Saya seorang karyawati sebuah instansi. Mempunyai seorang anak berusia 3 tahun. Saya menikah dengan G, yang bekerja sebagai PNS. Waktu itu, ia mengaku masih bujang, dan disebutkan pula dalam surat keterangan yang digunakan sebagai syarat pernikahan.
Setelah saya hamil, baru mengetahui bahwa G sudah punya istri dan anak. Bahkan istrinya pernah datang ke rumah kontrakan kami, dan memaki-maki saya dan G. Akhirnya G pulang ke rumah istri pertamanya itu dan saya ditelantarkan.
Saya pernah mendatangi kantor G, awalnya saya bisa ketemu, dan ia memberi uang untuk keperluan anak kami. Namun hanya beberapa bulan, dan setelah itu ia sengaja menghindar.
Meskipun hati saya sakit, tetapi saya tidak mau mengejar dia. Setelah lama tidak dengar kabarnya, tiba-tiba ia datang ke tempat saya dan bersikap baik kepada saya dan anak saya. Karena itu, hati saya menjadi lunak dan ia saya biarkan tinggal bersama dengan kami.
Sekitar tiga bulan yang lalu, ia pamit pergi ke rumah saudaranya. Ternyata ia bohong, karena sesungguhnya ia kembali ke rumah istri pertamanya. Apakah saya bisa meminta pertanggungjawabannya tentang nafkah untuk anak saya, termasuk yang sekarang ini masih dalam kandungan. (Lita)
Jawab:
Ibu Lita, sebelum ibu memutuskan untuk menerima G sebagai suami, perlu mengetahui asal-usul dan kepribadiannya.
Namun karena Bu Lita selalu berprasangka baik, maka sampai beberapa kali G berbohong, ibu masih tetap berharap ia akan berubah menjadi baik.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, maka yang perlu dilakukan sekarang adalah memikirkan masa depan anak-anak. Tampaknya G telah memilih untuk hidup bersama istri pertamanya. Maka Bu Lita perlu mengambil sikap yang tegas, agar tidak terjebak lagi dalam permainan G yang ujungnya hanya menambah beban Bu Lita.
Sebagai suami, G mempunyai kewajiban antara lain memberi nafkah, biaya rumah tangga, biaya perawatan kesehatan bagi istri dan anak (termasuk yang masih dalam kandungan) serta biaya pendidikan anak-anak.
Kalau selama meninggalkan Bu Lita, G tidak memberikan nafkah, maka ibu bisa mengingatkan agar kewajiban itu dipenuhi. Apabila ia tidak melaksanakannya, maka ibu bisa melaporkannya kepada pimpinan instansi tempat G bekerja.
Atau mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama, jika jalan yang sudah ditempuh itu tidak berhasil. Jangan lupa memohon pertolongan Allah agar diberi petunjuk dan kekuatan dalam menyelesaikan masalah rumah tangga yang ibu hadapi. (24) (Suara Merdeka 2 November 2011 h. 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar