan goncangan rumah tangga dan jiwa anak-anak tertekan. Karenanya mohonlah kesadaran untuk segera mengakhiri hubungan tersebut. Jika suami masih sayang kepada Ibu dan anak-anak, tentunya ia akan menjauhkan diri dari M. Tetapi kalau ia justru marah, maka Ibu dapat menemui M dan memintanya untuk meninggalkan suami Ibu. Ibu juga bisa meminta bantuan Pak S untuk mengingatkan kemenakannya agar tidak menanggapi godaan itu. (80)
(Suara Merdeka 24 Desember 2008)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar