Rabu, 26 Januari 2011

Nikah dan Dendam Lama*

Tanya:
Saya karyawati. Calon suami saya, Y, dari luar Jawa. Semula orang tua setuju. Namun setelah tahu orang tua Y adalah H, Ayah tak mengizinkan kami menikah. Ternyata Ayah punya dendam pada H. Dulu, H merebut R, kekasih Ayah yang hampir dinikahi.
Karena mencintai Y, saya tak mau berpisah. Ayah pernah menyatakan akan menyetujui, tetapi meminta saya cerai setelah menikah. Jadi ayah ingin membalas dendam pada H melalui sang anak.
Ketika itu saya sampaikan pada M, saudara Ayah yang tahu agama, dia menyatakan pernikahan seperti itu haram. Saya tak tahu maksudnya. Bagaimana hukum pernikahan kami jika jadi menikah dan mengikuti peraturan negara, yakni lewat KUA? (Layla)

Jawab:
Pernikahan menurut ajaran Islam termasuk ibadah. Dengan menikah, lelaki dan perempuan telah mengikuti perintah agama untuk membina hubungan secara halal dan menurut syariat Islam.
Tujuan pernikahan bukan untuk menyengsarakan seseorang atau membalas dendam, seperti kehendak ayah Layla. Pernikahan untuk memperoleh keturunan serta ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui” (Surah Ar-Rum: 21).
Merujuk ayat itu, pertemuan hati Layla dan Y dalam tekad untuk menikah merupakan sebagian bukti kuasa Allah. Maka orang tua seharusnya mendukung, jika Y lelaki yang memenuhi kriteria yang ditunjukkan Rasulullah — bisa menjadi suami yang baik, antara lain taat beribadah dan berakhlak luhur.
Karena tujuan pernikahan mulia, tak dibenarkan orang menikah dengan tujuan melecehkan, mempermainkan, atau menyakiti pasangan. Menurut ahli fikih, pernikahan untuk menyengsarakan pasangan hukumnya haram. Itulah maksud M. Selama Layla dan Y tak bertujuan merusak, pernikahan adalah halal dan jadi jalan memperoleh kebahagiaan dalam berkeluarga.
Tentu pernikahan itu harus menurut peraturan agama dan negara, yakni pemeluk Islam menikah melalui KUA. Agar hati Ayah terbuka, cobalah bicara dari hati ke hati. Semoga dia menyadari kekhilafannya dan bisa menerima rencana pernikahan Layla dan Y dengan lapang dan bahagia. Jangan lupa mohon pertolongan Allah agar keinginan Anda berdua untuk membina rumah tangga bahagia tercapai. (51)
(Suara Merdeka 26 Januari 2011 h. 19)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar